Jokowi Pernah Klaim Gak Takut, Nyatanya Indonesia Kalah Gugatan di WTO Soal Larangan Ekspor Nikel
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Uni Eropa memenangkan gugatan terkait larangan ekspor nikel oleh pemerintah Indonesia. Organisasi perdagangan dunia (WTO) dalam putusannya menyebut kebijakan larangan ekspor melanggar ketentuan perdagangan global yang telah disepakati.
Kekalahan Indonesia dalam gugatan WTO di Dispute Settlement Body (DSB) itu disampaikan oleh Menteri ESDM, Arifin Tasrif. Dalam rapat bersama dengan Komisi VII DPR Senin (21/11).
Dalam rapat, Arifin membacakan hasil final putusan panel WTO di Dispute Settlement Body (DSB) atas perkara larangan ekspor nikel Indonesia yang dicatat dalam sengketa DS 592.
"Memutuskan bahwa kebijakan larangan ekspor dan kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral (nikel) dalam negeri terbukti melanggar ketentuan WTO," baca Arifin.
Arifin mengatakan berdasarkan putusan tertanggal 17 Oktober 2022, dijelaskan bahwa Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994.
Sebelumnya, Presiden Jokowi pernah mengklaim dirinya tak takut digugat oleh Uni Eropa menyusul kebijakannya melarang ekspor nikel. Saat Berbicara saat memberikan pengarahan kepada peserta PPSA XXIII 2021 LNKRI di Istana Negara, kompleks Istana Kepresidenan pada Oktober 2021 lalu, Jokowi mengaku tidak gentar dengan gugatan tersebut.
"Meski kita digugat di WTO, enggak apa-apa. Nikelnya nikel kita, barang-barang kita. Mau kita jadikan di sini, mau kita jadikan barang di sini, hak kita dong. Kalau ada yang menggugat kita hadapi," tegas Jokowi, Rabu (13/10/2021) silam.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan putusan WTO itu menyebut sejumlah regulasi Indonesia melanggar ketentuan global. Beberapa regulasi atau peraturan perundang-undangan Indonesia yang dinilai melanggar ketentuan WTO, antara lain UU No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Lalu, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Nantinya, final report akan didistribusikan kepada anggota WTO lain pada 30 November 2022 dan akan dimasukkan ke dalam agenda DSB pada 20 Desember 2022.
Ajukan Banding
Meski kalah, Arifin mengatakan pemerintah tak akan menyerah. Ia menegaskan Indonesia siap mengajukan banding atas putusan itu.
"Pemerintah berpandangan keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum yang tetap, sehingga masih terdapat peluang untuk appeal atau banding. Pemerintah juga tidak perlu mengubah peraturan atau bahkan mencabut kebijakan yang tidak sesuai sebelum keputusan diadopsi oleh Dispute Settlement Body (DSB)," jelasnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Senin (21/11/2022).
Selain banding, Arifin melanjutkan pemerintah bakal terus mempertahankan kebijakan hilirisasi mineral yakni nikel dengan cara mempercepat proses pembangunan smelter di dalam negeri.
Pemerintah melarang ekspor bijih nikel per 1 Januari 2020 dengan mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM nomor 11 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Jadwal pelarangan ini lebih cepat dua tahun dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang perubahan keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang memperbolehkan ekspor tersebut hingga 2022.
Tapi kebijakan itu memicu protes dari Uni Eropa karena menganggap larangan ekspor nikel mengganggu produktivitas industri stainless steel mereka yang melibatkan 30 ribu pekerja langsung dan 200 ribu pekerja tidak langsung. Mereka karena itu menggugat kebijakan Indonesia itu ke WTO. (*)