Terdakwa Investasi Bodong Rp 164 Miliar di Aceh Divonis Bebas, Bagaimana Kasus Fikasa Grup di Pekanbaru?
SabangMerauke News, Banda Aceh - Pasangan suami-istri, Syafrizal dan Siti Hilmi Amirulloh, yang merupakan pemilik investasi bodong Yalsa Boutique dilepaskan dari segala tuntutan. Keduanya kini dikeluarkan dari penjara.
Investasi di Yalsa Boutique bergerak di bidang bisnis pakaian muslim. Dalam bisnis tersebut, reseller direkrut oleh owner dan ditugaskan untuk merekrut anggota baru. Yalsa Boutique disebut memiliki reseller serta member yang tersebar di Aceh, Medan, serta Riau.
Yalsa Boutique mulai menghimpun dana masyarakat sejak Desember 2019 hingga Februari 2021. Mereka tidak mengantongi izin dari OJK.
Syafrizal dan Siti Hilmi dituntut masing-masing 15 tahun penjara terkait kasus dugaan investasi bodong Rp 164 miliar dari 17.800 member.
Divonis Lepas
Sidang putusan keduanya digelar di Pengadilan Negeri Banda Aceh, Rabu (22/12/2021). Keduanya diadili dalam berkas perkara terpisah.
"Intinya perbuatan Terdakwa terbukti tapi bukan masalah pidana (onslag van rechtsvervolging)," kata Humas PN Banda Aceh Sadri, dilansir Detikcom.
Dia mengatakan, meski kedua terdakwa dilepaskan dari tuntutan pidana, korban investasi Yalsa Boutique dapat mengajukan gugatan perdata.
"Secara perdata orang yang dirugikan dapat mengajukan gugatan," ucap Sadri.
Majelis hakim menyatakan Syafrizal dan Siti tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana seperti dakwaan kumulatif kedua. Dalam dakwaan keduanya, jaksa mendakwa Syafrizal dan Siti melanggar Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Meski demikian, hakim menyatakan kedua orang tersebut terbukti bersalah seperti dakwaan kumulatif kesatu alternatif ketiga, yakni melanggar Pasal 372 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Tapi, menurut hakim, perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana.
"Telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kumulatif kesatu alternatif ketiga Pasal 372 KUHPidana dan perbuatan tersebut tidak merupakan suatu tindak pidana," ujar hakim.
"Menyatakan Terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum," sambung hakim.
Jaksa Ajukan Kasasi
Kasi Penuk Kejati Aceh Munawal Hadi mengatakan jaksa akan mengajukan kasasi.
"Terhadap putusan dari majelis hakim tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) akan melakukan upaya hukum yaitu akan melakukan kasasi. Sekarang tim JPU sedang menyiapkan memori kasasinya," kata Munawal Hadi kepada wartawan, Kamis (23/12/2021).
Investasi Bodong Fikasa Grup di Pekanbaru
Sementara, di Pekanbaru sebanyak 10 miliuner mengaku menjadi korban investasi diduga bodong oleh Fikasa Grup. Jumlah kerugian yang dilaporkan mencapai 84,9 miliar lebih. Saat ini, kasusnya sudah naik ke meja hijau di PN Pekanbaru.
Dalam kasus ini ada sebanyak 5 orang terdakwa dari Fikasa Grup. Empat terdakwa disebut sebagai pemilik Fikasa Grup, di mana ada dua dua perusahaan afiliasi Fikasa Grup yang melakukan penghimpunan dana dari masyarakat diduga secara ilegal dengan janji bunga 10-12 persen per tahun. Kedua perusahaan tersebut yakni PT Wahana Bersama Nusantara dan PT Tiara Global Propertindo.
Empat terdakwa yang merupakan Salim Bersaudara yakni Bhakti Salim alias Bhakti yang merupakan Direktur Utama PT Wahana Bersama Nusantara sekaligus juga Direktur Utama PT Tiara Global Propertindo. Terdakwa Agung Salim alias Agung sebagai Komisaris Utama PT Wahana Bersama Nusantara.
Terdakwa ketiga yakni Elly Salim alias Elly selaku Direktur PT Wahana Bersama Nusantara sekaligus Komisaris PT Tiara Global Propertindo. Seorang terdakwa lain dari keluarga Salim yakni Christian Salim selaku Direktur PT Tiara Global Propertindo.
Satu terdakwa lain yakni Mariyati disebut sebagai juru lobi/ marketing yang berperan besar dalam menghimpun dana dari para korbannya.
Jaksa penuntut menjerat keempat terdakwa dengan tiga dakwaan berlapis yakni dakwaan pasal 46 ayat 1 Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas UU nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Adapun ancaman hukumannya yakni sekurang-kurangnya 5 tahun dan paling lama 15 tahun penjara serta denda sekurang-kurangnya Rp 10 miliar dan paling banyak Rp 200 miliar.
Dakwaan kedua yakni pasal 378 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Sementara dakwaan ketiga yakni pasal 372 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana.
Surat dakwaan jaksa penuntut menyebut uang investasi yang dikumpulkan masuk ke dalam sejumlah perusahaan lain yang tergabung dalam Fikasa Grup. Para korban tergiur dengan janji bunga investasi tinggi di atas rata-rata perbankan. (*)