4 Fakta Pertempuran 10 November, Nomor 3 Bikin Kaget
SABANGMERAUKE NEWS - Salah satu hari bersejarah di Indonesia jatuh pada tanggal 10 November 1945. Tanggal tersebut menjadi tanggal bersejarah lantaran adanya pertempuran yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur.
Kejadian tersebut menjadi simbol patennya rasa nasionalisme masyarakat dengan terus mempertahankan kemerdekaan.
Fakta Pertempuran 10 November 1945
1. Perundingan Alot, Berakhir Sia-Sia
Pertempuran bermula ketika tentara Inggris meminta rakyat Surabaya menyerahkan senjata pada 10 November 1945. Mendengar hal itu, rakyat Surabaya enggan menuruti permintaan tersebut.
Bahkan, rakyat Surabaya menghalau tentara Inggris dan terlibat pertempuran selama 3 hari. Karena merasa terpojok, pihak sekutu meminta Soekarno untuk datang ke Surabaya guna meredakan tensi masyarakat. Perundingan pun menjadi jalan yang dipilih.
Kala itu, Bung Karno datang dengan Wakil Presiden, Mohammad Hatta, dan Amir Syarifudin selaku Menteri Penerangan. Perundingan yang berlangsung alot itu juga dihadiri oleh Bung Tomo dan Sumarsono.
Ada beberapa kesepakatan inti pada perundingan ini, yaitu keamanan bekas tahanan, gencatan senjata, dan Indonesia bersedia menerima kedatangan sekutu (kecuali jika ingin mengganggu kemerdekaan).
Sayangnya, pertempuran masih juga terjadi usai Soekarno kembali ke Jakarta. Tokoh militer Inggris, Brigadir Mallaby, tewas di sekitaran jembatan Merah Surabaya. Hal ini semakin menyulut emosi para tentara Inggris dan kembali mengultimatum rakyat untuk memberikan senjatanya.
2. Pergerakan Rakyat Surabaya Dimotori Gubernur Jawa Timur
Keharusan masyarakat Surabaya menyerahkan senjata ke pasukan Inggris semakin memperkeruh keadaan. Pihak sekutu memberikan batas waktu hingga 10 November pukul 6 pagi.
Jika senjata tak juga diberikan, maka Surabaya harus bersiap dibombardir oleh tentara Inggris. Sebenarnya, Inggris sempat meminta pertanggungjawaban Soekarno atas kematian Mallaby, sebelum melakukan ultimatum.
Namun, Bung Karno menyerahkan seluruh keputusan kepada masyarakat Surabaya lantaran dianggap lebih mengetahui kondisi. Gubernur Jawa Timur kala itu, Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo atau Raden Soerjo, mengambil keputusan untuk menyerang Inggris hingga pecah pertempuran 10 November.
3. Inggris Berniat Menjaga Ketertiban
Fakta pertempuran 10 November 1945 yang jarang diketahui adalah Inggris berniat menjaga ketertiban. Hanya saja, masyarakat Surabaya tidak ingin wilayahnya kembali diduduki oleh penjajah.
Pada September 1945, Inggris datang ke Surabaya dengan tujuan ingin mengambil senjata prajurit Jepang dan membebaskan tawanan perang, serta menjaga ketertiban di wilayah tersebut. Melansir Jurnal Inovasi Penelitian (2021) bertajuk ‘Pertempuran Surabaya Tahun 1945 dalam Perspektif Perang Semesta’, sayangnya Inggris tidak menjaga suasana kondusif, namun mengultimatum masyarakat yang memiliki senjata agar menyerahkannya.
Oleh karena itu, rakyat Surabaya khawatir kota dan negaranya akan dijajah lagi dan melakukan perlawanan.
4. Bung Tomo ‘Sowan’ ke KH Hasyim Asyari
Sosok Bung Tomo sudah pasti sangat melekat apabila berbicara mengenai pertempuran 10 November 1945. Ia berhasil mendidihkan semangat juang rakyat Surabaya dengan berpidato di radio.
Pidatonya itu bahkan ia akhiri dengan takbir. “Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah, yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih, maka selama itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapa pun juga. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!” begitu kutipan akhir Bung Tomo. (R-03)