Buruh di Riau Minta Formulasi Upah Kembali ke Aturan Lama, Kenapa Ya?
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) menuntut dikembalikannya formulasi penghitungan upah sesuai aturan yang lama. Dari aturan baru di Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 ke aturan lama, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015.
Koordinator Wilayah SBSI, Juandi Hutauruk menilai, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 ini cacat hukum lantaran merupakan turunan undang-undang Cipta Kerja yang dinyatakan konstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi.
"Kalau Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 dicabut, maka ini jawaban yang memuaskan kaum buruh. Maka kita kembali mengacu ke Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2018," kata Juandi, Rabu (17/11/2022).
Hal senada juga terjadi di dinamika perumusan upah ditingkat Dewan Pengupahan Nasional. Dimana pihak buruh memandang formulasi Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tidak adil.
Pasalnya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 itu, penentuan upah minimum ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan. Dengan memerhitungkan batas atas dan bawah upah minimum.
Dengan rumusan batas atas adalah rata-rata konsumsi rumah tangga dibagi jumlah tenaga kerja. Sementara batas bawah adalah lima puluh persen dari total batas atas.
Sementara itu, para pengusaha memandang Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 lebih realistis untuk penghitungan upah.
Perbedaaan utama dua regulasi tersebut, pada aturan lama Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015, penetapan upah minimum ditetapkan berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL) dan memperhatikan inflasi. Selain itu juga berdasarkan pertumbuhan ekonomi.
Komponen KHL yang digunakan ada tujuh yang merangkum 60 jenis kebutuhan, yaitu makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, Kesehatan, transportasi serta rekreasi dan tabungan. (R-03)