Cuma Jadi Orang Kelima di Pertamina, Ahok Curhat Kerap Disalahkan Harga BBM Naik
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bercerita soal dirinya yang kerap disalahkan karena kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Padahal, Ahok mengaku dirinya cuma orang nomor lima.
"Saya boleh sampaikan ya, banyak orang pikir naiknya BBM, turunnya BBM, salahnya Ahok. Pokoknya kalau apa-apa Ahok yang salah. Tapi memang faktanya, kita itu terlalu takut untuk subsidi langsung ke rakyat," kata Ahok.
Ahok mengaku hanya menjadi orang nomor lima dalam pusaran penentuan kebijakan termasuk harga BBM yang dijual Pertamina.
"Sebetulnya itu banyak sekali penyimpangan-penyimpangan terjadi. Dan posisi saya itu urutan kelima. Kenapa urutan kelima? Pertama, Presiden. Kedua, Menko Invest (Menkomarves). Ketiga, Menteri BUMN. Keempat, mau eksekusi, Dirut Utama. Saya ini nomor lima," tegasnya.
Ahok juga bergurau bahwa ia senang meski menjadi orang nomor lima di Pertamina. Ia mengaku dengan begitu tak perlu banyak kegiatan seremoni yang dilakukan dan bisa menyerahkan semua ke Direktur Utama Pertamina yang posisinya diisi oleh Nicke Widyawati.
"Tapi ya di situ untungnya saya bilang. Setelah saya berpikir balik semua, saya punya banyak waktu untuk, saya bilang juga, bercanda ini bercanda. Saya bilang sekarang enak posisi saya, kenapa paling enak? Kalau ditanya wartawan, ditanya media, sama dirut saja saya bilang," kata Ahok.
"Gak usah menemani DPR, gak usah menemani menteri, gak ada acara seremoni yang banyak, sama Dirut aja. Nah yang kedua apa? Saya jadi punya banyak waktu. Punya banyak waktu untuk apa? Buat olahraga, punya banyak waktu untuk belajar musik, belajar bahasa, bisa nge-gym. Terus saya pikir ini hal yang baik sekali ya. Saya bisa pelototin saham online sekarang, dulu gak bisa," terang dia.
Harga BBM memang sedang menjadi perhatian masyarakat belakangan ini, terutama setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan harganya pada awal September lalu.
Saat itu, Jokowi dan pemerintahannya berdalih, harga harus dinaikkan demi mengurangi beban APBN yang melonjak akibat kenaikan subsidi BBM dari Rp170 triliun menjadi Rp502 triliun. (*)