Waduh! Rupiah Terus Melemah 6 Hari Beruntun, Apa Penyebabnya?
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Mata uang rupiah kembali melemah dalam enam hari beruntun ini melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (21/11/2022), melanjutkan kinerja negatif sejak pekan lalu.
Rupiah sebenarnya membuka perdagangan dengan menguat 0,3% ke Rp 15.680/US$, melansir data Refinitiv. Tetapi tidak lama, rupiah berbalik melemah 0,19% ke Rp 15.715/US$, sebelum mengakhiri perdagangan di Rp 15.710/US$, melemah 0,16% di pasar spot.
Pelaku pasar pada pekan depan akan menanti komentar-komentar dari pejabat elit The Fed.
Tingkat pengangguran di AS sudah mengalami kenaikan, dan inflasi menurun. Beberapa pejabat The Fed sudah mengungkapkan kemungkinan laju kenaikan suku bunga akan dikendurkan.
Namun, ada juga yang masih bersikap hawkish. Presiden The Fed wilayah St. Louis, James Bullard, misalnya yang menyebut kenaikan suku bunga sejauh ini hanya memberikan dampak yang terbatas pada inflasi.
Pasar kembali menebak-nebak, apakah The Fed masih akan terus agresif atau mulai mengendur. Hal ini membuat rupiah sulit menguat, padahal ada kabar baik dari dalam negeri, investor asing mulai masuk lagi ke obligasi Indonesia melalui pasar sekunder.
Pada pekan lalu, Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun mengalami penguatan signifikan, yield-nya turun sebesar 15,7 basis poin menjadi 7,045%.
Yield SBN sudah turun dalam 3 pekan beruntun. Artinya SBN mulai menarik lagi bagi investor, khususnya asing. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, sepanjang bulan ini hingga 15 November, investor asing melakukan pembelian SBN di pasar sekunder senilai Rp 8,8 triliun.
Hal itu tentunya menjadi kabar baik, sebab sejak awal tahun ini terjadi aksi jual yang sangat masif.
Aksi beli tersebut belum berdampak, rupiah sepanjang pekan lalu tidak mampu menguat melawan dolar AS, pelemahannya tercatat sebesar 1,26%. Padahal, Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7 days reverse repo rate sebesar50 menjadi 5,25%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (17/11/2022).
Adapun suku bunga deposit facility menjadi 4,5% dan suku bunga lending facility sebesar menjadi 6%.
Tekanan bagi rupiah terjadi akibat tirisnya pasokan valuta asing di dalam negeri, khususnya dolar AS.
Masalah kelangkaan dolar AS ini juga diungkapkan langsung oleh Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti dalam pengumuman hasil RDG hari ini.
"Apa yang terjadi di global saat ini memang dolar shortage, dalam kondisi di mana fed fund rate terus mengalami peningkatan kemudian bond yield-nya tingginya sehingga mendorong arus balik dari US$ dollar dari beberapa negara emerging market termasuk Indonesia," kata Destry.
Salah satu penyebab devisa tersebut tidak berada di dalam negeri yakni suku bunga valas yang kurang kompetitif. Eksportir pun lebih memilih menempatkan dolar-nya di luar negeri.
Destry juga mengakui devisa tersebut banyak yang parkir di luar negeri. (R-03)