Anggota DPR Sebut Proyek Pipa Minyak Blok Rokan Rp 4,2 Triliun Mangkrak, Minta Aparat Hukum Usut
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI, Muhammad Nasir mengungkap keterangan mengagetkan soal proyek pipanisasi di Blok Rokan. Politisi Partai Demokrat ini menyebut konstruksi pipa yang dibangun dengan anggaran Rp 4,2 triliun itu mangkrak.
"Saya dengar di Blok Rokan itu ada pekerjaan yang mangkrak. Saya minta teman-teman Komisi VII, kita turun cek ke sana. Benar gak ini prosesnya," kata Nasir dalam rapat kerja Komisi VII DPR bersama para petinggi direksi Pertamina Hulu.
Rapat kerja ini ditayangkan dalam channel YouTube Komisi VII DPR RI tiga hari lalu. Rapat tersebut digelar pada Rabu (9/11/2022).
BERITA TERKAIT: Dirut PT Pertamina Hulu Rokan Dicecar Anggota DPR: Proyek di Blok Rokan Dikuasai BUMN, Tapi yang Kerja Perusahaan Lain Pula!
Anggota DPR RI dapil Riau I ini menyebut, proyek pipa senilai Rp 4,2 triliun tersebut sampai saat ini tidak bisa dipakai. Ia menyebut proyek itu dikerjakan oleh anak perusahaan Pertamina bersama perusahaan swasta.
"Ada pekerjaan pipa yang cukup besar Rp 4,2 triliun. Ini pipanya sampai sekarang gak bisa dipakai. Saya minta penjelasannya di sini. Supaya clear. Jangan dibuat main-main," kata Nasir.
Atas dasar itu, Nasir meminta agar aparat penegak hukum meninjau lokasi proyek tersebut.
"Pihak hukum yang begini-begini harus datang, tinjau lokasinya. Jangan dibiarkan," kata Nasir lagi.
Nasir dalam rapat tersebut meminta Direktur PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) Jaffee Arizon Suardin dan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Wiko Migantoro untuk menjelaskan proyek pipanisasi Blok Rokan yang disebutnya mangkrak tersebut. Wiko bulan lalu baru diangkat menjadi Dirut PHE menggantikan Budiman Parhusip.
"Saya minta semua kasus yang mangkrak ini kita buka sejelas-jelasnya. Biar clear. Bila perlu kita bentuk panitia kerja (panja). Karena uangnya cukup besar," tegas Nasir.
Dijawab Secara Tertulis
Dalam rapat kerja Komisi VII DPR tersebut, tidak memberikan jawaban secara konkret atas pertanyaan dan pernyataan dari para anggota Dewan. Dirut Wiko Migantoro hanya memberikan jawaban secara normatif.
Rapat Komisi VII dalam kesimpulannya memutuskan agar jajaran Dirut PT PHE, Dirut PT PHR dan Dirut PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) memberikan jawaban secara tertulis pada 16 November mendatang.
"Jadi jawaban secara tertulis paling lambat diterima Komisi VII pada 16 November mendatang. Seminggu setelah rapat ini," kata pimpinan rapat, Ridwan Hisjam.
CERI Sebut Pertamina Makin Lucu
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman mengaku tak kaget dengan pernyataan yang disampaikan oleh anggota Komisi VII DPR Muhammad Nasir soal tudingan proyek pipanisasi minyak Blok Rokan yang mangkrak.
Menurut Yusri, CERI sejak awal sudah mencium ada yang tidak beres dalam pelaksanaan proyek tersebut. Secara khusus, CERI pada dua tahun lalu telah mempersoalkan proses pemilihan mitra investasi 25 persen dari nilai proyek sebesar USD 300 juta (Rp 4,2 triliun) itu.
Ia menyebut, ada ketegangan antara Dirut PT PGN Tbk dengan Dirut PT Pertagas saat itu yang hanya mengundang dua perusahaan mitra, yakni PT Rukun Raharja dan PT Isargas.
Selain itu, kata Yusri, CERI kala itu telah mempersoalkan adanya dugaan ketidakberesan proses penunjukan subkontraktor dari kontraktor EPC yang dilakukan oleh konsorsium PT PGN Solution (PGASOL) dan PT Pertamina Driling Contractor (PDC).
"CERI saat itu telah menginformasikan ada dugaan telah terjadi jual beli proyek oleh subkontraktor yang telah ditunjuk oleh PGASOL dan PDC. Sehingga molornya pekerjaan dari target beroperasi penuh pada awal tahun 2022 menjadi akhir tahun 2022 tidaklah mengherankan, itu pun masih belum pasti apakah ada jaminan 100% bisa komersial," kata Yusri dalam keterangan tertulis diterima SabangMerauke News, Minggu (13/11/2022).
Menurut Yusri, proyek pipanisasi minyak Blok Rokan dilakukan pada dua koridor. Yakni untuk koridor Utara dari Balam-Bangko-Dumai, sementara koridor Selatan dari Minas-Duri-Dumai.
Proyek itu sendiri menurut Yusri berawal dari penugasan PT Pertamina Holding kepada PT PGN Tbk, kemudian PT PGN Tbk menugasi PT Pertamina Gas (Pertagas).
"Sehingga apa yang kami duga sejak awal ada ketidakberesan saat itu, sekarang tampaknya menjadi fakta. Maka CERI sangat mengharapkan semua aparat penegak hukum, BPK atau BPKP untuk menelisik proyek ini," jelas Yusri.
Yusri juga merasa lucu dengan kondisi yang terjadi di Pertamina saat ini.
"Pernyataan Erick Thohir di awal menjabat Menteri BUMN, bahwa BUMN itu Bukan Badan Usaha Milik Nenek Loe tampaknya sudah menuai hasil nyata di Pertamina. Sebab, semakin hari tampilan strategi pengembangan sumber daya manusia Pertamina semakin lucu dan aneh saja," terang Yusri.
Menurutnya, di semua perusahaan di belahan dunia mana pun, pejabat yang berprestasi baik, itulah yang dipromosikan. Namun, tampaknya menurut Yusri, hal paradoks terjadi di Pertamina.
"Ada yang punya keahliannya di bidang eksplorasi, malah dijadikan Dirut Kilang Pertamina. Demikian juga ada yang ahli di perpipaan tapi gagal mengemban penugasan pemipaan Blok Rokan untuk diselesaikan tepat waktu, tetapi dijadikan sebagai Dirut Subholding Hulu," beber Yusri.
"Jika rekam jejak sebelumnya tidak begitu luar biasa bahkan bermasalah, akan tetapi dipaksakan menduduki jabatan puncak, biasanya hasil yang dituai pasti tak menggembirakan," jelasnya.
Yusri pesimis dan meminta publik tidak berharap banyak Pertamina mampu meningkatkan lifting migasnya jika pola penempatan SDM tersebut tidak dirubah cepat.
"Mungkin saja yang punya backing politik dibanding profesionalitas, akan mendapat posisi jabatan dan akan lebih moncer dibandingkan yang tidak memliki (backing)," pungkas Yusri.
Pihak PT Pertamina Hulu Rokan, PT Pertamina Hulu Energi, PT PDC dan PT PGASOL serta PT Pertagas belum dapat dikonfirmasi atas berita ini. (*)