Sejarah Hari Pahlawan 10 November, Berawal Dari Pertempuran di Surabaya
SABANGMERAUKE NEWS - Hari Pahlawan yang diperingati setiap tanggal 10 November merupakan salah satu peristiwa bersejarah besar bangsa Indonesia. Pertempuran ini terjadi di kota Surabaya pasca kemerdekaan.
Sejarah singkat peringatan Hari Pahlawan di Indonesia berawal dari pertempuran antara pasukan Indonesia melawan pasukan Inggris yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur pada 27 Oktober sampai 20 November 1945.
Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Kala itu, situasi pemerintahan Indonesia masih belum stabil, meski sudah mendeklarasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Namun, kekalahan Jepang di Perang Dunia II membuat Inggris kembali datang ke Tanah Air untuk memulangkan para tentara Negeri Sakura pada 25 September 1945.
Peristiwa itu bermula ketika tentara Inggris yang berada di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Aubertin Walter Sothern (A.W.S) Mallaby mendarat di Surabaya pada 25 Oktober 1945.
Mereka mendapat tugas dari Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) untuk melucuti tentara Jepang dan menyelamatkan para tawanan perang. Pihak Netherlands Indies Civil Administration (NICA) juga ikut membonceng dan tiba di Surabaya.
Diam-diam Belanda ingin mengembalikan kekuasaan di Indonesia. Hal ini memantik kemarahan rakyat Indonesia, khususnya yang berdomisili di Surabaya. Sebab, rencana Belanda ini dianggap melecehkan Indonesia yang telah merdeka.
Pada 27 Oktober 1945, perwakilan Indonesia mengadakan perundingan dengan Belanda. Namun, akhirnya justru menimbulkan kericuhan. Dari sini, baik Indonesia dan Inggris sama-sama sepakat melakukan gencatan senjata mulai 29 Oktober 1945.
Melansir situs resmi Direktorat SMP Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi, gencatan senjata semakin menjadi setelah Pimpinan Tentara Inggris untuk Jawa Timur Brigadir Jenderal Mallaby tertembak dan tewas pada 30 Oktober 1945.
Inggris yang marah kemudian menunjuk Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh menjadi pengganti Mallaby. Eric Carden kemudian mengeluarkan Ultimatum 10 November 1945 atau dikenal juga sebagai Surat Perintah 10 November 1945.
Isinya, Inggris meminta pasukan Indonesia menghentikan perlawanan serta menyerahkan diri dan senjata ke AFNEI. Inggris juga meminta para pimpinan bangsa Indonesia dan para pemuda di Surabaya datang ke tempat yang telah ditentukan pada 10 November 1945 pada pukul 06.00 WIB.
Jika tidak, Inggris akan menggempur Surabaya dari darat, laut, dan udara. Namun, ultimatum itu tidak diikuti. Inggris pun melancarkan serangan ke pasukan Indonesia di Surabaya. Pasukan Indonesia berusaha mengimbangi serangan Inggris.
Pemimpin Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) pada masa Revolusi Nasional Indonesia Sutomo atau lebih dikenal sebagai Bung Tomo terus meneriakkan orasi pembakar semangat. Tokoh Hari Pahlawan ini terkenal dengan slogannya, yaitu 'Merdeka atau Mati'.
Pertempuran itu merupakan perang pertama pasukan Indonesia melawan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan menjadi pertempuran terbesar dalam Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol perlawanan terhadap kolonialisme.
Bahkan, Surabaya sempat dijuluki sebagai neraka karena pertempuran menimbulkan korban tewas yang sangat banyak. Tercatat, ada 20 ribu rakyat Surabaya yang menjadi korban. Sebagian besar merupakan warga sipil.
Tak hanya itu, sekitar 150 ribu orang pun terpaksa mengungsi dari Surabaya kala itu. Sementara tentara Inggris yang tewas mencapai 1.600 orang. Namun pada akhirnya, Indonesia berhasil memukul mundur Inggris dan mempertahankan kemerdekaan. (*)