5 Pekerja Migas Meninggal di Blok Rokan, Dirut-Komut PT Pertamina Hulu Rokan Masih Bungkam Soal Jaminan Keselamatan dan Kesehatan Buruh
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) Jaffee Arizon Suardin belum memberikan penjelasan ikhwal langkah dan upaya menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja Blok Rokan, pasca kematian beruntun 5 pekerja di ladang minyak tersebut. Hal yang sama juga terjadi pada Komisaris Utama PT PHR Rosa Vivien Ratnawati yang bungkam saat dikonfirmasi sejak kemarin.
Saat dihubungi lewat panggilan WhatsApp, Rosa Vivien juga tak mengangkat ponselnya. Sejauh ini belum ada penjelasan yang komprehensif dari manajemen puncak PT PHR soal kematian 5 pekerja tersebut. Hal yang paling pokok untuk diketahui publik yakni langkah dan jaminan keselamatan dan kesehatan para pekerja yang menjadi pahlawan lifting migas nasional.
Satu-satunya pernyataan normatif manajemen PHR hanya diperoleh lewat keterangan tertulis VP Corporate Affairs PT PHR Rudi Ariffianto pada Rabu (23/11/2022) lalu.
BERITA TERKAIT: 5 Pekerja Blok Rokan Meninggal Beruntun di Awal Pengelolaan PT Pertamina Hulu Rokan, Buruh Migas Sindir Asupan Gizi dan Hidup Layak
Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok juga tidak bersedia memberikan pernyataan soal langkah-langkah yang ditempuh Pertamina dalam memastikan pekerja di Blok Rokan mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan.
"Bisa ke Dirut," balas Ahok lewat pesan WhatsApp, Jumat (25/11/2022).
Disnaker Riau Turunkan Tim Investigasi
Sebelumnya, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Riau telah menerjunkan tim untuk menelisik kasus kematian beruntun sebanyak 5 pekerja migas di Blok Rokan. Diketahui, dalam kurun empat hari yakni pada 17 November dan 20 November 2022 kemarin, sebanyak 3 pekerja migas di blok minyak yang dikelola PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) tersebut meninggal dunia. Dua pekerja lainnya meninggal pada Juli 2022 lalu.
Kematian 5 pekerja ini menimbulkan rasa ketidakwajaran dan telah menjadi perhatian banyak pihak. Mengingat Blok Rokan baru dikelola Pertamina Hulu Rokan sekitar 15 bulan, sejak alihkelola dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) pada 9 Agustus 2021 silam.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Riau melalui Kepala Bidang Pengawas Ketenagakerjaan, Heru Haryo Prayitno menyatakan, pihaknya telah memanggil manajemen PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) dan menurunkan tim untuk melakukan investigasi.
"Terkait hal tersebut kami sudah mendapat perintah dari Kepala Dinas (Kadisnaker Riau). Pengawas ketenagakerjaam sudah turun. Pihak manajemen PHR juga sudah dipanggil ke kantor dan proses masih berlanjut," kata Heru Haryo Prayitno, Rabu (23/11/2022).
Heru menegaskan, hingga saat ini tim yang ditugaskan masih terus bekerja. Pihaknya masih menunggu hasil kerja tim terhadap kasus tersebut.
"Kita masih menunggu hasil pemeriksaaan dari petugas yang ditunjuk," kata Heru.
Diwartakan sebelumnya, tiga kasus kematian beruntun ini terjadi dalam kondisi yang hampir mirip. Ketiganya yakni seorang pekerja drilling dari PT Asrindo Citraseni Satria (ACS) berusia 53 tahun yang meninggal pada 17 November lalu. Sang driller dalam diagnosa yang dipaparkan PT PHR disebut merasa lemas di acces control pada saat dirinya tiba di rig sebelum memulai bekerja.
Kemudian pada 20 November terjadi dua kasus kematian pekerja yang menimpa seorang operator dozer dari PT Asia Petrocom Services (APS). Operator tersebut ditemukan tidak sadarkan diri berada di dekat unit dozer.
Pada hari yang sama, seorang sopir ambulans PT Andalan Permata Buana (APB) juga meninggal dunia. Laporan yang disampaikan PHR menyebut sopir tersebut tidak sadarkan diri di kamar driver saat berada dalam klinik Minas, Siak.
Atas hal ini, sejumlah kelompok buruh meminta agar dilakukan penyelidikan terkait faktor asupan gizi para pekerja terlebih mereka bekerja di lingkungan yang relatif berbahaya.
Heru menyatakan kalau pihaknya belum bisa memberikan keterangan apakah ada indikasi kelalaian manajemen PT PHR atas kondisi keselamatan dan kesehatan kerja yang menyebabkan kematian pekerja.
"Laporan dari teman-teman belum masuk karena masih dalam proses," jawab Heru singkat.
Investigasi Khusus dan Asupan Gizi Pekerja
Sebelumnya, kalangan praktisi dan aktivis buruh migas meminta dilakukannya investigasi khusus secara independen terkait kasus kematian pekerja di Blok Rokan. Mereka mendesak pengawas ketenagakerjaan dan tim hiperkes untuk menyelidiki kasus ini hingga diperoleh penyebab sesungguhnya kematian pekerja di ladang kaya minyak ini.
Di balik itu semua, buruh migas pun menyerukan perlunya reformasi total terhadap perlindungan buruh migas di Riau. Standar hidup layak dan asupan gizi para pekerja yang bekerja di sektor rentan ini menjadi tuntutan utamanya.
Ketua DPC Federasi Pertambangan dan Energi (FPE-KSBSI) Kabupaten Siak, Suwandi Hutasoit SH menyatakan, jika dilihat dari diagnosis awal tanda-tanda kematian 5 pekerja, memungkinkan penyebabnya dikarenakan faktor stamina (fisik) buruh yang melemah. Di antaranya hilangnya keseimbangan yang memicu ketidaksadaran diri para pekerja berujung kolabs dan meninggal dunia.
Ia meminta agar PT PHR sebagai pemberi kerja memastikan kondisi stamina pekerja, baik itu buruh main contractor maupun sub contractor layak untuk bekerja secara fit.
Suwandi mempersoalkan standar kehidupan dan asupan gizi para pekerja. Seperti dibutuhkannya perbaikan gizi dalam bentuk natura.
"Asupan gizi pekerja sangat mempengaruhi stamina. Teman-teman buruh migas bekerja di area wellwork itu adalah area beresiko tinggi. Apalagi ketika kerja jadwal malam, daerah Gathering Station (GS) udaranya mengeluarkan aroma yang mengganggu pernapasan. Ini perlu ditelisik dampaknya terhadap kesehatan pekerja," kata Suwandi, Rabu (23/11/2022).
Suwandi juga menilai tuntutan produktivitas kerja terhadap buruh migas saat ini cenderung dipaksakan. Target penyelesaian sumur minyak mengharuskan pekerja dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai jadwal dan penuh tekanan kerja. Pada sisi lain, kondisi kesehatan pekerja termasuk faktor usia menjadi persoalan.
"Tapi, pada sisi lain apakah pernah diperhatikan soal kesehatan mereka, asupan gizi mereka dan kehidupan mereka? PT PHR harus segera mencari formula terhadap persoalan ini," tegasnya.
Ia meminta agar fasilitas kesehatan PT PHR dapat dioptimalkan untuk mengecek kesehatan pekerja secara rutin. PHR harus menunjukkan kepeduliannya, tidak sekadar mengejar target lifting minyak.
"Ladang minyak Blok Rokan inikan katanya sudah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Jangan sampai lebih sayang pula ibu tiri ketimbang ibu kandung," sindirnya.
Menurutnya, anggota FPE-KSBSI juga telah ada yang meninggal dengan diagnosa yang mirip dengan 5 korban lainnya. Meski demikian, anggota FPE tersebut meninggal di rumah, bukan di area kerja.
"Anggota kita ada yang meninggal, tapi tidak di area kerja, melainkan di rumah dan rumahsakit. Mereka mengalami kelelahan dan ada kemungkinan kurang asupan gizi dan vitamin," tegas Suwandi.
Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Sebelumnya, praktisi senior buruh mendesak dilakukannya investigasi khusus terkait kematian 5 pekerja di blok migas Rokan yang dikelola PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) secara beruntun.
"Langkah yang paling tepat harus segera dilakukan yakni melakukan investigasi menyeluruh terhadap kasus kematian pekerja tersebut. Memastikan apa penyebabnya, tidak sekadar dari keterangan satu sumber perusahaan semata," kata praktisi senior buruh, Patar Sitanggang SH, MH, Rabu (23/11/2022).
Patar menegaskan, pengawas ketenagakerjaan dari Dinas Tenaga Kerja dan tim hiperkes harus turun ke lapangan melakukan investigasi. Penyelidikan terhadap lokasi kejadian kematian para pekerja untuk mendeteksi secara pasti apa yang sesungguhnya terjadi mestinya segera dilakukan.
"Pengawas ketenagakerjaan dan tim hiperkes harus memeriksa kasus ini. Peristiwa ini dari jumlah korban dan diagnosa awalnya, bisa disebut kejadian yang luar biasa. Selama ini jarang terjadi seperti ini," tegas Patar.
Ia menyatakan, biasanya para pekerja di lingkungan Blok Rokan sebelum melakukan aktivitas pekerjaan dilakukan pemeriksaan kondisi kesehatan. Itu sebabnya agak aneh jika keterangan dari PHR menyebut penyebab kematian pekerja karena sakit.
"Jika kematian itu disebut karena sakit, maka bagaimana mungkin mereka diperbolehkan bekerja. Bukankah ada standar yang berlaku bahwa pekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu?" kata Patar.
Patar menilai dari sisi keselamatan dan kesehatan kerja, kasus kematian para pekerja ini agak janggal. Ia meminta digelar juga pemeriksaan lokasi kerja yang dikhawatirkan adanya zat-zat berbahaya yang menyebabkan pekerja meninggal.
Dalam kasus luar biasa kematian pekerja sebanyak 5 orang ini, aspek keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan PT PHR juga perlu dilakukan audit.
"Bahkan jika diperlukan, aktivitas pekerjaan bisa distop secara total sambil menunggu hasil investigasi penyebab kematian. Ini penting dilakukan karena menyangkut nyawa manusia," tegas Patar.
5 Kematian Beruntun
Diwartakan sebelumnya, kasus kematian beruntun 5 tenaga kerja sepanjang Juli-November 2022 di Blok Rokan memicu tanda tanya dan sorotan keras terkait isu perlindungan dan keselamatan kerja di era PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).
Informasi sebuah potongan poster berlogo PT Pertamina Hulu Rokan mengungkap telah terjadi sebanyak 5 kasus kematian tenaga kerja dalam periode Juli-November tahun ini di wilayah Blok Rokan. Informasi tersebut telah dikonfirmasi kebenarannya oleh PT PHR.
Yang lebih miris, kematian tenaga kerja secara bertubi-tubi terjadi pada rentang 17 November hingga 20 November (4 hari) menewaskan sebanyak 3 tenaga kerja di Blok Rokan.
Ketiganya yakni seorang pekerja drilling dari PT Asrindo Citraseni Satria (ACS) berusia 53 tahun yang meninggal pada 17 November lalu. Sang driller dalam diagnosa yang dipaparkan PT PHR disebut merasa lemas di acces control pada saat dirinya tiba di rig sebelum memulai bekerja.
Kemudian pada 20 November terjadi dua kasus kematian pekerja yang menimpa seorang operator dozer dari PT Asia Petrocom Services (APS). Operator tersebut ditemukan tidak sadarkan diri berada di dekat unit dozer.
Pada hari yang sama 20 November lalu, seorang sopir ambulans PT Andalan Permata Buana (APB) juga meninggal dunia. Laporan yang disampaikan PHR menyebut sopir tersebut tidak sadarkan diri di kamar driver saat berada dalam klinik Minas, Siak.
Sebelumnya, pada 27 Juli 2022 lalu, seorang pekerja PT Elnusa Fabrikasi Konstruksi juga tewas. Pekerja bertugas sebagai PMCoW ini disebut mengalami hilang keseimbangan saat sedang istirahat.
Kemudian pada 30 Juli 2022 lalu, seorang operator PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) meninggal dunia yang sebelumnya disebut mengalami nyeri dada saat akan menaiki tangga.
Diketahui, PT PHR merupakan operator pengelola Blok Rokan yang resmi menggantikan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) sejak 9 Agustus 2021 lalu. Meski baru sekitar 15 bulan mengelola Blok Rokan, jumlah kematian tenaga kerja sudah mencapai 6 orang atau lebih.
Kejadian ini dinilai sebagai kasus kematian tenaga kerja terbesar dan terburuk dalam sejarah pengelolaan Blok Rokan pada rentang waktu yang sama.
Kondisi ini bertolak belakang ketika Blok Rokan dikelola oleh PT CPI yang memegang standar tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja. Keadaan ini makin memperburuk citra PT PHR pada isu ketenagakerjaan yang dinilai makin rentan dan berisiko tinggi.
"Saat Chevron dulu mengelola Blok Rokan, kejadian kematian tenaga kerja seperti ini tidak pernah terjadi. Sehingga patut untuk dilakukan investigasi khusus atas kematian dan hilangnya nyawa pekerja ini," kata Suwandi.
Penjelasan Normatif PT PHR
PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) menyampaikan pernyataan normatif terhadap kasus kematian tenaga kerja yang menjadi isu panas di publik sejak kemarin. Perusahaan menyebut penyebab meninggalnya buruh mitra kerja PHR itu bukanlah akibat kecelakaan kerja.
"Mereka telah ditangani dengan segera oleh tenaga medis yang disediakan PHR yang telah terlatih baik untuk menangani kejadian terkait kesehatan di lokasi dan di fasilitas medis PHR," terang VP Corporate Affairs PT PHR Rudi Ariffianto dalam keterangan tertulis diterima SabangMerauke News, Rabu (23/11/2022) pagi.
PHR mengklaim telah memberikan perhatian serius untuk memastikan semua pekerja dan mitra kerja PHR dalam keadaan fit sebelum mulai bekerja. Perlindungan terhadap seluruh pekerja, mitra kerja, dan masyarakat di mana PHR beroperasi merupakan nilai dan prioritas utama perusahaan. (*)