Honda-Yamaha Terbukti Kartel Atur Harga Sepeda Motor Matic, Didenda Rp 47,5 Miliar
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Kasus kartel harga motor yang pernah dialami PT Astra Honda Motor (AHM) dan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing Indonesia (YIMM) telah dibayar.
Seperti diketahui, berdasarkan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang diketok pada 2017, Honda dan Yamaha terbukti melakukan kartel harga motor matik pada kurun waktu 2013-2015.
Konsumen pun merugi karena harga motor matik melambung atas kesepakatan kedua merek Jepang itu. Putusan itu membuat Honda harus menanggung denda Rp 22,5 miliar dan Yamaha Rp 25 miliar, yang dibayarkan kepada negara.
Hasil akhirnya, setelah Honda dan Yamaha melakukan banding, Mahkamah Agung (MA) menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan dua pabrikan motor asal Jepang pada April 2021.
Artinya, kedua pabrikan motor ini terbukti sah melakukan kartel harga penjualan sepeda motor matik pada periode tersebut.
Saat ditanya mengenai hal ini, Executive Vice President Director AHM Johannes Loman mengatakan, pihaknya sudah membayar denda kasus kartel harga motor.
“Kita sudah selesai, sudah selesai. Saya enggak ingat persis (jumlahnya), tapi sudah selesai semua,” ujar Loman, di sela-sela pameran IMOS 2022 di Jakarta (2/11/2022).
Hal senada disampaikan Dyonisius Bety, Executive Vice President & COO PT YIMM, ketika ditanya mengenai kasus yang sempat menjerat Yamaha.
“Sudah selesai, sudah kita bayar. Kita sudah ikuti semua,” kata Dyonisius pada kesempatan yang sama.
Sebagai informasi, kasus kartel sepeda motor matik Honda dan Yamaha berawal saat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus adanya praktik kartel sepeda motor skuter matik 110-125 cc di Indonesia.
KPPU kemudian menggelar serangkaian sidang untuk memeriksa dugaan praktik kartel tersebut. KPPU juga membentuk tim investigator dan memanggil sejumlah pihak yang terlibat.
Akhirnya, pada 20 Februari 2017, KPPU memutuskan bahwa benar terjadi praktik kartel antara Honda dan Yamaha. Sebagai hukumannya, Yamaha dihukum denda Rp 25 miliar, sedangkan Honda dihukum Rp 22,5 miliar.
Sesuai dengan Pasal 47 ayat (2) huruf g UU No 5 Tahun 1999, pelaku kartel dapat dikenai sanksi tindakan administratif berupa pengenaan denda minimal Rp 1 miliar dan maksimal Rp 25 miliar.
"Majelis Komisi memberikan penambahan denda kepada Terlapor I sebesar 50 persen dari besaran proporsi denda karena Terlapor I dalam proses persidangan ini telah memberikan data yang dimanipulasi," demikian bunyi putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016.
KPPU dalam hasil putusannya, meyakini bahwa Honda dan Yamaha melakukan kartel harga dengan tiga bukti, yaitu pertemuan petinggi Yamaha-Honda di lapangan golf, serta dua e-mail dari petinggi Honda-Yamaha di Indonesia pada 28 April 2014 dan 10 Januari 2015.
Walaupun tidak ada bukti tertulis di antara Honda dan Yamaha terkait kesepakatan harga, KPPU menilai hal itu bukan syarat mutlak adanya kartel.
"Concerted dipersyaratkan bahwa action ada tidak suatu perjanjian tertulis yang mensyaratkan pihak-pihak yang melakukan concerted action tidak perlu dibuktikan seperti itu. Dalam concerted action itu, yang penting terjadi komunikasi," ujar majelis KPPU.
Honda dan Yamaha tidak terima dan mengajukan permohonan banding ke PN Jakut. Pada 5 Desember 2017, PN Jakut menolak upaya banding tersebut. PN Jakut memutuskan menguatkan keputusan KPPU.
Kedua pabrikan masih tidak terima, kemudian mengajukan kasasi di level Mahkamah Agung. Pada April 2019, MA menolak kasasi Honda-Yamaha. Lalu, pada April 2021, keduanya memilih mengajukan PK, tetapi usaha itu kembali tidak membuahkan hasil. (R-03)