PNBP Sektor Kehutanan Cekak, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Minta Menteri LHK Siti Nurbaya Ubah Patokan Harga Kayu Hutan
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Anggota DPR RI Abdul Wahid meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya segera merevisi patokan harga kayu hutan. Penetapan standar patokan harga yang dibuat pada tahun 2017 lalu dinilai terlalu rendah memicu minimnya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor kehutanan.
"Kita minta agar Menteri LHK segera merevisi standar patokan harga tersebut agar penerimaan negara bisa meningkat dari sektor kehutanan," kata Abdul Wahid, Selasa (22/11/2022) malam.
BERITA TERKAIT: Menteri LHK Diduga Patok Harga Akasia Terlalu Murah, Menkeu Sri Mulyani Pernah Sebut Ada yang Tak Beres Soal PNBP Sektor Kehutanan
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dapil Riau II ini mendukung usulan Gubernur Riau Syamsuar yang telah meminta Menteri Siti Nurbaya menaikkan harga kayu hutan, khususnya jenis kayu akasia dan eukaliptus yang merupakan bahan baku industri pulp and paper di Riau.
Permintaan Syamsuar tersebut sebenarnya sudah diajukan lewat surat tertulis kepada Menteri Siti sejak Oktober 2021 lalu. Namun, tampaknya usulan Gubernur Riau tidak digubris oleh Menteri Siti.
BERITA TERKAIT: Menteri LHK Patok Akasia Cuma Rp 140 Ribu Per Meter Kubik Bikin DBH Kehutanan Kecil, Permintaan Gubernur Riau Agar Harga Dinaikkan Tak Digubris
"Saya sangat mendukung usulan Gubernur (Riau) tersebut. Patokan harga kayu itu harus dilakukan perubahan. Saya meminta agar Peraturan Menteri LHK itu diubah," jelas Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI.
Sebelumnya, Gubernur Riau Syamsuar telah meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya untuk menaikkan patokan harga kayu akasia dan eukaliptus. Permohonan tersebut disebabkan karena rendahnya penerimaan dana bagi hasil (DBH) sektor kehutanan dari porsi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang diterima Provinsi Riau. Penyebabnya, patokan harga kayu bahan utama industri pulp and paper tersebut dinilai terlalu murah atau rendah.
BERITA TERKAIT: Pantas Saja DBH Kehutanan Riau Sangat Kecil, Menteri LHK Tetapkan Patokan Harga Akasia dan Eukaliptus Sangat Murah?
Dalam surat yang dikirim ke Menteri Siti Nurbaya pada Oktober 2021 lalu, Syamsuar menyebut kalau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Riau bergantung pada hasil hutan kayu akasia dan eukaliptus yang nilai PBNP-nya ditentukan dari patokan harga versi Menteri LHK.
"Faktor lain yang sangat berpengaruh adalah harga patokan dari hasil hutan kayu tersebut. Kami mengusulkan dilakukan penyesuaian harga patokan hasil hutan pada hutan negara," demikian isi surat Gubernur Syamsuar yang ditujukan kepada Menteri LHK Siti Nurbaya.
Syamsuar mengusulkan penyesuaian patokan harga kayu akasia dan eukaliptus dinaikkan masing-masing menjadi Rp 375 ribu dan Rp 400 hari per meter kubik. Sementara, Menteri LHK menetapkan patokan harga sejak 2017 lalu hanya sebesar Rp 140 ribu.
Penetapan patokan harga kayu eukaliptus dan akasi sebesar Rp 140 ribu per meter kubik itu, menyebabkan total DBH sektor kehutanan Provinsi Riau termasuk 12 kabupaten/ kota diterima pada tahun 2023 mendatang hanya sebesar Rp 161,67 miliar. DBH sektor kehutanan tersebut merupakan akumulasi dari Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR).
Berdasarkan penelusuran SabangMerauke News, harga kayu akasia dan eukaliptus sebagai patokan perhitungan PSDH ditetapkan oleh Menteri LHK Siti Nurbaya. Yakni lewat penerbitan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor: P.64/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 tentang Penetapan Harga Patokan Hasil Hutan untuk Perhitungan Provinsi Sumber Daya Hutan dan Ganti Rugi Tegakan. Aturan itu diteken Menteri Siti pada 19 Desember 2017 lalu.
Dalam lampiran Peraturan Menteri LHK tersebut, patokan harga kayu akasia dan eukaliptus ditetapkan hanya sebesar Rp 140.000 per meter kubik. Diketahui, kedua jenis kayu itu merupakan bahan baku industri pulp and paper (bubur kertas) dan produk turunannya. Di Riau, dua raksasa industri pulp and paper dipegang oleh PT Riau Andalan Pulp and Paper-RAPP (APRIL Grup) dan PT Indah Kiat Pulp and Paper-IKPP (APP Grup).
BERITA TERKAIT: Hutan Riau Ludes Dieksploitasi Tapi Cuma Segini Penerimaan DBH Kehutanan, Ini Data Pembagiannya ke 12 Kabupaten/ Kota
Adapun penentuan besaran jenis dan tarif PNBP yang berlaku di Kementerian Kehutanan ditetapkan lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif PNBP yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan. Berdasarkan PP tersebut, besaran tarif PNBP untuk jenis kayu akasia dan eukaliptus yakni 6 persen. Itu artinya per meter kubik kayu akasia atau eukaliptus hanya memberikan kontribusi PNBP sebesar Rp 8.400.
Sumber informasi menyebutkan saat ini harga kayu akasia dan eukaliptus di pasaran menyentuh level Rp 575 ribu per meter kubik. Itu artinya, patokan harga yang ditentukan oleh Menteri LHK sebesar Rp 140 ribu hanyalah 1/4 dari harga pasaran.
Penelusuran SabangMerauke News di situs pengadaan.web.id, harga kayu akasia secara gelondongan di pasaran dijual dengan harga variatif. Misalnya untuk ukuran diameter 10-13 cm dijual dengan harga Rp 730 ribu per kubik. Sementara kayu ukuran diameter 16-19 cm dan diameter 22-28 cm dijual masing-masing seharga Rp 850 ribu dan Rp 970 ribu. Meski demikian, daftar harga tersebut belum dapat diverifikasi akurasinya.
Sayang, pihak Kementerian LHK belum menjawab konfirmasi yang dilayangkan sejak kemarin ikhwal penetapan patokan harga tersebut. Menteri LHK Siti Nurbaya dan Sekjen KLHK Bambang Hendroyono belum membalas pesan konfirmasi yang dilayangkan.
Pernah Disinggung Menkeu Sri Mulyani
Sebelumnya pada Juni 2022 lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah menyinggung soal rendahnya kontribusi PNBP sektor kehutanan. Ia menyebut sumbangan sektor kehutanan hanya Rp 5,66 triliun terhadap PNBP yang pada 2021 mencapai Rp 452 triliun.
“Dari sisi penerimaan negara terutama PNBP kontribusi dari sektor ini Rp 5,6 triliun. Ini tidak terlalu banyak kalau dibandingkan total PNBP kita Rp 452 triliun,” katanya dalam Kongres Kehutanan Indonesia VII di Jakarta kala itu.
Menurut Sri Mulyani, kontribusi sektor kehutanan yang hanya Rp 5,66 triliun ini menunjukkan ada sesuatu yang tidak beres dan perlu dibenahi mengingat Indonesia memiliki hutan tropis yang bahkan sudah menjadi hutan industri.
Secara rinci, komposisi PNBP sektor kehutanan dari tahun ke tahun meliputi Rp 4,19 triliun pada 2016, Rp 4,62 triliun pada 2017, Rp 5,17 triliun pada 2018, Rp 5,57 triliun pada 2019, Rp 4,63 triliun pada 2020 dan Rp 5,66 triliun pada 2021.
Kontribusi sektor ini juga sangat sedikit terhadap ekonomi yaitu hanya 0,66 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau Rp 112 triliun pada 2021.
“Jadi kalau kehutanan only Rp5 triliun it doesn’t sound right. Kita harus punya sense seperti ini supaya kita memahami ini value-nya is about what?,” katanya.
Ia menjelaskan beberapa pembenahan harus dilakukan termasuk mengenai regulasi, institusi bahkan tata kelola sehingga sektor kehutanan dapat lebih berkontribusi perekonomian.
Ia mengatakan, beberapa tantangan PNBP sumber daya alam (SDA) kehutanan antara lain meliputi adanya dominasi dari basis kayu yang masih cukup tinggi.
Selain itu, pengawasan juga perlu diperbaiki dan ditingkatkan seperti memanfaatkan kemajuan teknologi maupun mempererat sinergi dan kolaborasi antarinstansi.
Ia menegaskan, banyaknya instansi dalam bidang pengawasan bukan menjadi hambatan namun justru merupakan peluang untuk semakin memperketat penegakan pengawasan.
“Nah it is about coordination, bukannya lebih banyak aparat dan institusi malah semakin lemah, itu tidak boleh terjadi,” tegasnya.
Tak hanya itu, pemerintah juga harus mampu mengoptimalisasi potensi termasuk aset yang dinilai masih idle sehingga sektor kehutanan dapat menjadi penopang ekonomi nasional.
DBH Kehutanan untuk Riau
Pemerintah pusat akan mengucurkan dana bagi hasil (DBH) sektor kehutanan pada 2023 mendatang. Khusus untuk provinsi Riau, termasuk 12 kabupaten/ kota, hanya akan menerima total sebesar Rp 161,67 miliar dari DBH Kehutanan ini.
Adapun besaran defenitif dana reboisasi (DR) yang akan diterima Pemprov Riau pada 2023 mendatang hanya sebesar Rp 3,51 miliar. Jumlah tersebut dinilai sangat kecil untuk kebutuhan reboisasi di Riau.
Sementara itu, berdasarkan data rincian APBN tahun 2023, alokasi IIUPH-PSDH untuk Provinsi Riau hanyalah sebesar Rp 34,11 miliar.
Adalah Pelalawan yang merupakan kabupaten mendapat dana IIUPH-PSDH terbesar di Riau, yakni senilai Rp 26,3 miliar.
Untuk Kabupaten Kabupaten Siak mendapat kucuran DBH Kehutanan sebesar Rp 17,1 miliar.
Sementara, Kabupaten Bengkalis mendapat Rp 14,2 miliar yang disusul Kabupaten Indragiri Hilir sebesar Rp 13,7 miliar. Untuk Kabupaten Kampar besaran DBH kehutanan yang diperoleh sebesar Rp 10,09 miliar.
Menariknya, Rokan Hilir yang notabenenya memiliki luas hutan keempat terbesar di Riau per 2021, justru mendapat DBH kehutanan paling sedikit yakni Rp 5,3 miliar.
Sementara DBH kehutanan untuk Kota Pekanbaru dan Dumai masing-masing sebesar Rp 5,7 miliar dan 5,8 miliar.
Sementara itu, empat kabupaten lain di Riau juga menerima DBH kehutanan di bawah angka Rp 10 miliar. Yakni Rokan Hulu yang menerima sebesar Rp 6,5 miliar, Indragiri Hulu sebesar Rp 6,8 miliar.
Untuk Kabupaten Kepulauan Meranti menerima DBH kehutanan sebesar Rp 7,5 miliar dan Kabupaten Kuantan Singingi sebesar Rp 8,14 miliar.
Jika direkapitulasi, besaran alokasi DBH sektor kehutanan untuk seluruh wilayah Riau mencapai Rp 161,67 miliar. Jumlah tersebut hampir setara dengan porsi 15 persen dari total DBH Kehutanan yang dibagikan ke 486 kabupaten/ kota se-Indonesia, termasuk 31 provinsi.
Berikut data lengkap rincian alokasi penerimaan DBH Sektor Kehutanan untuk wilayah Provinsi Riau dari APBN 2023 mendatang:
1. Provinsi Riau: Rp 37.626.500.000
2. Kabupaten Pelalawan:Rp 26.305.357.000
3. Kabupaten Siak: Rp 17.128.163.000
4. Kab. Bengkalis: Rp 14.264.994.000
5. Kabupaten Indragiri Hilir: Rp 13.748.748.000
6. Kabupaten Kampar: Rp 10.098.087.000
7. Kabupaten Kuantan Singingi: Rp 8.141.977.000
8. Kabupaten Kepulauan Meranti: Rp 7.572.784.000
9. Kabupaten Indragiri Hulu: Rp 6.868.502.000
10. Kabupaten Rokan Hulu: Rp 6.579.038.000
11. Kota Dumai: Rp 5.857.061.000
13. Kota Pekanbaru: Rp 5.747.251.000
14. Kabupaten Rokan Hilir: Rp 5.314.669.000. (*)