Bareskrim Geledah Kantor Pusat PT Pertamina Patra Niaga Terkait Dugaan Korupsi Rp 451 Miliar, Begini Respon Manajemen
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Tim penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri menggeledah kantor pusat PT Pertamina Patra Niaga (PPN) di Gedung Wisma Tugu Jl Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (9/11/2022).
Penggeladahan dilakukan terkait penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi jual beli BBM non-tunai antara PT PPN dengan PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) periode 2009-2012 dengan taksiran kerugian negara mencapai Rp 451 miliar lebih.
"Tujuan penggeledahan dalam rangka mencari barang bukti atau alat bukti lain guna membuat terang tindak pidana yang sedang kami selidiki," kata Direktur Tindak Pidana Korupsi (Dirtipikor) Bareskrim Polri Brigjen Pol Cahyono Wibowo.
Apa kata manajemen PT Pertamina Patra Niaga terkait penggeladahan tersebut?
BERITA TERKAIT: Bareskrim Geledah Kantor Pusat PT Pertamina Patra Niaga, Dugaan Korupsi Penjualan BBM Rugikan Negara Rp 451 Miliar
Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting menyatakan, tim Bareskrim memang telah mendatangi kantor Pertamina Patra Niaga untuk mendapatkan informasi terkait bisnis Pertamina dengan pihak AKT. Pihaknya menyatakan patuh dan menghormati proses hukum yang sedang berlangsung saat ini.
"Kami menghormati proses hukum yang sedang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Pada dasarnya PT PPN patuh pada seluruh proses hukum yang sedang berjalan yang saat ini," terang Irto Ginting dalam keterangan tertulis diterima SabangMerauke News, Kamis (10/11/2022).
Irto menjelaskan, selama tahap penyidikan, PT PPN selalu mendukung pemeriksaan yang dilakukan oleh Bereskrim Polri dengan membantu menghadirkan saksi untuk memberikan keterangan. Pihaknya juga memberikan dokumen dan informasi yang diperlukan oleh penyidik Bareskrim Polri.
Irto mengklaim dalam penyelenggaraan aktivitas bisnis, PT Pertamina Patra Niaga senantiasa mengedepankan aspek aspek tata kelola yang baik.
Ia menyebut kalau telah terjadi piutang macet PT AKT yang timbul dari pelaksanaan perjanjian jual beli BBM industri pada tahun 2009-2012. PT AKT, terang Irto, belum melaksanakan seluruh kewajiban pembayarannya berdasarkan perjanjian sejak tahun 2012 lalu.
"PT PPN telah melakukan langkah-langkah untuk proses penagihan piutang tersebut namun tidak pernah terbayar," jelas Irto.
Ia menerangkan, PT AKT mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan diputuskan homologasi pada April 2016 lalu. Berdasarkan homologasi tersebut, terang Irto, PT AKT sepakat membayar hutang ke PPN mulai tahun 2019. Namun sampai saat ini tidak pernah dibayarkan.
"PT PPN telah melakukan penagihan realisasi pembayaran hutang berkali-kali, bahkan terakhir di Juni dan Okt 2022. Pada dasarnya PT PPN patuh pada seluruh keputusan hukum dan sedang terus melakukan upaya untuk mendapatkan pembayaran dari AKT," jelas Irto.
Diwartakan sebelumnya, Rabu (9/11/202) kemarin, tim Bareskrim menggeledah tiga tempat terkait penyidikan dugaan korupsi jual beli BBM industri antara PT PPN dengan PT AKT. Tak hanya dikantor pusat PT PPN, tim penyidik juga menggeledah kantor PT PPN ruang informasi teknologi (IT) di Gedung Sopo Del Tower, Jalan Mega Kuningan Barat, Jakarta Selatan, serta Kantor PT AKT di Menara Merdeka Jl. Budi Kemuliaan, Jakarta Pusat. Penggeledahan dimulai pukul 09.00 WIB.
Direktur Tindak Pidana Korupsi (Dirtipikor) Bareskrim Polri Brigjen Pol Cahyono Wibowo mengatakan penggeledahan itu untuk mencari barang bukti dokumen terkait paraka, dokumen transaksi keuangan, bukti-bukti aliran transaksi keuangan, barang bukti elektronik terkait korespondensi para pihak, serta barang bukti elektronik terkait transaksi jual beli BBM non-tunai dan transaksi pembayaran.
"Kegiatan penggeledahan ini juga melibatkan tim dari Dittipidsiber Bareskrim Polri dan Puslabfor Polri guna penanganan barang bukti elektronik dari hasil kegiatan penggeledahan," tambahnya.
Perkara dugaan korupsi ini telah ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke tahap penyidikan pada Agustus lalu. Dalam perkara tersebut, penyidik menduga ada kerugian keuangan negara akibat perbuatan tindak pidana korupsi dalam proses penjualan BBM non-tunai antara anak perusahaan Pertamina yakni PT Pertamina Patra Niaga dengan PT AKT pada tahun 2009-2012 sebesar Rp451,6 miliar.
Konstruksi Kasus
Kepala Divisi Humas (Kadivhumas) Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo pernah mengungkap kronologis kasus dugaan korupsi tersebut.
Saat itu, Dedi menjelaskan pada periode 2009-2012 PT PPN melakukan perjanjian jual BBM non-tunai dengan PT AKT, yang ditandatangani oleh Direktur Pemasaran PT PPN dengan Direktur PT AKT.
Pelaksanaan kontrak tersebut ialah pada 2009-2010, terjadi transaksi jual beli BBM dengan volume 1.500 kiloliter (Kl) per bulan; kemudian pada 2010-2011 PT PPN menambah volume pengiriman menjadi 6.000 Kl per bulan (Addendum I). Selanjutnya, pada 2011-2012 PT PPN menaikkan volume menjadi 7.500 Kl per pemesanan (Addendum II).
Pada proses pelaksanaan perjanjian PT PPN dalam tahap pengeluaran BBM, Direktur Pemasaran PT PPN melanggar batas kewenangan atau otorisasi untuk penandatangan kontrak jual beli BBM yang nilainya di atas Rp50 miliar berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama PT Patra Niaga Nomor: 056/PN000.201/KPTS/2008 tanggal 11 Agustus 2008 tentang Pelimpahan Wewenang, Tanggung Jawab dan Otorisasi.
Kemudian, PT AKT tidak melakukan pembayaran sejak tanggal 14 Januari 2011 sampai 31 Juli 2012 dengan jumlah sebesar Rp19,7 miliar dan 4,73 juta dolar AS atau senilai Rp451,66 miliar.
"Tidak adanya jaminan berupa bank garansi atau SKBDN dalam proses penjualan BBM non-tunai, sehingga PT PPN mengalami kerugian pada saat PT AKT tidak melakukan pembayaran terhadap BBM yang telah diterimanya sejak tahun 2009 sampai dengan 2012," kata Dedi pada 22 Agustus lalu.
Berdasarkan data rekonsiliasi verifikasi tagihan kreditur pada proses PKPU N0. 07/PDT.SUS-PKPU/2016/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 4 April 2016, BBM yang belum dibayar oleh PT AKT kepada PT PPN sebesar Rp. 451,6 miliar. Akuntansi utang piutang PT PPN diketahui berupa BBM jenis solar yang sudah terkirim ke PT AKT sejumlah 154.274.946 liter atau senilai Rp278,6 miliar atau 102,6 juta dolar AS.
"Berdasarkan hasil penyelidikan, terdapat dugaan penerimaan uang oleh pejabat PT PPN yang terlibat dalam proses perjanjian penjualan BBM non tunai antara PT PPN dengan PT AKT pada periode saat terjadinya proses penjualan BBM tersebut," ujar Dedi. (*)