Ketum Terpilih Badko HMI Riau Serukan Mahasiswa Pelajari UU Ciptaker Sebelum Demo Kebun Sawit di Kawasan Hutan: Jangan Ditunggangi Kepentingan!
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Ketua Umum terpilih Badan Koordinasi (Badko) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Riau-Kepri, Wiriyanto Aswir menyerukan kepada mahasiswa dan elemen kritis di Riau untuk mempelajari lebih dulu Undang-undang Cipta Kerja di sektor kehutanan, sebelum melakukan aksi unjuk rasa ke jalan.
Dengan pemahaman yang utuh tentang UU Cipta Kerja dan aturan turunannya, maka pengetahuan tentang peta jalan penyelesaian kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan dapat dicermati lebih substantif dan tidak melenceng.
Hal tersebut disampaikan Wiriyanto Aswir menanggapi gelombang aksi demo yang digencarkan elemen mahasiswa ke Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau. Menurut Rian, sapaan Wiriyanto, aksi demonstrasi tidak dilarang sepanjang didukung oleh basis informasi dan pengetahuan yang utuh dan benar tentang isu yang diangkat.
Rian meminta agar kelompok mengatasnamakan mahasiswa tersebut melakukan studi dan diskusi tentang penyelesaian kebun sawit dalam kawasan hutan berdasarkan UU Cipta Kerja. Aksi yang dilakukan tanpa berlandaskan penguasaan isu dikhawatirkan akan berdampak negatif bagi mahasiswa sendiri.
"Idealnya sebuah aksi dilakukan berdasarkan analisis data dan informasi. Tidak main gebrak saja. Nanti justru dinilai aneh dan menyimpang oleh publik. Khawatirnya aksi itu ditunggangi. Dalam kaitan dengan demonstrasi kebun sawit di dalam kawasan hutan, sudah ada UU Cipta Kerja dan aturan teknis penyelesaiannya," kata Rian, Senin (7/11/2022).
Menurut Rian, dirinya yang sudah terlibat dalam diskusi UU Cipta Kerja sektor kehutanan bersama lembaga dan institusi berkompeten, telah memahami penyelesaian kebun sawit dalam kawasan hutan dilakukan dengan mengedepankan sanksi administrasi. Yakni dalam bentuk denda administrasi dan pemberhentian sementara kegiatan usaha. Tindakan penegakan hukum pidana menjadi pilihan terakhir, jika kesempatan untuk mengikuti jalur administrasi tidak ditempuh.
Sementara, kata Rian, terhadap penguasaan kebun sawit masyarakat yang luasannya maksimal 5 hektar, dapat diselesaikan tanpa dikenakan sanksi administrasi, dengan syarat mengajukannya ke Kementerian LHK.
"Jadi sangat jelas berdasarkan UU Cipta Kerja, keterlanjuran adanya kebun sawit dalam kawasan hutan diselesaikan lewat sanksi administrasi. Tidak mengedepankan penegakan hukum pidana sesuai asas ultimum remidium," kata Rian.
Ia juga menyatakan, kewenangan Dinas LHK Riau dalam penyelesaian kebun sawit dalam kawasan hutan sebelum UU Cipta Kerja disahkan, sama sekali tidak ada. Apalagi jika Dinas LHK didesak untuk melakukan penegakan secara pidana, maka hal tersebut tidak memiliki dasar dan basis hukum.
Menurut Rian, kewenangan mutlak justru dipegang secara tunggal dalam kendali Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Termasuk dalam pelaksanaan mekanisme sanksi administrasi, dipegang oleh KLHK.
"Jadi, sebelum melakukan aksi demonstrasi, sebaiknya kawan-kawan mahasiswa mempelajari dulu rujukannya. Sudah ada UU Cipta Kerja yang sebenarnya bisa jadi momentum bagi masyarakat kecil untuk mendapat akses pengelolan hutan, secara khusus terhadap kebun sawit dalam kawasan hutan," kata Rian yang merupakan Ketua Umum demisioner Ikatan Pemuda Mahasiswa Kuantan Singingi (Ipmakusi) ini.
Rian meminta kalangan mahasiswa menyalurkan nalar kritisnya secara konstruktif. Ia lebih cenderung meminta mahasiswa melakukan pendampingan kepada masyarakat bawah dalam memperjuangkan status kebun sawitnya di kawasan hutan.
"Gerakan edukasi ke masyarakat berkaitan dengan UU Cipta Kerja sektor kehutanan lebih konkret manfaatnya. Demonstrasi boleh saja, tapi harus tepat dan tidak melenceng dari UU Cipta Kerja sebagai panduan utamanya," tegas Rian. (*)