Dipolisikan karena Dugaan Penelantaran Pasien, Ini Bantahan Direktur RSUD Kepulauan Meranti
SABANGMERAUKE NEWS, Kepulauan Meranti - Direktur RSUD Kepulauan Meranti, Prima Wulandari membantah telah menelantarkan pasien. Sobelumnya, pihak rumah sakit sempat dilaporkan ke Polres Kepulauan Meranti atas dugaan penelantaran seorang pasien.
Prima mengatakan, laporan dugaan penelantaran pasien beberapa waktu yang lalu itu tidak benar. Hal itu dibuktikan dengan pelayanan yang diberikan sejak pasien masuk telah mendapatkan tindakan oleh petugas.
Melalui pengecekan terhadap rekam medis dari keluarga pelapor yaitu anak dari Herman Alwi maupun petugas, Prima menjelaskan bahwa RSUD Kepulauan Meranti telah bekerja sesuai dengan standar yang berlaku.
"Setelah kami mengecek di lapangan sesuai status rekam medis, juga jam masuk pasien, kami masih bekerja sesuai prosedur yang berlaku saat ini," kata Prima, Senin (21/11/2022).
Anak dari pelapor Herman Alwi masuk ke UGD pada Senin (14/11/2022) pada pukul 08.45 WIB. Begitu masuk, pasien langsung mendapatkan penanganan.
BERITA TERKAIT: RSUD Kepulauan Meranti Dilaporkan ke Polisi, Diduga Telantarkan Pasien IGD
"Begitu masuk langsung diperiksa oleh dokter jaga pada pukul 08.47 WIB. Ini ada tercatat dalam statusnya. Setelah diperiksa dokter, keluarga pasien diarahkan untuk mendaftar ke bagian pendaftaran," jelas Prima.
Pada anak yang bersangkutan, dilakukan pemeriksaan laboratorium yang dilanjutkan Rontgen. Diketahui sang anak sudah demam pada hari ke 7 dan diharuskan untuk rawat inap.
Mengingat masih pandemi Covid-19, maka setiap pasien yang akan dirawat inap wajib menjalani swab antigen sebelum mendapat penanganan medis lebih lanjut. Jika hasil terkonfirmasi positif Covid-19, maka akan diarahkan dan diisolasi ke ruang Pinere.
Dijelaskan Prima, saat akan dilakukan swab antigen, pihak keluarga melakukan perundingan yang memakan waktu cukup lama. Hal ini menyebabkan pasien mendapatkan penanganan pada pukul 12.00 WIB.
"Kenapa lama sampai jam 12? Karena keluarga masih berunding untuk melakukan test tersebut, karena takut anaknya demam dikira positif (Covid)," ujar Prima.
Akhirnya, keluarga memutuskan untuk dilakukan test dan hasilnya negatif. Baru pihak rumah sakit bisa melakukan pemasangan infus dan tindakan berikutnya.
"Makanya pasien baru bisa masuk jam 12. Baru ditangani. Jadi apa yang dikatakan keluarga pasien betul semua, namun ada waktu perundingan yang cukup lama sehingga penanganan lanjutan jadi terjeda," ujar Prima.
Prima menjelaskan, RSUD Kepulauan Meranti memiliki Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam penanganan pasien. Hanya saja perundingan keluarga tidak masuk di dalamnya.
Dari penjelasan tersebut, Prima menilai bahwa tuduhan dari Herman Alwi sama sekali tidak benar dan tidak tepat.
Prima juga menilai, kemungkinan sempat terjadi sedikit perdebatan antara keluarga pasien dan dokter. Karena Herman sempat menuding ada dokter yang suaranya meninggi kepada keluarga pasien.
"Karena sempat tidak mau di antigen, kemungkinan sempat tersulut emosinya. Keluarga menilai anaknya baik-baik saja tapi kenapa harus di antigen," kata Prima.
Prima juga memastikan tidak ada perbedaan pelayanan bagi pasien yang satu dengan lainnya di RSUD Kepulauan Meranti seperti yang dituding oleh Herman.
"Kami menyayangkan secepat itu melaporkan ke Polisi. Jika ada pelayanan yang tidak memuaskan, bisa disampaikan ke rumah sakit. Kritik sarannya kan ada atau temui pihak manajemen juga bisa. Kami sangat terbuka dengan hal itu dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan yang lebih maksimal," tuturnya.
Meski demikian, pihak RSUD tetap menempuh jalur mediasi kepada pihak pelapor terkait peristiwa ini.
"Rencana kita mau lakukan mediasi dengan Pak Herman. Tergantung dari Pak Hermannya nanti bagaimana," pungkas Prima. (R-03)