Terungkap! Pertamina Belum Buka Akses Data ke PT Riau Petroleum, Proses PI Blok Rokan Mandeg Lebih 5 Bulan, Ada Apa?
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Proses persetujuan Participating Interest (PI) 10 persen Blok Rokan ke PT Riau Petroleum mandeg. Lebih 5 bulan lamanya, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) tak kunjung membuka akses data wilayah kerja Blok Rokan.
Tak kunjung dibukanya akses data oleh Pertamina menyebabkan PT Riau Petroleum selaku BUMD Riau yang ditunjuk sebagai pengelola PI Blok Rokan, tak bisa melakukan uji tuntas (due dilligence). Padahal, tahapan due dilligence memerlukan waktu yang cukup lama.
BERITA TERKAIT: Target Pendapatan Rp 450 Miliar dari Blok Rokan Masih Cuma Mimpi, Nasib PT Riau Petroleum Terganjal Persetujuan PI 10 Persen
Direktur Utama PT Riau Petroleum, Husnul Kausarian tak menampik proses izin PI Blok Rokan mengalami stagnasi.
"Kita masih menunggu Pertamina memberikan izin buka data untuk kita lakukan due dilligence. Untuk wilayah kerja (WK) Rokan, kita sudah menunggu lima bulan lebih," terang Husnul Kausarian, Jumat (11/11/2022).
PT Pertamina Hulu Rokan merupakan kontraktor pengelola ladang migas Blok Rokan (WK Rokan), pasca-hengkangnya PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) 9 Agustus 2021 lalu. Praktis, sudah lebih dari 15 bulan lamanya cucu perusahaan PT Pertamina (Persero) ini mengelola WK Rokan.
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM nomor 37 tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran PI 10% pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas, disebutkan bahwa akses data ini diberikan dalam waktu 180 hari atau sekitar 6 bulan, agar PT Riau Petroleum bisa melakukan due diligence atau legal audit untuk tujuan transaksi.
"Ini sudah berjalan 5 bulan lamanya. Artinya waktunya sebentar lagi akan habis," jelas Husnul.
Pihaknya telah melakukan komunikasi dengan PT PHR untuk bisa membuka akses data tersebut. Namun menurut Husnul, PT PHR menyebut proses akses data tersebut masih diproses oleh Pertamina pusat.
"Kami selalu menanyakan hal ini. Saat kemarin kami tanyakan, katanya masih diproses di Pertamina pusat," jelasnya.
Tak kunjung dibukanya akses data tersebut membuat tahapan lanjutan yang harus ditempuh PT Riau Petroleum dalam mendapatkan izin kelola PI 10 persen menjadi macet. PT Riau Petroleum terkatung-katung menuju ke tahap selanjutnya.
"Kita tergantung Pertamina lagi nih. Kalau sudah diproses, tinggal menyelesaikan kajian dan bisa diproses di Kementerian ESDM," ungkapnya.
WK Kampar Nasibnya Lebih Lama
Tak hanya proses PI Wilayah Kerja Rokan yang macet, langkah PT Riau Petroleum untuk mendapatkan PI WK Kampar juga terkendala. Kondisinya lebih parah karena PT Riau Petroleum Kampar, anak perusahaan PT Riau Petroleum, sudah 8 bulan tak diberikan akses data oleh PT Pertamina Hulu Energi Kampar (PHE Kampar).
"Kita menunggu Pertamina memberikan izin buka data untuk kita lakukan due dilligence. Untuk WK Kampar kita sudah menunggu delapan bulan lamanya," kata Direktur Riau Petroleum, Husnul Kausarian.
Batas waktu delapan bulan sesuai ketentuan Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016 untuk melakukan akses data dan due dilligence di WK Kampar pun sudah lewat.
"Untuk due dilligence kita diberi waktu 180 hari kerja. Saat ini untuk WK Kampar sudah lewat. Harusnya dalam rentang enam bulan, mereka (PHE Kampar) sudah memberikan data ke kita untuk due dilligence, karena due dilligence juga butuh waktu," kata Husnul.
Pihak PT PHR belum dapat dikonfirmasi ikhwal tak diberikannya akses data kepada PT Riau Petroleum. Manager Corporate Communication PT PHR Sonitha Poernomo belum dalam dihubungi dan belum membalas pesan WhatsApp.
Rp 450 Miliar dari Blok Rokan Masih Mimpi
Diwartakan sebelumnya, target PT Riau Petroleum untuk memperoleh pendapatan sebesar Rp 450 miliar pada tahun 2023 mendatang masih sebatas mimpi. Hal ini disebabkan belum jelasnya persetujuan Participating Interest (PI) 10 persen dari Blok Rokan hingga saat ini.
Lebih dari 15 bulan sejak Blok Rokan dikelola oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), nasib PI 10 persen tak kunjung menemui titik terang. Padahal, Pemprov Riau melalui Biro Perekonomian dan SDA Setdaprov Riau pada Desember 2021 lalu, telah mengajukan surat penunjukkan BUMD pengelola PI 10 persen Blok Rokan ke SKK Migas.
Target PT Riau Petroleum tersebut pun saat ini masih sekadar di atas kertas. Beban berat diberikan kepada PT Riau Petroleum yang diproyeksi meraup deviden Rp 450 miliar sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Proyeksi ini merupakan target terbesar bagi seluruh BUMD Riau lainnya, bahkan di atas target deviden Bank Riau Kepri Syariah yang dipatok sebesar Rp 122 miliar.
Direktur Utama PT Riau Petroleum, Husnul Kausarian menyatakan, target pendapatan dan deviden tersebut tergantung pada izin pengelolaan dari Kementerian Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Kita optimis mencapai target tersebut, dengan catatan izin kelola PI tersebut segera didapatkan dari Kementrian ESDM," kata Husnul, Jumat (11/11/2022).
Baru Hasilkan Satu Wilayah Kerja
Hingga kini, baru satu anak perusahaan PT Riau Petroleum yang mampu menghasilkan pendapatan, yakni PT Riau Petroleum Siak. Pendapatan tersebut diperoleh dari PI 10 persen untuk Wilayah Kerja Siak yang dikelola PT PHE Siak. Sementara untuk wilayah kerja lain sedang dalam proses untuk dapat izin kelola PI.
Husnul menjelaskan status izin kelola di enam wilayah tersebut variatif. Ada yang sedang menunggu persetujuan dan mayoritas lain masih dalam proses tahapan berjenjang.
Ia menyebut, dari 6 wilayah kerja di mana anak perusahaan PT Riau Petroleum ditunjuk sebagai pengelola PI, dua di antaranya masih berproses di tahapan ketujuh. Sementara, 1 wilayah kerja (WK) berada di tahap ketiga. Tiga WK lainnya prosesnya masih di tahapan kedua.
"Salah satu wilayah kerja (WK) sudah berhasil kita dapatkan yaitu Blok Siak. Terkait deviden tentunya ini menyangkut juga dengan kondisi perusahaan yang mana ketika saya mulai menjalankan, ada beberapa hal yg harus dibenahi," jelas Husnul.
Diketahui, PT Riau Petroleum mendapat penunjukkan dari Pemprov Riau untuk mengelola PI 10 persen di sejumlah wilayah kerja (WK) Migas di Riau. Terdiri dari WK Kampar, WK Rokan, WK Mahato, WK Siak dan WK Malacca Strait. Khusus WK Malacca Strait, PT Riau Petroleum ditunjuk oleh Pemkab Kepulauan Meranti.
Sudah Diajukan Tahun Lalu
Sebelumnya diwartakan, Kepala Biro Perekonomian dan SDA Setdaprov Riau, Dr Jhon Armedi Pinem MT menyerahkan surat Gubernur Riau tentang penunjukan BUMD sebagai pengelola participating interest (PI) 10 persen di Blok Rokan. Adapun BUMD yang ditunjuk yakni PT Riau Petroleum yang telah diserahkan ke SKK Migas di Jakarta, Jumat (3/12/2021) akhir tahun lalu.
Untuk mendapatkan izin kelola PI 10 persen, setidaknya harus menempuh 10 rangkaian jenjang tahapan. Surat penunjukkan PT Riau Petroleum sebagai BUMD pengelola PI Blok Rokan merupakan langkah atau tahapan keempat. Sehingga masih ada 6 tahapan lagi.
PT Riau Petroleum dalam mengelola PI di Blok Rokan lewat pembentukan anak perusahaan yang khusus. Hal tersebut berdasarkan rujukan tentang PI tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM nomor 37 tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran PI 10% pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas. Aturan ini diteken saat Ignatius Jonan menjabat Menteri ESDM pada lima tahun lalu.
Participating Interest: Arti dan Tahapannya
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016, PI adalah besaran maksimal sepuluh persen pada kontrak kerja sama yang wajib ditawarkan oleh kontraktor kepada BUMD atau BUMN. Saat ini Blok Rokan dikelola oleh PT Pertamina melalui anak perusahaannya PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), setelah masa kontrak Chevron habis. PI wajib dipenuhi oleh setiap kontraktor migas yang bisa ditawarkan ke BUMD maupun BUMN.
BUMD pengelola PI seluruh sahamnya wajib merupakan milik pemerintah daerah dan hanya menjalankan kegiatan usaha pengelolaan PI. Rencana pengelolaannya dikoordinasikan oleh gubernur dengan melibatkan bupati/ walikota yang wilayah administrasinya terdapat lapangan migas yang disetujui rencana pengembangan usaha migas.
Pembagian persentase keikutsertaan saham provinsi/ kabupaten/ kota pada BUMD pengelola PI juga dikoordinasikan oleh gubernur.
Dasar pembagiannya ditentukan dari pelamparan reservoir cadangan minyak dan gas bumi pada masing-masing wilayah provinsi/ kabupaten/kota yang akan diproduksikan. Pelamparan reservoir adalah formasi batuan di bawah permukaan bumi yang memiliki kandungan Minyak dan Gas Bumi serta memiliki hubungan terkait dalam satu sistem kesetimbangan alamiah. Perhitungannya dilakukan melalu hasil sertifikasi lembaga independen yang ditunjuk oleh para pihak.
Setiap BUMD hanya boleh mengelola PI 10% untuk satu wilayah kerja. Dengan demikian, jika sebuah BUMD telah mengelola wilayah kerja migas, maka pemda dapat membentuk BUMD yang baru.
Gubernur diberikan batas waktu maksimal 1 tahun untuk menyampaikan surat penunjukkan BUMD calon pengelola PI kepada SKK Migas yang ditembuskan ke Menteri ESDM.
Selanjutnya Kepala SKK Migas wajib menyampaikan surat kepada kontraktor untuk memulai penawaran PI 10% kepada BUMD yang telah memenuhi ketentuan. Jika gubernur dalam batas 1 tahun tidak mengajukan BUMD pengelola, maka pemda dianggap tidak berminat dan penawaran PI 10% dinyatakan tertutup.
Selanjutnya setelah kontraktor menerima surat dari Kepala SKK Migas, maka kontraktor wajib menyampaikan penawaran secara tertulis PI 10% kepada BUMD yang telah ditunjuk gubernur. BUMD pun wajib menyampaikan pernyataan minat dan kesanggupan secara tertulis kepada kontraktor dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Migas, Kepala SKK Migas, dan gubernur dalam jangka waktu paling lama 60 hari. Pada tahap ini BUMD sudah dapat melakukan uji tuntas (due dilligence) dan akses data terkait dengan wilayah kerja dan kontrak kerja sama.
Hasil uji tuntas dan akses data ini akan menentukan apakah BUMD akan meneruskan atau tidak meneruskan minat kesanggupan mengelola PI 10%. Jika minat diteruskan maka kontraktor dan BUMD menindaklanjutinya dengan proses pengalihan PI 10% sesuai dengan kontrak kerja samanya.
Selanjutnya proses pengalihan PI tersebut akan mendapat persetujuan atau penolakan dari Menteri ESDM melalui Kepala SKK Migas maksimal 60 hari sejak pengajuan diterima.
Skema kerja sama antara kontraktor dengan BUMD dilakukan dengan cara pembiayaan terlebih dahulu oleh ditanggung kontraktor terhadap besaran kewajiban BUMD atau perusahaan perseroan daerah.
Adapun besaran kewajiban BUMD dihitung secara proporsional dari biaya operasi yang dikeluarkan selama masa eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan rencana kerja dan anggaran. (CR5)