Kasus Kredit BJB Pekanbaru, Arif Budiman Bongkar Kejanggalan Perkara: Saya Korban, Bukan Pelaku!
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Pengusaha Arif Budiman buka-bukaan terkait kasus dugaan kredit macet yang terjadi di Bank BJB Cabang Pekanbaru. Ia menegaskan kalau dirinya adalah korban dari kejahatan perbankan yang terjadi, namun justru dirinya telah dituduh sebagai pelaku.
Dengan tegas, ia mengatakan dirinya seharusnya tidak ditetapkan sebagai terdakwa, karena kasus dugaan SPK fiktif dalam kasus kredit macet itu. Sebaliknya, ia sama sekali tidak mengetahui adanya permainan dalam kasus itu, yang berbuntut dirinya ditetapkan sebagai terdakwa.
"Bahwa saya adalah korban dalam perkara ini, tapi saya justru telah dijadikan sebagai terdakwa," kata Arif Budiman saat diperiksa sebagai terdakwa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru, Selasa (1/11/2022).
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Yuli Artha Pujayotama SH MH, awalnya tim jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejari Pekanbaru, menanyakan statusnya sebagai pemilik dua perusahaan, yakni CV PGR dan CV PB. Hal itu terkait dengan rekening dua perusahaan itu yang dinyatakan mengalami kredit macet sebagaimana dalam dakwaan JPU.
Selanjutnya, JPU menanyakan perihal beberapa Surat Perintah Kerja (SPK) yang diduga fiktif, yang berkaitan dengan rekening dua perusahaan tersebut di Bank BJB Cabang Pekanbaru.
Arif menerangkan, awalnya ia ditanya Indra Osmer yang ketika itu memegang jabatan Manajer Bisnis Bank BJB Pekanbaru. Indra Osmer dalam perkara ini juga berstatus terdakwa.
Ketika itu, kata Arif, Indra menanyakan proyek yang dikerjakannya. Keterangan Arif dijadikan laporan ke Bank BJB Pekanbaru sebagai laporan progres kegiatan di bank tersebut.
"Jadi SPK itu hanya untuk informasi bagi Indra Osmer sebagai laporan progres kerjanya ke bank. Bank lain juga biasa melakukan itu sebagai laporan progres kegiatan nasabah," terangnya.
Arif sangat kaget ketika mengetahui ternyata keterangannya itu malah dijadikan SPK untuk permohonan kredit ke Bank BJB Pekanbaru. Menurut Arif, dirinya pun baru mengetahui hal itu setelah diperiksa penyidik Polda Riau.
Tak hanya itu, pada pemeriksaan itulah dirinya juga baru mengetahui adanya pengajuan Kredit Modal Kerja Konstruksi (KMKK) stand by loan oleh dua perusahaan miliknya tersebut.
Karena itu, ia menegaskan bahwa dirinya sama sekali tak pernah mengajukan permohonan kredit berdasarkan sejumlah SPK seperti yang ditanyakan JPU. Menurutnya, yang tahu tentang hal itu adalah Indra Osmer.
Begitu juga halnya dengan keberadaan rekening penampung, yang sedianya dibuat untuk menampung dana kucuran kredit sebelum masuk rekening milik perusahaannya.
"Itu semua baru saya tahu setelah membaca dakwaan," ujarnya seraya menambahkan semua itu merupakan rekayasa Indra Osmer.
Sedangkan terkait agunan miliknya yang ada di BJB Pekanbaru, Arif mengatakan jaminan itu sengaja dititipkan, bila suatu waktu dibutuhkan bila pihaknya mengajukan kredit.
Namun selama ini, agunan itu hanya digunakan jika ada kredit untuk proyek yang tengah dikerjakan dan tidak ada sangkut pautnya dengan program KMKK tersebut.
"Hingga saat ini agunan itu belum dilelang pihak BJB Pekanbaru," ujarnya.
Jadi Korban
Sementara itu, salah seorang tim kuasa hukum Arif Budiman, Yuhermansyah SH MH menanyakan perihal akta notaris yang berjaitan dengan KMKK tersebut, Arif mengatakan bahwa dirinya sudah bertemu dengan notaris yang bersangkutan. Sang notaris juga mengakui tanda tangan yang ada pada akta tersebut bukan diteken Arif atau komanditer lain di perusahaannya. Melainkan oleh Indra Osmer. Sama dengan dua hal di atas seperti yang ditanyakan JPU, Arif baru mengetahuinya setelah ia menjalani pemeriksaan.
Arif merasa, apa yang tengah menimpa dirinya saat ini ada kaitannya dengan sikapnya melaporkan oihak Bank BJB ke Kepolisian pada tahun 2019 lalu. Laporan itu dibuatnya untuk mengusut uangnya yang hilang sebesar Rp28 miliar, yang hingga kini belum kunjung diganti pihak Bank BJB.
Sementara itu, kuasa hukum Arif lainnya, Boy Gunawan SH MH mempertegas pernyataan Arif sbagaimana yang ada dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang menjadi dakwaan JPU. Terkait hal itu, Arif menegaskan ia mencabut pernyataan itu, karena apa yang dialaminya berbeda dengan apa yang tertulis dalam BAP tersebut.
Menurutnya, terkait beberapa tanda tangan yang ada baik dalam akta notaris maupun berkas lain yang berkaitan dengan KMKK di Bank BJB, adalah palsu.
Pihaknya juga pernah meminta supaya dilakukan uji forensik terhadap tanda tangan tersebut, untuk memastikan apakah otentik atau tidak. Namun permintaan itu tak pernah ditanggapi penyidik.
Arif juga menerangkan terkait SPK untuk pekerjaan di Kabupaten Kuantan Singingi yang kemudian masuk dalam dakwaan JPU karena diduga fiktif.
Arif menegaskan, dirinya tak pernah membuat SPK tersebut. Apalagi, pekerjaan itu dimenangkan perusahaannya yang lain.
"Tidak masuk akal, salah satu perusahaan saya yang mendapatkan proyek, kemudian dialihkan ke CV Putra Bungsu. Kan pihak bank bisa mengeceknya sesuai SOP. Tapi ternyata itu tidak ada. Jadi saya ini bukan pelaku, saya ini korban," ujarnya dengan suara serak.
Menurutnya, hal itu merupakan modus dari kejahatan yang dilakukan Indra Osmer cs untuk mengambil uang yang berada dalam KMKk stan by loan tersebut.
Ditambahkannya, kasus seperti ini tidak ada lagi sejak tahun 2017. "Mengapa? Karena Indra Osmer tidak lagi menjabat manajer di Bank BJB," tandasnya.
Setelah pihak kuasa hukum, anggota majelis hakim sempat mengajukan beberapa pertanyaan untuk melihat kesesuaian dengan kasus Arif kontra Bank BJB Cabang yang sudah dijatuhi vonis di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Sidang kemudian ditutup dan dilanjutkan dua pekan mendatang dengan agenda pembacaan tuntutan dari JPU. (R-03)