5 Permainan Tradisional Riau, Nomor 4 Paling Sering Dimainkan Saat Ulang Tahun RI
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Semakin berkembangnya teknologi, permainan tradisional mulai terlupakan. Anak-anak masa kini kebanyakan disibukkan dengan gadget. Hari-hari mereka dipenuhi gadget, mulai dari pagi, siang, hingga malam. Tanpa mengetahui asiknya permainan para nenek moyang mereka.
Padahal, permainan-permainan ini tak kalah seru dengan permainan yang mereka mainkan dilayar handphone. Ditambah lagi, dari permainan tradisional, adanya komunikasi secara langsung antara ia dan teman sebayanya. Tentu saja ini menghasilkan kepintaran berkomunikasi dua arah.
Tidak hanya itu, banyak sekali manfaat secara tidak langsung dari permainan-permainan tradisional. Di Provinsi Riau sendiri, ada banyak permainan tradisional. Namun, SabangMerauke News hanya merangkum 5 permainan tradisional.
Lantas, apa saja 5 permainan tradisional di Provinsi Riau?
1. Congkak
Permainan congkak ini pasti tidak asing bagi generasi 90-an. Permainan yang melibatkan dua pemain ini dirasa sangat seru karena harus saling memperebutkan 'batu' atau cangkang kerang.
Congkak adalah suatu permainan tradisional yang dikenal dengan berbagai macam nama di seluruh Indonesia. Biasanya dalam permainan, sejenis cangkang kerang digunakan sebagai biji Congkak dan jika tidak ada, kadang kala digunakan juga biji-bijian dari tumbuh-tumbuhan dan batu-batu kecil.
Adapun bahan dari permaianan ini adalah kayu dengan bentuk papan yang panjang yang dilubangi sebanyak 14 lubang sebagai anak dan 2 lubang sebagai lubang induk,yang terletak di ujung kiri dan ujung kanan.
Cara memainkannya cukup gampang, dimainkan oleh 2 orang dan pemain secara bergantian memainkan buah dengan mengisi lubang, tiap lubang diisi dan pemenangnya adalah yang berhasil mengisi buah terbanyak dilubang induk.
Permainan di dulunya dimainkan oleh anak raja, permainan ini dapat dijumpai di hampir seluruh wilayah Riau.
2. Lulu Cina Buta
Dilansir dari website aturanpermainan.blogspot, permaianan Lulu Cina Buta ini merupakan permainan tradisional yang dimainkan oleh anak-anak Tembilahan, Indera Hilir, Provinsi Riau, Indonesia. Kata "Cina Buta" ini berawal dari cerita seorang Tionghoa yang mau menikahi sementara perempuan Islam yang bercerai dengan talak tiga. Dalam Islam, perempuan yang telah dicerai dengan talak tiga tidak dapat rujuk kembali dengan suami terdahulu sebelum menikah dengan laki-laki lain. Karena itu pada umumnya masyarakat tidak akan mau menikahi sementara perempuan tersebut meskipun dibayar. Karena itu orang yang mau menikah sementara tersebut dijadikan olok-olok masyarakan dan dianggap "buta".
Lulu Cina Buta Permainan ini diambil dari kata dasar ” buta ” yang berarti tidak dapat melihat . Permainan ini dilakukan oleh anak laki-laki dan perempuan Sekolah Dasar. Permainan ini menggunakan alat yang sederhana yaitu cukup dengan selembar sapu tangan. Kemudian membuat batas lingkaran di tanah sebesar garis tengah sekitar 2 1/2 meter sebagai lapangan bermain.
Permainan lulu cina buta paling sedikit diikuti oleh 3 orang anak dan bisa pula sampai 6 orang anak jumlahnya. Untuk menentukan siapa yang jadi ” buta ” maka diadakan terlebih dahulu hompipa yang kalah dalam hompipa dialah yang menjadi ” buta ”. Oleh salah satu temannya si buta yang kalah dalam hompimpa tadi ditutup matanya menggunakan sapu tangan dengan beberapa lipatan dan ujung sapu tangan diikat dibelakang kepala si buta. Si buta harus benar benar tidak dapat melihat keadaan sekitar karena telah ditutup menggunakan sarung tangan.
Dengan aba-aba dari salah seorang temannya yang mengatakan ”sudah” maka permainan dimulai. Si buta akan merentangkan tangannya berusaha untuk menangkap salah seorang temannya yang ada didalam lingkaran tersebut. Temannya akan berlari-lari menghindari tangkapan si buta. Apabila si buta berhasil menangkap salah seorang temannya maka dia boleh meraba-raba temannya yang tertangkap dan menebak siapa teman yang ditangkapnya. Apabila betul nama yang si buta sebutkan maka temannya itu akan menjadi sibuta namun apabila salah maka sibuta akan tetap menjadi sibuta. Begitulah cara permainan lulu cina buta itu secara bergantian memegang peran si buta sampai mereka telah puas bermain. Kandungan nilai yang ada pada permainan ini adalah nilai-nilai pendidikan, kerja keras, memupuk sikap kebersamaan, melatih daya ingatan, kejujuran, sportifitas, dan mempererat persahabatan.
3. Statak
Permainan ini pasti tidak asing lagi, bukan? Permainan yang melibatkan ketangkasan fisik ini merupakan salah satu dari permainan tradisional Riau.
Dilansir dari riaudailyphoto, permainan statak ini bahannya terbuat dari batu yang pipih. Bisa juga dari pecahan piring atau kaca yang kemudian disebuat dengan ucak.
Di atas tanah dibuat garis yang dibentuk sesuai permainan. Umumnya permainan ini dimainkan oleh anak perempuan. Permainan Statak ini hampir dijumpai di seluruh daerah di Riau.
4. Tarik Tambang
Permainan Tarik Tambang dimainkan oleh dua regu. Dua regu bertanding dari sisi berlawanan. Semua anggota dari dua regu memegang erat sebuah tambang (tali). Ditengah-tengah terdapat pembatas berupa garis.
Masing-masing regu berusaha menarik tali tambang sekuat mungkin agar regu lawan dapat melewati garis pembatas, regu yang tertarik dan melewati garis pembatas dinyatakan kalah.
Taktik permainan terletak pada penempatan pemain, kekuatan tarik, dan pertahanan tunpuan kaki ditanah. Pada umumnya, pemain dengan kekuatan paling besar ditempatkan diujung tali untuk menahan ujung tali saat bertahan atau menghentak pada saat penarikan.
5. Patok Lele
Permainan tradisional yang kelima adalah patok lele. Permainan ini dimainkan oleh 2 kelompok yang anggotanya berjumlah sama. Dalam permainan ini, pemain menggunakan 2 potong kayu yang masing-masing berdiameter 3 cm yaitu sebuah kayu yang panjangnya 30 cm sebagai pemukul/induk sedangkan sebuah kayu lain yang panjangnya 15 cm sebagai anak patok lele.
Dilansir dari Wikipedia, pada awal permainan, perwakilan kelompok suit untuk menentukan siapa yang mendapat giliran bermain terlebih dahulu. Anak patok lele diletakkan melintang pada lubang kemudian diangkat dan dilemparkan atau didorong ke arah pemain lawan yang menjaga di depan. Jika dapat ditangkap oleh lawan, maka permainan digantikan oleh lawan. Jika tidak tertangkap, maka induk patok lele diletakkan pada lubang kemudian anak patok lele yang tidak tertangkap oleh lawan akan dilemparkan pada induk yang ada pada lubang. Kalau kena, maka permainan diganti oleh lawan, jika tidak maka si pemain akan melanjutkan permainannya.
Anak patok lele dilemparkan ke atas lalu dipukul kuat-kuat ke depan, lawan yang menjaga akan menangkapnya. jika tertangkap lawan, maka permainan digantikan oleh lawan. JIka tidak, anak patok lele dilemparkan ke arah lubang. Jika mencapai lubang atau si pemain dapat menangkis anak patok lele tersebut, maka dia tetap aman.
Anak patok lele diletakkan pada satu lubang dan separuh kayu ada di dalam dan separuh lagi ada di permukaan tanah dengan posisi membentuk 45 derajat. Ujung kayu yang ada di permukaan tanah dipukul hingga melenting ke atas kemudain dipukul beberapa kali sesuai kemampuan kemudian dipukul secara horizontal ke depan maka pihak lawan akan menjaga agar anak patok lele dapat ditangkap. Jika tertangkap, maka pihak lawan akan menjaga agar anak patok lele dapat ditangkap. Jika tertangkap, maka pihak lawan akan mendapatkan nilai.
Jika tidak, maka akan diukur dari pinggir lubang ke tempat jatuhnya anak patok lele. jumlahnya merupakan poin bagi si pemain. Jika si pemain dapat melakukan pukulan lebih dari satu kali sebelum ke depan, maka akan diukur dengan anak patok lele dikalikan dengan jumlah pukulan. Sebelum permainan dimulai, kedua kelompok akan menentukan berapa nilai yang harus diraih bagi pemenangnya. Biasanya yang kalah akan menggendong yang menang dengan jarak yang ditentukan. (R-03)