Hati-hati! Riau Masuk Kelompok Provinsi Zona Merah Polio
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Sebanyak 415 kabupaten/ kota yang berada di 30 provinsi di Indonesia masuk kategori risiko tinggi atau zona merah polio, termasuk di dalamnya Provinsi Riau. Hal tersebut mengungkap risiko penularan polio yang tinggi pada masyarakat.
Kementerian Kesehatan dalam dalam paparannya, Senin (21/11/2022) kemarin menyebut hanya 4 provinsi yang bebas dari risiko tinggi polio. Tiga di antaranya yakni Provinsi Jambi, Banten, dan Bali yang masuk kategori risiko sedang atau zona kuning.
Sementara DI Yogyakarta masuk kriteria risiko rendah atau zona hijau. Pemetaan risiko polio itu didapatkan dari analisis yang mengacu pada ketentuan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO).
"(Sebanyak) 30 provinsi dan 415 kabupaten/kota di Indonesia masuk dalam kriteria risiko tinggi. Analisis dilakukan dengan menggunakan tools WHO, per November 2022," kata Kemenkes dalam paparannya.
Kemenkes kemudian menjelaskan, polio yang disebabkan penularan dari virus polio dapat mengakibatkan terjadinya kelumpuhan permanen, terutama terhadap anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi.
Penularan penyakit ini terutama melalui faecal-oral alias lingkungan atau air yang terkontaminasi oleh tinja yang mengandung virus polio.
Selanjutnya, virus polio akan berkembang di dalam saluran pencernaan korban, dan menyerang sistem saraf sehingga mampu mengakibatkan kelumpuhan.
"Masa inkubasi 7-21 hari untuk onset gejala kelumpuhan," lanjut Kemenkes.
Kemenkes resmi menyatakan bahwa Indonesia tengah menghadapi risiko tinggi Kejadian Luar Biasa (KLB) Polio. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu mengatakan Indonesia sudah 'bebas' polio sejak delapan tahun lalu dan mendapatkan sertifikat resmi dari WHO di 2014.
Namun, ditemukan kasus polio baru pada anak tujuh tahun pada awal November 2022 di Kabupaten Pidie, Aceh. Maxi menilai pemicu virus polio kembali muncul adalah rendahnya cakupan imunisasi. Menurut Maxi, terjadi penurunan tren cakupan imunisasi OPV dan IPV di Aceh dalam 10 tahun terakhir.
Faktor kedua di antaranya disebabkan perilaku masyarakat. Tim Kemenkes menurutnya telah menemukan sejumlah penduduk yang masih memiliki kebiasaan buang air besar ke sungai, yang salah satunya menjadi sumber aktivitas warga termasuk tempat bermain anak. (*)