Pastor Cabul Nodai Gadis-gadis Yatim Piatu di Panti Asuhan, Dulunya Berada di Indonesia
SabangMerauke News, Timor Leste - Seorang pastor asal Amerika Serikat yang dipecat karena melakukan pelecehan seksual terhadap gadis-gadis yatim-piatu asuhannya di Timor Leste, divonis penjara 12 tahun.
Diberitakan AP pada Jumat (24/12/2021), kasus tersebut adalah kejadian pertama di negara yang pernah bergabung dengan Indonesia itu.
Richard Daschbach yang berusia 84 tahun diketahui telah menghabiskan puluhan tahun sebagai misionaris di daerah terpencil bernama Oecusse.
Pastor tersebut menghadapi tuntutan pelecehan seksual terhadap anak, pornografi anak, dan kekerasan dalam rumah tangga.
Persidangan sebenarnya sudah dimulai sejak Februari, namun ditunda beberapa kali sebelum sampai pada kesimpulan pada bulan lalu.
Selama proses persidangan, para korban mengadu soal ancaman dan serangan secara daring. Daschbach memiliki pendukung kuat dari beberapa pihak, termasuk mantan presiden Timor Leste, Xanana Gusmao. Gusmao datang ke persidangan pada Selasa (21/12/2021).
Timor Timur merupakan negara dengan penduduk mayoritas Katolik terbanyak di luar Vatican dan Daschbach termasuk orang yang dihormati karena perannya selama perjuangan kemerdekaan negara itu.
Gereja dan pendonor asing yang pernah mendukung Daschbach mengatakan dia mengakui pelecehan tersebut, namun mantan pastor dan pengacaranya beberapa kali menolak berkomentar.
Richard Daschbach diketahui merupakan putra seorang pekerja baja di Pittsburgh dan ditahbiskan pada 1964 oleh Society of the Divine Word di kantor pusatnya, sekitar Chicago, Amerika Serikat.
Dia tiba di tanah Timor beberapa tahun setelah menjadi pastor dan mendirikan tempat penampungan pada dekade '90-an bernama Topu Honis yang bermakna Panduan Kehidupan.
Ratusan anak sempat tinggal di tempat penampungan asuhan Daschbach tersebut. Puluhan anak perempuan mengaku sebagai korban pelecehan, namun hanya sembilan yang terdaftar dalam kasus ini.
AP menyebut pihaknya berbicara dengan lima korban. Mereka mengingat pengalaman mengerikan itu dengan rinci, mengatakan Daschbach menyimpan daftar gadis di pintu kamarnya.
Setiap malam, salah satu dari gadis dalam daftar tersebut diminta duduk di atas pangkuannya, dikelilingi lingkaran anak-anak dan staf yang berdoa serta menyanyikan lagu sebelum tidur.
Para korban mengatakan gadis yang diminta duduk di atas pangkuan Daschbach bakal tidur dengan pria tua itu malam tersebut. Pada malam itu, gadis tersebut akan mengalami berbagai pelecehan seksual, mulai dari oral seks hingga pemerkosaan.
Bahkan, disebutkan para korban, kadang melibatkan anak-anak lainnya pula. Para korban ini tidak menyebutkan identitas mereka karena takut mendapatkan balasan dari pihak pendukung Daschbach.
Kuasa hukum pelaku, Miguel Feria, mengaku kecewa dengan keputusan pengadilan dan berencana banding dengan putusan tiga hakim itu.
"Bukti yang diberikan oleh kepala panti asuhan dan mantan siswa yang tinggal di panti asuhan diabaikan oleh pengadilan," kata Feria kepada media.
Fedia menuding sejumlah penuduh mengubah pernyataan mereka setelah dibawa ke Dili. Para penuduh yang merupakan korban ini sebelumnya membuat pernyataan kepada pihak berwajib di Oecusse, namun pengadilan hanya mempertimbangkan pernyataan baru.
"Kami tidak bisa menerima ini dan akan mengajukan banding," kata Feria.
Ketika Pengadilan menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara kepada Daschbach, para pendukungnya menangis dan berteriak. Mereka termasuk beberapa anak yang dibawa oleh Gusmao dari Dili.
Sejumlah orang dari perkampungan miskin amat menghormati Daschbach karena percaya pria itu memiliki kekuatan khusus dan telah menjadi korban konspirasi.
Sementara itu, JU,S Jurídico Social yang merupakan kelompok pengacara hak asasi manusia yang mewakili para korban merilis pernyataan pada Selasa (21/12/2021).
Mereka memuji keputusan pengadilan namun mempertimbangkan untuk banding dan menilai hukuman untuk Daschbach mestinya lebih keras. Menurut hukum, Daschbach menerima ancaman dua kali lebih berat dari putusan hakim.
"Sejarah yang terukir hari ini adalah sejarah pahit bagi seluruh bangsa ini. Anak-anak kita menjadi target kriminal mengerikan untuk waktu yang lama karena kita, sebagai masyarakat, dibutakan akan kepercayaan bahwa seorang figur seperti terdakwa dalam kasus ini dinilai tidak akan mungkin melakukan aksi kriminal pada anak-anak," kata mereka. (*)