Kasus Pembunuhan Berencana Brigadir J, Ini Kesaksian Sopir Ambulance yang Bantu Evakuasi Jenazah
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Sopir ambulans PT Bintang Medika Ahmad Syahrul Ramadhan mengungkap sejumlah kejanggalan saat dirinya mengevakuasi jenazah Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J ke Rumah Sakit (RS) Polri.
Hal tersebut disampaikan Syahrul saat bersaksi untuk terdakwa Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR dan Kuat Ma'ruf dalam kasus pembunuhan Brigadir J, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (7/11).
Syahrul mengaku heran ketika diarahkan petugas kepolisian untuk membawa jenazah Yosua ke Instalasi Gawat Darurat (IGD). Padahal, seharusnya jenazah langsung dibawa ke kamar jenazah/ruang forensik.
Mengikuti arahan tersebut, Syahrul langsung menuju IGD yang saat itu kondisinya sedang ramai. Ia kemudian menyerahkan jenazah Yosua yang telah dibawanya dari rumah dinas eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo tersebut.
Setelah ingin pamit pulang, Syahrul ditahan oleh salah seorang petugas yang tak dikenal namanya. Ia pun menuruti arahan tersebut dan menunggu di dekat masjid rumah sakit.
Ketika merasa haus dan lapar hendak mencari makan-minum, ia tidak diperkenankan. Syahrul dibelikan sate dan minum oleh petugas dimaksud.
"Saya bilang sama anggota di RS Pak saya izin pamit, terus katanya 'sebentar dulu ya mas, tunggu dulu.' Saya tunggu di tempat masjid Yang Mulia di samping tembok sampai jam mau subuh," cerita Syahrul.
"Mau subuh saudara nunggu?" tanya hakim menegaskan.
"Iya Yang Mulia. Pas saya mau ke depan, 'sudah mas di sini aja', terus saya bilang pak izin saya haus. Sembari menunggu saya dibelikan air dan sate," jawab dia.
"Kenapa saudara disuruh nunggu sampai subuh?" tanya hakim.
"Enggak tahu," kata Syahrul.
Tidak hanya itu, menurut Syahrul, jenazah Brigadir J juga berlumuran darah dengan wajah tertutup oleh masker berwarna hitam dan mengenakan kaos putih.
"Jenazah sudah di kantong?" tanya hakim.
"Belum. Masih tergeletak berlumuran darah yang mulia," jawab Syahrul.
Syahrul melihat dada kiri Brigadir J bolong akibat luka tembak. Ia juga diminta tolong untuk mengecek nadi Brigadir J, namun, denyut nadi sudah tak bisa dirasakan lagi.
"Saya disuruh oleh salah satu anggota untuk cek nadinya. Saya cek nadi di leher dan tangan memang tidak ada Yang Mulia," imbuhnya.
Di persidangan Syahrul ditunjukkan potret kondisi jenazah Brigadir J. Potret tersebut tampak seperti apa yang ia saksikan pada saat melakukan evakuasi.
"Wajahnya ditutupi masker?" tanya hakim lagi.
"Iya," jawab Syahrul.
"Warna hitam seperti ini?" tanya hakim
"Iya yang mulia," jawab Syahrul.
Usai memastikan nadi Brigadir J terhenti, Syahrul lalu bergegas mengambil kantong jenazah.
"Saya bilang izin pak sudah tidak ada. Lalu dibilang 'pasti mas?' Pasti pak. Lalu, dicek kembali sama bapak-bapak di lokasi lalu 'ya sudah mas minta tolong dibantu evakuasi', terus saya bilang izin pak saya ambil kantong jenazah," ujarnya.
Kejanggalan lainnya yakni soal permintaan sirine ambulans dimatikan ketika tiba di depan gapura Komplek Polri, Duren Tiga. Di lokasi itu, kata dia, tampak anggota Provos sudah berjaga.
Syahrul mengaku diberhentikan oleh anggota Provos tersebut. Kemudian, dia diminta untuk menjelaskan ihwal maksud dan tujuannya datang ke kawasan rumah dinas Ferdy Sambo.
"Saya jelaskan, 'permisi pak, selamat malam. Saya dapat arahan dari kantor saya untuk menjemput di lokasinya ini' Saya kasih lihat ke anggotanya WA tugasnya," kata Syahrul.
"Lalu katanya ya sudah mas nanti lurus aja ikutin nanti diarahkan, minta tolong semua protokol ambulans dan sirine dimatikan," ujarnya menirukan anggota Provos.
Syahrul lantas mengikuti arahan anggota Provos itu. Dia pun langsung masuk ke Komplek Duren Tiga untuk menuju rumah dinas Sambo.
Setibanya di rumah Sambo, kata dia, rumah dalam keadaan ramai. Ada banyak orang yang berada di sana.
"Lalu saya ikutin arahan dari Bapak Provos. Saya jalan lagi yang mulia ke lokasi. Sampai di titik penjemputan memang sudah banyak, lalu saya diarahkan parkir mobil," katanya.
Diketahui, Richard, Ricky dan Kuat Ma'ruf didakwa telah melakukan pembunuhan berencana terhadap Yosua. Tindak pidana itu dilakukan bersama-sama dengan eks Kadiv Propam Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi.
Mereka didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dari 12 saksi yang dipanggil, hanya lima yang hadir memberikan kesaksian. Mereka merupakan petugas swab tes, penyedia layanan komunikasi, dan sopir ambulans. (R-03)