BEM Kampus se Riau Kupas Tuntas UU Cipta Kerja tentang Kebun Sawit dalam Kawasan Hutan, Ini 7 Butir Kesepahaman yang Dihasilkan
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se Riau menggelar focus grup discussion membahas Undang-undang Cipta Kerja di sektor kehutanan, Sabtu (26/11/2022) di aula perpustakaan Universitas Lancang Kuning (Unilak) Pekanbaru.
Sejumlah narasumber hadir mewakili institusi Kepolisian Daerah Riau, Asisten Intelijen Kejati Riau Raharjo Budi Kisnanto, Ketua Kompartemen Agraria dan Tata Ruang GAPKI Riau Suhartono, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), Ketua Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Riau Suryadi SH serta Forum Mahasiswa Sawit Riau dan jajaran pengurus BEM dan aktivis mahasiswa maupun media.
Pembahasan secara detil menyangkut diskursus tentang penerapan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dalam penanganan keterlanjuran usaha kebun sawit di dalam kawasan hutan di Riau.
Diketahui, sejumlah aksi demonstrasi di Pekanbaru gencar dilakukan berkaitan dengan kebun sawit dalam kawasan hutan. Ada kelompok yang pro dan di sisi lain muncul pula kelompok yang kontra terkait penyelesaian lewat sanksi administrasi (ultimum remedium) sebagai roh dari UU Cipta Kerja.
Presiden BEM Unilak, Septian Frandika menegaskan, diskursus soal penyelesaian masalah kebun sawit dalam kawasan hutan telah menyita banyak waktu dan energi. Ia menyebut UU Cipta Kerja pada pasal 110A dan pasal 110B serta instrumen peraturan turunannya telah secara tegas memberikan panduan penyelesaian masalah tersebut.
BEM kata Septian, mengambil posisi untuk mengawal pelaksanaan UU Cipta Kerja sektor kehutanan secara konsisten dan transparan. Ia tak ingin gonjang-ganjing kebun sawit dalam kawasan hutan terus menjadi polemik, padahal sudah ada Undang-undang yang menjadi panduan penyelesaiannya.
"Dalam forum FGD ini kami ingin mengawal pelaksanaan UU Cipta Kerja. Di tengah ada kekurangannya, namun UU tersebut menjadi acuan penyelesaian kebun sawit dalam kawasan hutan. Kalau terus berpolemik, maka masalah tidak akan selesai. Pada sisi aspek akademik dan diskusi ilmiah, BEM ingin mengupas soal implementasinya secara konsisten dan akuntabel," tegas Septian.
Berikut hasil FGD yang digelar oleh BEM se Riau:
1. Memahami dan mendukung penegakan hukum berdasarkan UU Cipta Kerja terhadap keterlanjuran kegiatan usaha dalam kawasan hutan (seperti perkebunan sawit) dengan menerapkan asas ultimum remedium atau penerapan sanksi pidana menjadi upaya terakhir, sesuai dengan mandat UU Cipta Kerja bidang kehutanan pasal 110A dan 110B sebagaimana telah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 yang isinya mengatur teknis penerapan sanksi pembayaran Provisi Sumber Daya Hutan dan Dana Reboisasi dan pembayaran sanksi denda sebagai PNBP.
2. Memahami bahwa keterlanjuran kegiatan usaha tanpa izin dalam kawasan hutan di Riau terluas di Indonesia yaitu luas 1,4 juta hektar yang didominasi perkebunan sawit milik rakyat/ kelompok masyarakat, korporasi, koperasi dan usaha milik negara serta infrastruktur pemerintah. Oleh karena itu pemerintah harus melakukannya dengan transparan, profesional dan tidak boleh tebang pilih serta harus bebas KKN.
3. Sebagai insan muda terpelajar yang peduli terhadap pembangunan di Provinsi Riau, maka kami berkomitmen menentang dan mengutuk oknum-oknum yang mengatasnamakan mahasiswa dan pemuda yang diduga disponsori oleh oknum tak bertanggungjawab dengan cara menyebarkan informasi hoaks dan menyerang kelompok usaha tertentu mengenai kegiatan usaha perkebunan sawit dalam kawasan hutan di Riau, serta tidak terbawa arus untuk melakukan kampanye negatif tentang sawit.
4. Memahami bahwa kegiatan usaha tanpa izin dalam kawasan hutan pasca berlakunya UU Cipta Kerja ditujukan untuk memperbaiki tata kelola hutan dengan tetap memperhatikan asas kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum.
5. Memahami dan mendukung penerapan UU Cipta Kerja sebagai upaya pemerintah pusat dan daerah menjaga iklim investasi di Indonesia dan khususnya di Riau, terlebih kondisi ekonomi global sedang menghadapi ancaman resesi. Karena itu, kami menentang segala bentuk dan upaya untuk mengganggu iklim investasi di Riau.
6. Mendukung dan mendorong agar Kementerian LHK, Kepolisian Daerah Riau, Kejaksaan Tinggi Riau, dan Pemerintah Provinsi Riau selalu bersikap profesional dalam menyikapi berbagai aspirasi yang berkembang terkait penyelesaian usaha tanpa izin dalam kawasan hutan. Termasuk jika ada tekanan dari kelompok kepentingan tertentu yang mengindahkan mandat UU Cipta Kerja bidang kehutanan.
7. Memahami bahwa penerapan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam penyelesaian suatu kasus kegiatan usaha tanpa izin dalam kawasan hutan hanya bisa diterapkan dalam hal telah ada tindak pidana asal (predicate crime) terlebih dahulu, seperti dalam kasus Duta Palma Grup. (*)