Kasus Mutilasi 4 Warga Papua, Jenderal Andika Minta 6 Anggota TNI Dihukum Maksimal
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Panglima TNI Jenderal Andika meminta enam anggota TNI itu dihukum maksimal. Pasalnya, enam anggota TNI ditetapkan sebagai tersangka karena terlibat kasus pembunuhan dan mutilasi 4 warga sipil di Jayapura, Papua.
Hal itu disampaikan Andika saat melakukan rapat rutin bersama tim hukum TNI yang ditayangkan melalui YouTube. Awalnya Andika menerima laporan dari Dirbindik Puspomad Kolonel Cpm Abidin mengenai jumlah tersangka.
"Untuk tersangka kami sudah tetapkan ada 10 tersangka. Untuk berkas perkara ini kami sudah limpahkan ke Odmilti 4 Makasar," kata Abidin, Minggu (20/11/2022).
Andika kemudian bertanya siapa tersangka yang sebelumnya pernah melakukan mutilasi.
"Terus yang katanya sudah pernah melakukan mutilasi sebelumnya siapa?" tanya Andika.
"Pratu Rahmat, sudah masuk Bapak, sudah berlapis beberapa berkas," jawab Abidin.
Andika lalu bertanya total jumlah tersangka secara keseluruhan. Andika meminta agar keenam tersangka yang merupakan anggota TNI diberi hukuman maksimal.
"Berarti itu yang lain nanti maksimal itu, seumur hidup, untuk tersangka berapa berarti 10 orang," ujar Andika.
"Siap, 10 orang, Bapak," kata Abidin.
Andika lantas meminta sumber senjata dari salah satu tersangka ditelusuri.
"Masih ada yang belum ketemu, yaitu sumber senjata dari Margono, oke itu masih harus dicari terus," jelasnya.
Laporan juga disampaikan oleh Danpuspomad Letjen Chandra Sukotjo. Chandra mengatakan enam tersangka dari TNI sudah diamankan di Pomdam. Dalam perkara tersebut, Chandra menyampaikan inisiasi dilakukan oleh anggota TNI berpangkat mayor.
"Inisiasi pertama itu memang datang dari Mayor Hermanto kemudian 6 tersangka saat ini sudah kami amankan semua. Tiga pertama kemudian tiga kedua sudah kami amankan ke Pomdam, jadi dia tidak berada di Subdenpom Timika. Dan Brigif sangat kooperatif," ucapnya.
Chandra menyampaikan saat ini Puspomad tengah mencari tahu jaringan-jaringan lainnya yang terlibat dalam kasus tersebut. Sebab, masih ada dugaan adanya jual beli amunisi yang dijadikan ladang bisnis.
"Dan kami tekankan terus membongkar jaringan-jaringan. Yang kami katakan jaringan nanti disampaikan ke Bapak karena berkasnya kami tidak puas dengan hasil bahwa senjata-senjata ini bukan menjadi ladang bisnis, seperti Panglima bilang tadi kemungkinan ada jual amunisi kemudian senjata ini menjadi atensi kami," imbuhnya.
Pelaku Kasus Mutilasi Papua: 6 TNI-4 Sipil
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menyebutkan pelaku mutilasi di Papua tersebut berjumlah 10 orang. Enam pelaku adalah anggota TNI, sedangkan empat lainnya warga sipil biasa.
"Enam orang pelaku anggota TNI dan tiga orang pelaku sipil, jadi kan ada 10 ya. Enam anggota TNI dan tiga warga sipil," ungkap Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dalam jumpa pers di kantor Komnas HAM, Selasa (20/9).
Komnas HAM menduga pelaku mutilasi empat warga sipil di Mimika, Papua, sudah berpengalaman. Hal itu tersebut lantaran pelaku memutilasi lebih dari satu korban di waktu yang bersamaan.
"Pilihan tindakan mutilasi, apalagi korbannya di saat yang sama lebih dari satu, itu biasanya menunjukkan karakter pelaku yang sudah punya pengalaman terhadap tindakan mutilasi sebelumnya," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, Rabu (21/9).
Kasus Berawal dari Transaksi Senjata Api
Polisi mengungkap pembunuhan sadis ini bermula dari transaksi senjata api antara korban dan pelaku. Kelompok pelaku dan korban kemudian bertemu di sebuah tanah kosong di Jalan Budi Utomo, Mimika.
"Memang para pelaku ini kan dia membuat skenario untuk melakukan transaksi senjata api dengan para korban," ujar Kapolres Mimika AKBP I Gede Putra, Minggu (4/9).
Menurut Putra, korban menganiaya pelaku karena ternyata senjata api yang dijual tersebut palsu. Penganiayaan tersebut membuat korban dibunuh.
"Di situ sampai dibunuh lah para korban di situ," katanya. (R-03)