Heboh Proyek Pipa Minyak Blok Rokan Rp 4,2 Triliun, Mangkrak atau Molor?
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Proyek pipanisasi minyak Blok Rokan di Riau senilai Rp 4,2 triliun bikin heboh. Ini bermula dari pernyataan anggota Komisi VII DPR RI, Muhammad Nasir yang menyebut proyek tersebut mangkrak dan tak dapat difungsikan sampai saat ini.
Politisi Partai Demokrat daerah pemilihan Riau I ini bahkan meminta aparat hukum untuk menelisik salah satu proyek strategis nasional tersebut. Dalam forum rapat Komisi VII DPR yang dihadiri petinggi jajaran Pertamina Hulu, Nasir menelisik ada dugaan ketidakberesan pengerjaan proyek yang dilakukan oleh anak-anak perusahaan Pertamina.
"Saya dengar di Blok Rokan itu ada pekerjaan yang mangkrak. Nilainya Rp 4,2 triliun. Yang begini-begini aparat hukum harusnya turun. Saya minta teman-teman Komisi VII, kita turun cek ke sana. Benar gak ini prosesnya. Bila perlu kita bentuk panitia kerja (panja). Ini harus dibuka sejelas-jelasnya," kata Nasir dalam rapat kerja yang disiarkan oleh channel Youtube Komisi VII DPR RI, pekan lalu.
BERITA TERKAIT: Anggota DPR Sebut Proyek Pipa Minyak Blok Rokan Rp 4,2 Triliun Mangkrak, Minta Aparat Hukum Usut
Megaproyek pipa Blok Rokan ini dimulai pengerjaannya pada 9 September 2020 lalu. Kala itu, pemilik proyek yakni PT Pertamina Gas (Pertagas) yang membentuk kerja sama operasional (KSO) dengan PT Rukun Raharja (RAJA) melakukan seremonial pengelasan pertama (fisrt welding) di Kandis, Siak. PT Rukun Raharja mendapat porsi 25 persen dari nilai proyek sebesar USD 300 juta atau setara Rp 4,2 triliun.
Proyek pipanisasi minyak Blok Rokan dilakukan pada dua koridor. Yakni untuk koridor Utara dari Balam-Bangko-Dumai, sementara koridor Selatan dari Minas-Duri-Dumai. Proyek ini diklaim akan melintasi 5 kabupaten dan 38 desa di Riau. Adapun target pipa yang dipasang adalah sepanjang 367 kilometer.
Dalam pelaksanaanya, dibentuk konsorsium PT PGAS Solution dengan PT Pertamina Patra Drilling Contractor (PDC). Kedua perusahaan tersebut yang menggarap proyek ini.
BERITA TERKAIT: Dirut PT Pertamina Hulu Rokan Dicecar Anggota DPR: Proyek di Blok Rokan Dikuasai BUMN, Tapi yang Kerja Perusahaan Lain Pula!
Nasir menyampaikan pernyataan keras tentang mangkraknya proyek tersebut di hadapan Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Wiko Migantoro dan Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) Jaffee Arizon Suardin.
Sebelum menjabat Dirut PT PHE, Wiko pernah menduduki posisi Direktur Utama PT Pertamina Gas (Pertagas) sejak tahun 2018. Di era Wiko menjabat Dirut Pertagas, proyek ini mulai dikerjakan.
Namun pada Maret 2022 lalu, Wiko Migantoro ditunjuk sebagai Direktur Operasi dan Pengembangan PHE menggantikan Taufik Aditiyawarman. Pada September 2022 lalu, Wiko menduduki posisi orang nomor satu di PT PHE menggeser posisi yang sebelumnya dipegang oleh Budiman Parhusip.
Sayangnya, tidak ada pihak yang memberikan jawaban secara jelas dan komprehensif soal dugaan mangkraknya proyek pipanisasi ini. Dalam rapat tersebut, baik Wiko maupun Jaffee tak memberikan penjelasan dan klarifikasi.
Masalah ini kian tertutup lantaran Komisi VII sepakat meminta penjelasan secara tertulis dari Dirut Wiko dan Jaffee yang jatuh tempo pada hari ini, Rabu (16/11/2022).
Sejumlah pihak telah memberikan keterangan, namun masih bersifat normatif dan terkesan buang badan.
Mantan Direktur Utama PT Patra Drilling Contractor (PDC), Teddyanus Rozarius, enggan memberikan penjelasan ikhwal perjalanan proyek tersebut.
"Mohon maaf saya sudah tidak bekerja di PDC.
Silahkan berhubungan langsung dengan Dirut saat ini dan atau ke tim Corsec (Corporate Secretary). Tentu informasi yang keluar dari sana insyaAllah valid," balas Teddy via pesan WhatsApp, Senin (14/11/2022) lalu.
Sekretaris Perusahaan PDC, Budhi Kristianto saat dikonfirmasi mengaku proyek pipanisasi Blok Rokan tidak ada yang mangkrak. Menurutnya, sebagian pipa sudah dialiri dan sebagian lagi sedang tahap commisioning.
"Sepengetahuan kami tidak ada yg mangkrak. Sebagian pipa sudah dialiri. Sebagian sedang commisioning. Bisa dicek langsung di lapangan atau melalui teman-teman PHR," terang Budhi, Senin lalu via pesan WhatsApp.
Namun, saat ditanya apakah pernyataan anggota DPR Nasir yang menyebut proyek pipanisasi Blok Rokan mangkrak adalah kekeliruan dan tidak benar, Budhi tidak memberikan jawaban yang konkret.
"Silakan dikonfirmasi langsung ke PHR yang lebih berkompeten," jawabnya.
Budhi menyebut PT PDC sebagai anggota konsorsium proyek tersebut telah melaksanakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab perusahaan.
"Sebagai konsorsium, kami telah melaksanakan pekerjaan yang menjadi tanggungjawab kami," jelasnya.
PT PDC adalah anak usaha Pertamina Driling Service Indonesia (PDSI) yang bersama PGAS Solution menjadi konsorsium proyek konstruksi pipanisasi Blok Rokan dalam masa transisi dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) ke PT PHR. PGAS Solution sendiri merupakan anak perusahaan PT Perusahaan Gas Negara (PGAS). Sejak 9 Agustus 2021 lalu, Blok Rokan yang kemudian disebut wilayah kerja (WK) Rokan dikelola secara penuh oleh PT PHR.
Sementara itu, Direktur Teknik dan Pengembangan PT PGAS Solution, Lebinner Sinaga justru terkesan buang badan. Meski PT PGAS Solution adalah merupakan kontraktor pelaksana proyek pipanisasi Blok Rokan, namun ia menyebut pipa tersebut merupakan milik PT Pertagas.
"Kebetulan pemilik pipa Rokan itu adalah bukan kami, itu milik Pertagas. Mohon agar konfirmasinya ke Pertagas saja," terang Lebinner.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman menilai, aneka pernyataan pejabat PDC dan PGAS Solution menimbulkan kerancuan di publik. Ia pun aneh dengan jawaban Direktur Teknik dan Pengembangan PT PGAS Solution, Lebinner Sinaga yang dinilai terkesan buang badan.
"Direktur yang buang badan harusnya dievaluasi oleh direksi PT PGN dan Pertamina Holding sebagai pemegang saham. Sebagai anak perusahaan (PGAS Solution), gak pantas direksinya begitu ," terang Yusri, Selasa (15/11/2022).
Menurut Yusri, sudah pasti proyek pipanisasi minyak Blok Rokan tersebut molor. Karena itu, perusahaan yang menggarap proyek ini harus dikenakan denda penalti.
"Jika tidak kena penalti, maka akan menjadi temuan BPKP," jelasnya.
Menurutnya, pada awalnya target penyelesaian 100 persen proyek selesai pada akhir 2021 lalu. Namun, belakangan Dirut PT PHE Wiko Migantoro menjanjikan akan selesai pada akhir tahun 2022 ini.
"Apa yang disampaikan oleh Dirut PHE (Wiko Migantoro) itu juga masih diragukan apakah bisa diwujudkan. Jika tidak, maka ia seharusnya konsekuen meletakkan jabatannya sebagai Dirut PHE Sub Holding Hulu," tegas Yusri.
Menurutnya, jika pihak PDC menyebut proyek tersebut tidak mangkrak, maka konsekuensinya pernyataan anggota DPR RI Nasir dapat saja disebut menyebar hoaks.
"Oleh sebab itu, ini harus dibuat terang benderang. Mana informasi yang benar supaya publik tidak bingung," kata Yusri.
Redaksi SabangMerauke News telah melacak pembangunan pipanisasi khususnya yang berada di Kilometer 12 Balam, Rokan Hilir. Informasi sementara yang diperoleh, pipa tersebut belum dapat dialiri minyak yang rencananya akan disalurkan ke Dumai.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman mengaku tak kaget dengan pernyataan yang disampaikan oleh anggota Komisi VII DPR Muhammad Nasir soal tudingan proyek pipanisasi minyak Blok Rokan yang mangkrak.
Menurut Yusri, CERI sejak awal sudah mencium ada yang tidak beres dalam pelaksanaan proyek tersebut. Secara khusus, CERI pada dua tahun lalu telah mempersoalkan proses pemilihan mitra investasi 25 persen dari nilai proyek sebesar USD 300 juta (Rp 4,2 triliun) itu.
Ia menyebut, ada ketegangan antara Dirut PT PGN Tbk dengan Dirut PT Pertagas saat itu yang hanya mengundang dua perusahaan mitra, yakni PT Rukun Raharja dan PT Isargas.
Selain itu, kata Yusri, CERI kala itu telah mempersoalkan adanya dugaan ketidakberesan proses penunjukan subkontraktor dari kontraktor EPC yang dilakukan oleh konsorsium PT PGN Solution (PGASOL) dan PT Pertamina Driling Contractor (PDC).
"CERI saat itu telah menginformasikan ada dugaan telah terjadi jual beli proyek oleh subkontraktor yang telah ditunjuk oleh PGASOL dan PDC. Sehingga molornya pekerjaan dari target beroperasi penuh pada awal tahun 2022 menjadi akhir tahun 2022 tidaklah mengherankan, itu pun masih belum pasti apakah ada jaminan 100% bisa komersial," kata Yusri dalam keterangan tertulis diterima SabangMerauke News, Minggu (13/11/2022) lalu.
Proyek itu sendiri menurut Yusri berawal dari penugasan PT Pertamina Holding kepada PT PGN Tbk, kemudian PT PGN Tbk menugasi PT Pertamina Gas (Pertagas).
"Sehingga apa yang kami duga sejak awal ada ketidakberesan saat itu, sekarang tampaknya menjadi fakta. Maka CERI sangat mengharapkan semua aparat penegak hukum, BPK atau BPKP untuk menelisik proyek ini," jelas Yusri.
Yusri juga merasa lucu dengan kondisi yang terjadi di Pertamina saat ini.
"Pernyataan Erick Thohir di awal menjabat Menteri BUMN, bahwa BUMN itu Bukan Badan Usaha Milik Nenek Loe tampaknya sudah menuai hasil nyata di Pertamina. Sebab, semakin hari tampilan strategi pengembangan sumber daya manusia Pertamina semakin lucu dan aneh saja," terang Yusri.
Menurutnya, di semua perusahaan di belahan dunia mana pun, pejabat yang berprestasi baik, itulah yang dipromosikan. Namun, tampaknya menurut Yusri, hal paradoks terjadi di Pertamina.
"Ada yang punya keahliannya di bidang eksplorasi, malah dijadikan Dirut Kilang Pertamina. Demikian juga ada yang ahli di perpipaan tapi gagal mengemban penugasan pemipaan Blok Rokan untuk diselesaikan tepat waktu, tetapi dijadikan sebagai Dirut Subholding Hulu," beber Yusri.
"Jika rekam jejak sebelumnya tidak begitu luar biasa bahkan bermasalah, akan tetapi dipaksakan menduduki jabatan puncak, biasanya hasil yang dituai pasti tak menggembirakan," jelasnya.
Yusri pesimis dan meminta publik tidak berharap banyak Pertamina mampu meningkatkan lifting migasnya jika pola penempatan SDM tersebut tidak dirubah cepat.
"Mungkin saja yang punya backing politik dibanding profesionalitas, akan mendapat posisi jabatan dan akan lebih moncer dibandingkan yang tidak memliki (backing)," pungkas Yusri. (*)