ACT Cuma Salurkan Rp 20 M dari Rp 138 M Dana Ahli Waris Pesawat Jatuh Lion Air JT 610, Sisanya Bayar Gaji dan THR Karyawan
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Empat orang dari yayasan kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyelewengan dana donasi untuk keluarga korban pesawat jatuh Lion Air JT 610.
Kemudian, tiga dari empat tersangka itu jalani sidang agenda bacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa 15 November 2022. Saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) bacakan dakwaan, Ahyudin cs itu ternyata telah menyelewengkan dana sebesar Rp 117 miliar lebih.
Dari dana yang diselewengkan tersebut, Ahyudin cs gunakan uang itu untuk menggaji sejumlah karyawan di Yayasan ACT, pembayaran Koperasi Syariah 212 hingga pelunasan kantor ACT di Menara 165, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Kemudian, pihak Lion Air melalui Boeing sejatinya memberikan dana Boeing Community Investment Fund (BCIF) yang merupakan bantuan filantropis kepada komunitas lokal yang terdampak dari kecelakaan.
Namun, dana tersebut tidak langsung diterima oleh para ahli waris korban, namun diterima oleh organisasi amal, atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban sebesar Rp138 miliar lebih.
Dana itu disebutkan bakal dipakai untuk pembangunan fasilitas pendidikan dan telah disetujui oleh para keluarga ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air.
Namun, ACT hanya menggunakan Rp20 miliar saja untuk pembangunan fasilitas pendidikan dimaksud.
"Berdasarkan laporan Akuntan Independen Atas Penerapan Prosedur Yang Disepakati Bersama Mengenai Penerimaan dan Pengelolaan Dana BCIF BOEING Tahun 2018 sampai dengan 2021 oleh akuntan Gideon Adi Siallagan pada 8 Agustus 2022 ditemukan, dari jumlah uang sebesar Rp 138.546.388.500 dana BCIF yang diterima ACT dari Boeing tersebut yang benar-benar digunakan untuk implementasi kegiatan Boeing hanyalah sejumlah Rp 20.563.857.503," ujar JPU.
Seharusnya, uang yang berjumlah Rp 117 M itu digunakan untuk beberapa pembangunan fasilitas sosial yang telah ditentukan bersama dengan pihak Boeing.
Namun, Ahyudin cs tak menggunakan dana tersebut sesuai dengan permintaannya.
Adapun uang tersebut digunakan untuk pembayaran gaji dan THR Karyawan serta relawan Rp 33 miliar lebih, pembayaran ke PT Agro Wakaf Corpora Rp 14 miliar lebih, pembayaran ke Yayasan Global Qurban Rp11 miliar lebih, pembayaran ke Koperasi Syariah 212 Rp 10 miliar lebih.
Kemudian digunakan untuk membayar ke PT Global Wakaf Corpora Rp8 miliar lebih, tarik tunai individu Rp 7 miliar lebih, pembayaran untuk pengelola Rp6 miliar lebih, pembayaran tunjangan pendidikan Rp 4 miliar lebih, pembayaran ke Yayasan Global Zakat Rp3 miliar lebih.
Pembayaran ke CV Cun Rp 3 miliar lebih, pembayaran program Rp3 miliar lebih, lembayaran ke dana kafalah Rp2,6 miliar, penbelian kantor cabang Rp 1,9 miliar, pembayaran ke PT Trading Wakaf Corpora Rp 1,8 miliar, pembayaran pelunasan lantai 22 Rp1,7 miliar, pembayaran ke Yayasan Global Wakaf Rp 1,1 miliar, pembayaran ke PR Griya Bangun Persada Rp946 juta.
Lalu, Pembayaran ke PT Asia Pelangi Remitmen Rp 188 juta, pembayaran ke Ahyudin Rp125 juta, pembayaran ke Akademi Relawan Indonesia Rp 5 juta lebih, penbayaran lain-lain Rp945 juta lebih, dan tidak teridentifikasi Rp1,1 miliar.
"Bahwa untuk proses pencairan dana di luar implementasi dana Boeing tersebut dilakukan terdakwa Ahyudin selaku President GIP dengan cara memberi instruksi melalui chat/panggilan whatsapp maupun lisan pada Hariyana. Padahal mereka mengetahui dana BCIF tidak boleh digunakan untuk peruntukan lain selain kegiatan implementasi Boeing," kata JPU.
Atas perbuatan menyelewengkan dana tersebut, Ahyudin didakwa melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (R-03)