Penghina Presiden Diancam Hukuman 4 Kali Lebih Berat Dibanding Menghina Rakyat Biasa, Begini Isi Draft RKUHP-nya
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Pemerintah tidak menghapus pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dalam draft Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Meski demikian, terjadi sedikit pengurangan ancaman masa hukuman bagi pelaku penghinaan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden.
Hal tersebut diketahui dari pembaruan rancangan KUHP pada Pasal 218 Tentang penghinaan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden pada draf terbaru. Salah satu perubahannya terkait adanya pengurangan ancaman pidana dalam pasal tersebut.
Dalam draf matriks penyempurnaan RKUHP berdasarkan hasil dialog publik 2022, terjadi perubahan sejumlah pasal termasuk Pasal 218 dijelaskan lebih detail.
Perubahan dibandingkan dari sebelumnya draf akhir pada 4 Juli 2022 dengan draf 9 November 2022. Mengacu pada draf matriks, diketahui perubahan Pasal 218 terjadi di bagian ancaman pidana penjara. Jika pada draf sebelumnya ancaman pidana penjara tertulis 3 tahun 6 bulan, di draf terbaru ancaman pidana berkurang menjadi 3 tahun.
"Ancaman pidana penjara Pasal 218 menjadi 3 tahun (empat kali lipat pidana pencemaran terhadap orang)," tulis keterangan di draf matriks RKUHP.
Selain itu, ada reformulasi pada ayat 1 dan ayat 2 Pasal 218. Reformulasi itu merupakan tindak lanjut masukan ICJR dan hasil dialog publik.
"Misalnya tambahan penjelasan itu bahwa penyerangan harkat dan martabat itu yang dimaksudkan adalah menista atau memfitnah. Kemudian tambahan bahwa pasal ini tidak dimaksudkan untuk menghalangi kebebasan berpendapat, kebebasan berdemokrasi, kebebasan berekspresi yang diwujudkan antara lain dalam unjuk rasa," kata Wamenkumham, Edward Omar Syarief Hiariej.
Penambahan penjelasan dengan kata unjuk rasa itu, kata dia, untuk memastikan bahwa pemerintah tidak membatasi kebebasam berpendapat.
"Jadi pemerintah ingin menyatakan dalam penjelasan itu bahwa sebetulnya unjuk rasa itu tidak menjadi persoalan, tidak menjadi masalah. Makanya mengapa kami bunyikan, kalau dia menyampaikan ekspresi atau pendapatnya dalam bentuk unjuk rasa sebagai sesuatu yang tidak ada masalah," ujarnya.
Berikut bunyi Pasal 218 RKUHP berdasarkam draf akhir 9 November 2022:
Pasal 218
1) Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden dan/atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
Penjelasan Pasal 218:
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri” merupakan merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri, termasuk menista atau memfitnah.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “dilakukan untuk kepentingan umum” adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak berdemokrasi, misalnya melalui unjuk rasa, kritik, atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Dalam negara demokratis, kritik menjadi hal penting sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang sedapat mungkin bersifat konstruktif, walaupun mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan, atau tindakan Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Pada dasarnya, kritik dalam Pasal ini merupakan bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. (*)