Koalisi Lingkungan Ungkap Temuan Kondisi 14 Perusahaan di Riau yang Izinnya Dicabut Menteri Siti Nurbaya Januari Lalu, Ini Hasil Investigasinya
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Sejumlah organisasi non pemerintah (NGO) merilis temuan pemantauan terhadap kondisi 14 perusahaan sektor kehutanan dan perkebunan kelapa sawit di Riau. Keempat belas perusahaan itu sebelumnya telah dicabut izin kehutanannya oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Siti Nurbaya berlaku efektif sejak 5 Januari 2022 lalu.
Berdasarkan catatan SabangMerauke News, ada sebanyak 28 perusahaan di Riau yang telah dicabut oleh Menteri Siti Nurbaya. Pengumuman pencabutan izin tersebut awal tahun lalu disampaikan langsung oleh Presiden Jokowi di Istana Negara. Pencabutan izin perusahaan kala itu disebut-sebut sebagai kebijakan massif penarikan paksa lahan dan kawasan hutan yang ditelantarkan dan disalahgunakan oleh sejumlah pemegang izin.
BACA JUGA: Efek Jokowi 'Ngamuk': Menteri LHK Evaluasi Total Izin 11 Perusahaan di Riau, Ini Daftar Lengkapnya!
Lantas, bagaimana temuan Koalisi NGO tersebut?
Dalam laporannya, koalisi ini beranggotakan LSM tersebar di sejumlah provinsi. Yakni Eyes on Forest, Jikalahari, Walhi Jambi, Walhi Sumsel, Walhi Kalteng, Walhi Kaltim, Point Kalimantan dan Perkumpulan Bantuan Hukum Walabi Papua. Laporan Koalisi dirilis pada awal pekan kemarin.
Dokumen tersebut dalam sampul depannya diberi judul "Pasca Pencabutan Izin dan Evaluasi Izin Korporasi: Pemerintah Segera Lakukan Penegakan Hukum, Pemulihan Lingkungan dan Kembalikan Lahan kepada Masyarakat'.
Total ada sebanyak 23 perusahaan HTI maupun kelapa sawit dipantau usai izinnya dicabut oleh Menteri Siti Nurbaya. Sebanyak 14 di antaranya berada di Provinsi Riau.
BACA JUGA: Menteri BKPM Cuma Cabut Izin 2 Perusahaan Kehutanan di Riau, Ada Perusahaan Pemasok Kayu ke RAPP
Adapun ke-14 perusahaan tersebut yakni PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Bukit Raya Pelalawan, PT Sari Hijau Mutiara dan PT Rimba Rokan Lestari. Keempatnya oleh Koalisi disebut terafiliasi dengan APRIL Grup.
Selain itu juga PT Rimba Seraya Utama (Panca Eka), PT Gandaerah Hendana (Samsung) PT Dutapalma Nusantara I serta PT Dutapalma Nusantara II yang merupakan afiliasi Darmex Agro.
Juga PT Trisetia Usaha Mandiri, PT Siak Seraya, PT Darmali Jaya Lestari, PT Dharma Wungu Guna, PT Udayana Lohjinawi dan PT Jatim Jaya Perkasa (Samsung).
Koalisi menyebutkan metode pemantauan yang dilakukan yakni berupa pengumpulan bukti visual foto maupun video yang dilengkapi dengan posisi koordinat geografis objek. Kemudian juga melalui pengumpulan data lapangan, dokumen tertulis serta hasil wawancara dan hasil investigasi.
Berikut hasil temuan investigasi Koalisi:
1. PT Rimba Rokan Lestari
PT Rimba Rokan LestariPT Rimba Rokan Lestari (RRL) berdiri pada tahun 1994 berdasarkan Akta Nomor 51 tanggal 22 november 1994 tentang pendirian Perusahaan PT RRL yang dibuat dihadapan Syawal Sultan, SH, Notaris di Pekanbaru, yang kemudian disahkan oleh Menteri Kehakiman dengan Keputusan No. C2-9316.HT.01.01.TH.95 tanggal 31 juli 1995.
Pada 19 Desember 1997, Menteri Kehutanan mencadangkan areal seluas 23.920 hektar untuk penguasaann hutan tanaman industri (HTI). Kemudian pada 19 Desember 1997, Direktur Jendral Inventarisasi dan Tata Guna Hutan menerbitkan peta areal kerja hak penguasaan HTI PT RRL seluas 14.875 hektar berdasarkan surat No.1081/A/VII/-4/97.
Lalu pada Februari 1998, melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor: 262/kpts/II/1998 Menteri Kehutanan memberikan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) seluas 14.875 ha.
PT RRL merupakan salah satu anak grup APRIL, sejak mendapatkan izin mendapat penolakan dari masyarakat karena merampas kebun kelapa dan karet masyarakat. 4PT RRL merupakan salah satu korporasi yang dicabut oleh Pemerintah melalui KLHK SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan.
Di lapangan tim menemukan:
1. Kebun Sawit milik masyarakat di dalam areal PT RRL blok I dan II.
2. Hutan alam yang belum ditebang di dalam areal PT RRL blok I dan II
3. Mes tempat tinggal karyawan PT RRL yang sudah lama ditinggkalkan.
4. Akasia yang ditanam PT RRL
5. Rumah warga di dalam konsesi PT RRL
2. PT Rimba Seraya Utama
PT Rimba Seraya Utama (RSU) mendapatkan izin IUPHHK-HT bersadarkan SK 599/Kpts-II/1996 tanggal 16 september 1996 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HP HTI) Pola Transmigrasi (Trans) atas areal Hutan seluas 12.600 Hektar (Ha) di Kabupaten Kampar.
PT RSU merupakan salah satu korporasi yang dicabut oleh Pemerintah melalui KLHK sesuai SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan.
Dari informasi yang didapat, PT RSU melalui direkturnya Roy Chandra, mendirikan perusahaan baru bernama PT Agro Abadi yang dipimpin oleh Ir Delta untuk menanam sawit di areal PT RSU.
PT Agro Abadi telah menanam sawit di areal PT RSU sejak 2004, sebelum PT RSU dicabut oleh Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dalam Keputusan Menteri LHK No. SK.01/MENLHK/ SETJEN/KUM.1/1/2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan.
Di lapangan tim menemukan:
1. PT RSU sudah tidak aktif lagi.
2. Areal izin PT RSU dikuasai oleh PT Agro Abadi.
3. PT Agro Abadi memutus akses di areal PT RSU.
4. Sebagian eks PT RSU dikelola oleh masyarakat dan koperasi
3. PT Merbau Pelalawan Lestari
PT Merbau Pelalawan Lestari (MPL) mendapatkan izin IUPHHK-HTI dari Menteri Kehutanan MS Kaban Nomor: SK.69/Menhut-II/2007 seluas 5.752,42 hektar yang berada di Kecamatan Ukui dan Kecamatan 5Kerumutan, Kabupaten Pelalawan.
PT MPL merupakan anak perusahaan APRIL Grup milik Sukanto Tanoto. Pada 2016, Majelis Hakim Mahkamah Agung menghukum PT MPL membayar denda sebear Rp 16,2 triliun. PT MPL terbukti bersalah melakukan penebangan hutan di luar Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Tanaman (IUPHHK-HT).
PT MPL merupakan salah satu korporasi yang dicabut oleh Pemerintah melalui KLHK SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan.
Di lapangan tim menemukan:
1. Tidak ada aktivitas di areal konsesi PT MPL
2. Pos Security dan Tower Pemantau Api milik PT MPL yang sudah tidak aktif lagi
3. Akasia yang sudah berumur lebih 7 tahun yang tidak dipanen
4. Kanal yang sudah rusak
4. PT Gandaerah Hendana
PT Gandaerah Hendana (GH) merupakan grup Samsung yang berasal dari Korea Selatan. Berdasarkan SK No. 93/HGU/BPN/97 PT Gandaerah Hendana memiliki luas lahan 14.199,06 hektar.
PT GH berdiri sejak 14 Agustus 1988. Berkegiatan dalam budidaya kelapa sawit dan pengolahan hasilnya, di Pelalawan dan Indragiri Hulu. Untuk Pelalawan, arealnya terhampar di Desa Kerumutan dan Ukui II. Adapun untuk Indragiri Hulu, terletak di Desa Redang Seko, Banjar Balam, Seko Lubuk Tigo (Seluti) serta Lubuk Sari V.
PT GH memiliki dasar perizinan yaitu, Izin Pelepasan Kawasan Hutan berdasarkan Surat Menteri Kehutanan RI No: 806/Kpts-II/1993, pada 30 November 1993 seluas 14.000 hektar.
Izin Lokasi berdasarkan Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Indragiri Hulu No. 3 tahun 1994, pada 5 Mei 1994 tentang Pemberian Izin Lokasi untuk keperluan perkebunan seluas 6.500 hektar.Izin Lokasi berdasarkan Keputusan kepala Kantor Pertanahan Kampar No: Kpts.04/Kp/IV/1994, pada 16 April 1994 tentang Pemberian Izin Lokasi untuk perkebunan Kelapa Sawit dan karet seluas 7.500 hektar.
Selanjutnya Surat kantor wilayah Departemen kehutanan Provinsi Riau No: 2741/CM.8/95, pada 13 Agustus 1995 perihal Keterangan Lokasi 6Perkebunan PT GH, kemudian PT GH mengurus beberapa Sertifikat HGU dengan luasan seluruhnya 14.387 hektar.
Di lapangan tim menemukan:
1. Kebun sawit yang berlokasi di dekat Afdeling 1 masuk dari desa Beringin makmur yang diindikasi terjadinya perluasaan lahan PT GH
2. Sawit yang baru ditanam di areal yang berbatasan langsung dengan PT. Merbau Pelalawan Lestari.
3. Kebun sawit milik PT GH yang berada di luar izin dan berada di kawasan hutan.
5. PT Dutapalma Nusantara
PT Duta Palma Nusantara merupakan salah satu perusahaan yang berkedudukan di Kabupaten Kuantan Singingi, bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit. Perusahaan ini didirikan sesuai dengan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) No. 1365/09-05/PB/IX/94 yang dikeluarkan oleh Kantor Wilayah perdagangan Pekanbaru.
Sedangkan di Kabupaten Kuantan Singingi PT. Duta Palma Nusantara terdaftar pada kantor perdagangan Wilayah Provinsi Riau No.05121200152, dimana PT DPN memiliki dua izin HGU di Kabupaten Kuansing.
Kebun pertama izin lokasinya diterbitkan pada tanggal 11 November 1987 dengan luas 10.000 hektar.PT DPN mendapatkan izin usaha perkebunan (IUP) dan PPUP pada kebun pertama pada 24 Mei 1988.
Dan pada 2 Mei 1988 izin HGU keluar dengan luas 11.260 hektar dan dengan realiasi tanam seluas 12.069 hektar. Pada 21 November 1994 PT DPN kembali mendapatkan izin lokasi dengan luas 2.356 hektar. Dan mendapatkan IUP/PPUP pada 26 April 1995 dengan luas 3.000 hektar.Pada 30 Mei 1997 perusahaan ini mendapatkan izin HGU kedua dengan luas 2.997 hektar.
Ada dua izin HGU yang didapat PT DPN. PT DPN merupakan salah satu yang dicabut oleh KLHK. Sejauh ini pihak PT DPN belum ada memberi keterangan resmi terkait pencabutan izin dari pemerintah pusat.
Di lapangan tim menemukan:
1. PT DPN masih beraktifitas di areal izin yang dicabut KLHK.
2. PT DPN menanam sawit di luar izin, berumur lebih 10 tahun.
3. PT DPN memutus akses masyarakat yang melewati konsesi PT DPM.
4. PT DPN berkonflik dengan masyarakat Siberakun dengan.
6. PT Bukit Raya Pelalawan
PT Bukit Raya Pelalawan merupakan anak perusahaan dari grup APRIL. PT Bukit Raya Pelalawan pada awalnya memiliki perizinan berupa Hutan Tanaman Industri (HTI) yang diterbitkan oleh Bupati Pelalawan berdasarkan SK 522.21/IUPHHKHT/XII/2002/003, tanggal 16 Desember 2002. Pada saat itu, Perizinan PT BRP ini termasuk salah satu dari 23 perizinan HTI yang diterbitkan oleh Bupati Pelalawan T Azmun Jakfar, dan sempat menuai kontroversi.
Perizinan yang dikeluarkan oleh Bupati Pelalawan ini diduga kuat bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan, Tanggal 8 Juni 2002, karena Gubernur dan Bupati/ Walikota tidak memilki kewenangan untuk mengeluarkan izin IUPHHK-HT/HTI.
Hal ini ditegaskan dalam PP 34/2002 Pasal 42 bahwa “Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam atau izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman diberikan oleh Menteri berdasarkan rekomendasi Bupati atau Walikota dan Gubernur”.
Hingga kemudian pada tahun 2007, perizinan PT Bukit Raya Pelalawan diperbaharui berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK) Nomor 70/Menhut-II/2007. PT Bukit Raya Pelalawan berlokasi di Kabupaten Pelalawan, Kecamatan Kerumutan dan termasuk di wilayah administrasi Desa Lubuk Besar, Pangkalan Panduk.
Terdapat sekitar 5 desa di sekitar konsesi PT Bukit Raya Pelalawan, namun belum diketahui apakah masyarakat desa setempat menggunakan areal konsesi PT Bukit Raya Pelalawan sebagai areal pengembangan pertanian.
Di lapangan, tim menemukan:
1. Kebun sawit, diduga milik 6 orang pemodal, dengan total penguasaan areal seluas 662 hektar. Umur tanaman sawit diperkirakan telah mencapai usia 12 tahun.
2. Terdapat pula bibit sawit milik cukong berinisial U yang mengindikasikan ada area yang sedang dilakukan penanaman.
7. PT Sari Hijau Mutiara
PT Sari Hijau Mutiara (SHM) merupakan anak perusahaan grup APRIL/RGE yang bergerak di industri kayu pertukangan dan plywood. PT Sari Hijau Mutiara mengantongi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) seluas 20.000 hektar pada tanggal 28 Oktober 2008 berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 378/MENHUT-II/2008.
Sebelum mendapat izin HTI, perusahaan ini mendapatkan rekomendasi pembangunan HTI dari Gubernur Riau pada tahun 2000 dan izin prinsip Menhut pada 1998. Secara administratif, PT Sari Hijau Mutiara terletak di Desa Kemuning, Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir.
Penerbitan IUPHHK-HTI PT Sari Hijau Mutiara tersebut nyatanya mengundang protes dari masyarakat di beberapa desa di Kecamatan Kemuning dan Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir. Pasalnya, areal lahan seluas ±20.000 hektar yang diberikan Menteri kepada perusahaan tersebut terletak di atas lahan perkebunan milik masyarakat, pemukiman masyarakat dan fasilitas publik.
Masyarakat mengelola lahan tersebut sebagai sumber mata pencaharian mereka, dengan menanam Kelapa Sawit, Duku, Duren, dan Karet. Selebihnya dipergunakan untuk pemukiman dan fasilitas publik.
Proses penyelesaian konflik antara masyarakat dan perusahaan ini memakan waktu yang cukup lama, hingga pada tahun 2018, DPRD Indragiri Hilir kemudian melaporkan konflik ini kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan meminta Menteri untuk mencabut izin PT Sari Hijau Mutiara.
Di lapangan, tim menemukan:
1. Pemukiman masyarakat Desa Air Balui, Desa TukJimun, Desa Kemuning Muda, Desa Lubuk Besar dan Talang Jangkang, Kayu Raja.
2. Kebun sawit seluas 2.795 hektar yang diduga merupakan milik 17 orang pemodal, yang mana 6 diantaranya memiliki lahan di atas 100 hektar. Usia sawit diperkirakan 1-12 tahun.
8. PT Darmali Jaya Lestari
PT Darmali Jaya Lestari merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan Data Spasial Kehutanan, PT Darmali Jaya Lestari pertama kali mengantongi izin pelepasan Kawasan hutan seluas 5.551,50 hektar pada tanggal 2 September 1991 berdasarkan SK Nomor 603/KPTS-II/1991.
Kemudian Data BPN tahun 2016 menyebutkan PT Darmali Jaya Lestari baru memperoleh HGU pada tahun 2001 seluas 2.090,7 hektar berdasarkan SK Nomor 30/HGU/BPN/2001 tanggal 11 Desember 2001.
Berdasarkan wilayah administrasi, izin HGU PT Darmali Jaya Lestari masuk ke wilayah Desa Petani, Desa Air Kulim dan Desa Balai Makam, Kecamatan Bathin solapan, Kabupaten Bengkalis.
Pada tahun 2020, warga sempat terjadi sengketa antara warga Desa Kulim dengan pihak perusahaan. Sejumlah pemuka agama di Dessa Air Kulim dilaporkan ke polisi oleh pihak perusahaan karena dituding menyerobot lahan. Pihak pemuka agama kemudian menegaskan bahwa tanah yang mereka milik merupakan hasil pembelian yang sah dari suku Sakai (suku tertua di Riau).
Kasus ini kemudian masuk ke tahap penyidikan di tahun 2020. Wakil Bupati Bengkalis juga turut melakukan mediasi dengan kedua belah pihak untuk penyelesaian masalah ini.
Di lapangan, tim menemukan:
1. Sawit milik PT Darmali Jaya Lestari seluas 941 hektar. Umur sawit bervariasi, mulai dari 1 tahun hingga 27 tahun. Sawitnya berada di APL.
2. Kebun sawit milik Kelompok Tani Mangalo Makam Labora seluas 1.319 hektar di areal HGU PT Darmali Jaya Lestari. Sawitnya berada di APL. Namun, menurut pembina Poktan Mangalo, pihaknya hanya mengelola lahan kebun seluas 151 hektare.
3. Terdapat pula sawit milik masyarakat seluas 55 hektar di areal HGU PT Darmali Jaya Lestari. Sawit berada di Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi dapat dikonversi (HPK)
9. PT Dharma Wungu Guna
PT Dharma Wungu Guna merupakan salah satu anak perusahaan dari grup Wilmar yang didirikan pada tahun 1998. PT Dharma Wungu guna bergerak dalam bidang produksi kelapa sawit yang setiap hari melakukan pengelolahan.
Secara administrasi, PT Dharma Wungu Guna berlokasi di Desa Buluh Cina, Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. 10Dalam data BPN 2016, tercatat bahwa PT Dharma Wungu Guna memiliki izin HGU seluas 1.462 hektar.
Kemudian merujuk pada Buku Data Spasial Kehutanan, PT Dharma Wungu Guna memiliki izin pelepasan kawasan hutan seluas 5.340 hektar berdasarkan SK nomor 697/KPTS-II/1993 yang diterbitkan pada tanggal 30 Oktober 1993.
Di lapangan, tim menemukan:
1. Tidak ada aktifitas yang dilakukan oleh perusahaan.
2. Tanaman sawit milik PT Dharma Wungu Guna seluas 1.462 hektar telah dikelola oleh masyarakat. Sawitnya berada di APL.
3. Kebun sawit milik INT seluas 50 hektar yang berada di Kawasan Hutan Produksi dapat di Konversi (HPK).
4. Kebun sawit milik NN seluas 57 hektar yang berada di Kawasan Hutan Produksi (HP).
10. PT Duta Palma Nusantara II
PT Duta Palma II merupakan afiliasi dari Grup Darmex yang secara administratif berada di Kenegerian Kopah, Kecamatan Kuantan Tengah dan sebagian berada di Desa Siberakun, Kecamatan Benai, Kabupaten Kuantan Singingi.
Dalam buku Data Spasial kehutanan, PT Duta Palma Nusantara II memiliki izin pelepasan Kawasan Hutan seluas 3.025 hektar berdasarkan SK Nomor 645/KPTS-II/1995 tanggal 28 November 1988.
Disebutkan oleh salah satu masyarakat di kenegerian Siberakun, Kuantan Singingi, keberadaan PT Duta Palma telah membuat mereka menderita selama ini. Mereka menyebutkan bahwa wilayah mereka secara tertulis tidak termasuk dalam cakupan HGU PT Duta Palma, tetapi hutan adat mereka, hutan pengembalaan warisan nenek moyang dan kampung mereka habis tak tersisa akibat dirampas oleh pihak perusahaan.
Baru-baru ini, Ketua Pansus Konflik Lahan DPRD Provinsi Riau juga menyatakan bahwa banyak perjanjian dengan masyarakat yang tidak pernah direalisasikan. Maka pansus merekomendasikan kepada gubernur meminta Kementerian ATR/BPN untuk mencabut izin Hak Guna Usaha PT Duta Palma Nusantara.
Di lapangan, tim menemukan:
1. Sawit milik PT Duta Palma Nusantara yang berada di HGU seluas 1.459 hektar. Umur sawit diduga 1-24 tahun.
2. PT Duta Palma Nusantara juga menanam di luar HGU mereka seluas 321 hektar.
3. Terdapat pula tanaman sawit dan karet yang dikelola oleh masyarakat di dalam HGU PT Duta Palma Nusantara II seluas 1.561 hektar.
11. PT Jatim Jaya Perkasa
PT Jatim Jaya Perkasa merupakan afiliasi dari Gama Plantations. PT Jatim Jaya Perkasa terletak pada wilayah administrasi Desa Kubu Darussalam, Desa Padamaran dan Desa Teluk Bano II yang masuk di Kecamatan Bangko dan Kecamatan Perkaitan Kabupaten Rokan Hilir.
Berdasarkan data BPN 2016, PT Jatim Jaya Perkasa memiliki izin HGU seluas 8.806 hektar sesuai dengan SK nomor 07/HGU/BPN/2005.PT Jatim Jaya Perkasa juga mengantongi izin pelepasan Kawasan hutan seluas 20.300 hektar berdasarkan SK nomor 135/KPTS-II/1998 yang terbit pada tanggal 24 Februari 1988.
Pada tahun 2017, masyarakat Padamaran mengajukan gugatan kepada PT Jatim Jaya Perkasa. Masyarakat meminta perusahaan mengembalikan areal Garapan masyarakat yang diklaim oleh pihak perusahaan sebagai areal HGU mereka dan telah ditanami sawit.
Kasus ini sudah terjadi sejak 16 tahun lalu dan masih bergulir hingga kini. Februari 2022, panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau kemudian menggelar rapat terkait konflik ini Bersama masyarakat Desa Pedamaran Kecamatan Pekaitan Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) dan PT Jatim Jaya Perkasa.
Saat ini masyarakat juga sedang menunggu hasil Tim Khusus yang di bentuk Pemkab Rohil terkait penyelesaian tapal batas dn penyelesaian konflik lahan masyarakat dengan PT Jatim berdasarkan SK Bupati Nomor 346/SETDA-TAPEM/2021 tentang pembentukan Tim Penyelesaian Sengketa Masyarakat Dengan PT Jatim Jaya Perkasa tertanggal 27 Juli Tahun 2021.
Di lapangan, tim menemukan:
1. Sawit milik PT Jatim Jaya Perkasa di dalam areal HGU seluas 8.806 hektar.
2. Adanya sawit milik PT Jatim Jaya Perkasa yang ditanam di luar HGU seluas 3.446 hektar dan dikelola oleh Koperasi Seribu Kubah.
12. PT Trisetia Usaha Mandiri
PT Trisetia Usaha Mandiri merupakan satu-satunya perusahaan di wilayah kabupaten Siak yang dicabut izin konsesi kawasan hutannya dalam SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 Tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan.
Secara administratif, perusahaan ini meliputi tiga kecamatan di Kabupaten Siak, yakni Kecamatan Mempura (Desa Kota Ringin), Kecamatan Pusako (Desa Benayah, Dosan, Dusun Pusako, Pebadaran, Perincit, Sungai Berbari, Sungai Limau) dan Kecamatan Sungai Apit (Desa Lalang, Mengkapan, Sei Kayu Ara, Teluk Mesjid, Tanjung Buton, Rawa Mekar Jaya, Sungai Rawa, Penyengat).
Beberapa sumber menyebutkan bahwa perusahaan ini telah menjadi milik PT Makarya Eka Guna karena sahamnya telah dibeli oleh perusahaan tersebut. Berdasarkan data BPN, PT Trisetia Usaha Mandiri memiliki HGU seluas lebih kurang 10.000 hektar berdasarkan SK nomor 55/HGU/BPN/2000 tanggal 29 November 2000.
Perusahaan ini juga memiliki izin pelepasan Kawasan hutan yang cukup luas yakni 24.755,65 hektar berdasarkan SK 659/KPTS-II/1997 tanggal 8 Oktober 1997.
Pada tahun 2018, seluas 4000 hektar dari areal PT Trisetia Usaha Mandiri telah dijadikan sebagai lokasi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), yang mana pada saat itu sertifikatnya telah diterbitkan dan dibagikan langsung oleh Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Riau. Kini, sebagian areal ini juga telah dimasukkan dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Di lapangan, tim menemukan:
1. Sebagian areal PT Trisetia Usaha Mandiri sudah dikuasai oleh masyarakat untuk dijadikan perkebunan
2. Beberapa lokasi di areal PT Trisetia Usaha mandiri juga dijadikan untuk pengembangan bisnis TORA.
3. Terdapat tanaman akasia seluas 1.046 hektar yang dikuasai oleh PT Arara Abadi.
4. Selain PT Arara Abadi, seluas 3.876 hektar sawit di areal izin PT Trisetia Usaha Mandiri dikuasai oleh 5 koperasi dan 4 cukong/pemodal.
5. Seluas 2.154 hektar akasia dikuasai oleh pengguna lahan berinisial NI, yang berada di Kawasan Hutan Produksi.
13. PT Udayana Lohjinawi
PT Udayana Lohjinawi merupakan perusahaan di bidang kelapa sawit yang memiliki kebun di Desa Sarosah dan Desa Petapahan, Kecamatan Gunung Toar, Kabupaten Kuantan Singingi. Namun berdasarkan informasi dari masyarakat, seluruh perkebunan berada di Desa Sarosah, sedangkan Desa Petapahan hanya sebagai tempat pembibitan.
Berdasarkan SK Nomor 441/KPTS-II/1998 tanggal 07 Mei 1998, PT Udayana Lohjinawi memiliki izin pelepasan Kawasan seluas 10.880,5 hektar. Sedangkan dari data BPN 2016, PT Udaya Lohjinawi juga memiliki izin HGU seluas 2000 hektar.
Selain itu, perusahaan ini memiliki perizinan penanaman modal nomor 1275/1/IP/PMA/2016 dan nomor teknis ijin yang dimiliki yaitu 8120017031268.
Di lapangan, tim menemukan:
1. Seluas 1.217 hektar PT Udayana Lohjinawi telah ditanami oleh sawit yang diperkirakan berumur 4-23 tahun. Sawitnya berada di APL.
2. Ditemukan tapal batas antara milik masyarakat dengan PT Udayana Lohjinawi berupa parit gajah dan beberapa patok.
14. PT Siak Seraya
PT Siak Seraya pertama kali mengantongi izin pelepasan Kawasan pada tanggal 16 Februari 1998 seluas 10.120 hektar berdasarkan SK nomor 88/KPTS-II/1998. Sementara berdasarkan data BPN 2016, PT Siak Seraya memiliki izin HGU seluas 10.224 hektar.
Perusahaan yang merupakan anak perusahaan dari Siak Raya Grup ini memiliki kebun di Kepenghuluan Pematang Botam dan Kepenghuluan Karya Mukti, Kecamatan Rimba Melintang, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.
Di lapangan, tim menemukan:
1. Kebun sawit seluas 1.102 hektar yang didugua dikuasai oleh seorang masyarakat berinisial OP, dua pemodal berinisial A dan SM,
2. Kebun sawit milik PT Rokan Mulya Sejati dan PT Umum. Sebagian berada di APL dan sebagian di Kawasan Hutan Produksi.
3. Pemukiman yang telah dipadati oleh penduduk padat di dalam areal izin PT Siak Seraya. (*)