Ini Kata Ferdy Sambo Soal Tuduhan Setoran Rp 6 Miliar ke Kabareskrim dari Tambang Batu Bara Ilegal
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Tuduhan panas dugaan setoran dari penambangan batu bara ilegal di Kalimantan kepada Kabareskrim Polri masih terus bergulir. Meski demikian, sejauh ini belum ada penjelasan dari Mabes Polri soal tudingan serius tersebut.
Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo merespons soal isu tersebut. Namun, Sambo terkesan tidak mau ikut campur lagi dengan persoalan itu. Ia hanya memberi komentar singkat.
"Tanyakan ke pejabat yang berwenang," kata Sambo di PN Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jakarta, Selasa (8/11/2022).
Diduga, Divisi Propam Polri pernah menelusuri dugaan pelanggaran etik terkait setoran dana ilegal tersebut. Hal itu diketahui dari testimoni anggota polisi Aipda Ismail Bolong saat menarik keterangannya soal dugaan setoran uang Rp 6 miliar ke Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto.
Ismail yang sudah pensiun dini menyebut ditekan oleh mantan Kepala Biro Paminal Divisi Propam Polri, Brigjen Pol Hendra Kurniawan untuk memberikan testimoni yang kemudian direkam dan bikin heboh kepolisian saat ini.
Jika awalnya Ismail Bolong mengaku menyetor uang tambang batu bara sebesar Rp 6 miliar, namun dalam video terbarunya Ismail justru membantahnya. Ia beralibi saat memberikan keterangan berada di bawah tekanan.
Minta Kapolri Bertindak
Dugaan setoran dari bisnis tambang ilegal ini juga disorot oleh aktivis Pro Demokrasi. Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi Iwan Samule melaporkan kasus ini ke Propam Mabes Polri.
Menurut dia, Propam Polri juga sudah melakukan penyelidikan soal dugaan adanya kegiatan penambangan ilegal di Kalimantan Timur sejak Februari 2022 lalu.
Saat itu, Kepala Divisi Propam Polri masih dijabat oleh Irjen Ferdy Sambo yang kini sudah dipecat karena terlibat kasus pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Nofriansyah Yosua Hutabarat.
"Di sini sudah dijelaskan bahwa Komjen Pol Agus Andrianto menerima uang koordinasi yang diberikan oleh yang namanya Ismail Bolong. Itu sudah dilakukan penyelidikan oleh Karo Paminal. Kenapa sampai hari ini dari bulan Februari dan suratnya ditulis oleh Kadiv Propam rekomendasinya itu April itu per tanggal 7 April itu sudah diserahkan surat itu, kenapa tidak dilakukan penindakan," kata Iwan pada 7 November 2022 dilansir Kompas.com.
Padahal, menurut Iwan, dalam laporan Biro Paminal Propam itu disampaikan bahwa sudah cukup bukti adanya penyuapan atau penyerahan penerimaan uang koordiansi kepada Komjen Pol Agus Andrianto.
Oleh karena itu, ia mendesak Biro Paminal Propam Polri dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menindaklanjuti hasil penyelidikan yang dilakukan Propam pada bulan Februari 2022 lalu
"Makanya kami meminta kepada Pak Kapolri agar segera menindaklanjuti laporan hasil penyelidikan yang telah dilakukan oleh Paminal dan juga surat yang diberikan, rekomendasi yang diberikan kepada Pak Kapolri saat itu tanggal 7 April," ujar dia.
Modus Korupsi SDA
Di sisi lain, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan akan meminta KPK membuka kembali modus-modus korupsi di sumber daya alam.
”Nanti saya akan koordinasi dengan KPK untuk membuka file tentang modus korupsi dan mafia di pertambangan, perikanan, kehutanan, pangan, dan lain-lain,” kata Mahfud.
Mahfud bahkan sempat menyebut terkuaknya isu setoran ini seakan memperkuat terjadinya perang bintang di antara jenderal di kepolisian.
Heboh Setoran Batu Bara Ilegal
Media sosial sempat dihebohkan soal pernyataan seorang anggota polisi yang mengaku menyetor sebesar Rp 6 miliar kepada Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto. Pemberian uang itu disebut berasal dari pengumpulan dana usaha tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur.
Sang polisi bernama Aiptu Ismail Bolong mengaku dirinya sempat setor uang senilai Rp 6 miliar kepada Kabareskrim Komjen Agus Andrianto. Uang juga mengalir ke sejumlah pejabat kepolisian di Polres Bontang sebesar Rp 200 juta.
Tapi, belum sepekan berlalu, muncul video terbaru dari Ismail Bolong. Seakan menarik pernyataan sebelumnya, Ismail menyebut kalau pengakuan pertama dirinya itu tidak benar.
Bahkan, Ismail mengklaim saat menyampaikan testimoni pemberian uang sebesar Rp 6 miliar ke Kabareskrim, dirinya ditekan oleh seorang jenderal. Sosok jenderal tersebut merupakan anak buah Irjen Ferdy Sambo, eks Kadiv Propam Polri.
Ismail mengaku ditekan oleh mantan Kabiro Paminal Divisi Propam Polri, Brigjen Pol Hendra Kurniawan. Ismail dalam video tersebut juga menyampaikan permohonan maafnya kepada Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto. Ia menyebut tak pernah berkoordinasi dengan Komjen Agus, apalagi menyerahkan uang seperti yang pernah ia ungkap sebelumnya.
"Nama saya Ismail Bolong, saya saat ini sudah pensiun dini dari anggota Polri aktif mulai bulan Juli 2022. Perkenankan saya mohon maaf kepada Kabareskrim atas berita viral saat ini yang beredar. Saya klarifikasi bahwa berita itu tidak benar dan saya pastikan berita itu saya tidak pernah komunikasi sama Pak Kabareskrim apalagi memberikan uang. Saya tidak kenal," ujar Ismail Bolong dalam video terbarunya.
Ismail mengaku kaget saat video itu menjadi viral di media sosial. Menurutnya, video itu dibuat pada Februari 2022 lalu.
Ismail menjelaskan, pada bulan Februari 2022 lalu, ia didatangi anggota Mabes Polri dari Biro Paminal Divisi Propam Polri. Kemudian dirinya diperiksa hingga akhirnya memberikan testimoni soal pemberian uang kepada Kabareskrim.
"Dalam penuh tekanan dari Pak Hendra, Brigjen Hendra pada saat itu saya komunikasi melalui HP melalui anggota Paminal dengan mengancam akan bawa kamu (saya) ke Jakarta kalau nggak mau melakukan testimoni," kata Ismail menceritakan peristiwa 9 bulan silam.
Berikut pernyataan lengkap Ismail Bolong:
Nama saya Ismail Bolong. Saya saat ini sudah pensiun dini dari anggota polisi aktif mulai Juli 2022.
Perkenankan saya mohon maaf kepada Kabareskrim atas berita viral yang saat ini beredar. Saya klarifikasi bahwa berita itu tidak benar. Dan saya pastikan, saya tidak pernah komunikasi dengan Pak Kabareskrim apalagi memberikan uang. Dan saya tidak kenal.
Saya kaget viral sekarang. Saya perlu jelaskan bahwa pada bulan Februari datang anggota Paminal dari Mabes Polri memeriksa saya. Untuk meminta saya memberikan testimoni kepada Pak Kabareskrim dengan penuh tekanan dari Pak Hendra. Brigjen Hendra pada saat itu, saya komunikasi melalui HP anggota Paminal dengan mengancam akan membawa ke Jakarta kalau gak melakukan testimoni.
Pada saat itu di Polda mulai pukul 22 sampai pukul 2 pagi. Habis itu saya gak bisa bicara, tetap diintimidasi sama Brigjen Hendra pada saat itu. Dan Paminal Mabes memutuskan bawa saya ke salah satu hotel di Balikpapan.
Sampai di Hotel Balikpapan sudah disodorkan untuk baca testimoni itu, itu ditulis. Di tulis tangan sama Paminal Mabes dan direkam pakai handphone anggota Paminal Mabes Polri.
Jadi saya, dalam hal ini klarifikasi. Saya gak pernah memberikan uang kepada Kabareskrim apalagi saya gak pernah ketemu Pak Kabareskrim.
Saya ditelepon tiga kali oleh Pak Hendra melalui HP anggota Paminal Mabes. "Kamu harus baca bikin testimoni. Saya tak bisa bicara".
Jadi saya mohon maaf kepada Pak Kabareskrim atas kejadian berita viral yang ada sekarang.
Saya gak pernah kenal kepada Pak Kabareskrim, apalagi memberikan uang.
Setelah kejadian itu, saya pertimbangkan segera pensiun dini dari kepolisian. Melihat situasi ini, bulan empat saya ajukan pensiun dini dan disetujui bulan Juli.
Sekali lagi saya mohon maaf kepada Pak Kabareskrim. Saya dalam keadaan tertekan saat diperiksa Mabes Polri. Dengan kejadian ini saya mohon maaf. (*)