PN Pekanbaru Sudah 2 Kali Batalkan Penyidikan Kasus Kejahatan Kehutanan Lewat Putusan Praperadilan, Hakimnya Itu Juga
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Pengadilan Negeri Pekanbaru kembali menggemparkan dunia perlindungan hutan dan lingkungan hidup lewat putusan yang dijatuhkan oleh hakimnya. Terbaru, gugatan permohonan praperadilan yang diajukan pemilik alat berat sitaan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau dikabulkan, Senin (31/10/2022) sore kemarin.
Putusan tersebut dikabulkan oleh hakim tunggal Dr Salomo Ginting. Tentu saja ketukan palu hakim Salomo ini membuat gigit jari jajaran Dinas LHK Riau yang selama ini selalu mendapat desakan publik untuk menangkap para perambah kawasan hutan. Penangkapan yang dilakukan DLHK berujung kesia-siaan karena putusan hakim justru membatalkannya dengan alasan tidak sah.
Hakim Salomo Ginting dalam putusannya menyatakan penyidikan dan penyitaan dua alat berat yang dilakukan DLHK Riau tidak sah. Adapun pemohon praperadilan ini bernama Yasrial, mengaku sebagai pengelola alat berat yang saat ditangkap tim DLHK Riau tengah beroperasi di kawasan HPT Batang Lipai Siabu, Kuansing pada 22 Juli lalu.
BERITA TERKAIT: Waduh! Hakim PN Pekanbaru Perintahkan Lepas 2 Alat Berat yang Ditangkap Dinas LHK Riau di HPT Batang Lipai Siabu Kuansing
Hakim Salomo Ginting bahkan memerintahkan DLHK untuk mengembalikan dua alat berat yang telah disita tersebut.
"Menyatakan tidak sah tindakan penyidikan yang dilakukan Termohon dalam perkara tindak pidana bidang kehutanan berdasarkan Laporan Kejadian Nomor: LK/05/Polhut-DLHK/VII/2022 tanggal 25 Juli 2022 Jo Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprindik/04/PPNS-DLHK/VII/2022 tanggal 26 Juli 2022 berikut segala surat-surat yang diterbitkan oleh Termohon yang merupakan tindak lanjut maupun hasil dari penyidikan tersebut," demikian putusan yang diunggah di laman SIPP PN Pekanbaru, Selasa (1/11/2022).
"Memerintahkan Termohon untuk mengembalikan dan/ atau menyerahkan benda bergerak milik Pemohon merek Sumitomo dan merek Caterpillar," tulis putusan hakim tunggal Salomo Ginting.
Bukan kali pertama hakim Salomo Ginting mengabulkan gugatan praperadilan kasus kejahatan kehutanan di Riau. Pada 28 Agustus 2022 lalu, hakim Salomo juga mengabulkan gugatan praperadilan tersangka kasus kejahatan hutan atas nama Henri.
Putusan hakim Salomo saat itu menyatakan penyidikan, penetapan tersangka, penahanan dan penyitaan alat berat yang dilakukan penyidik Dinas LHK Riau tidak sah. Selain itu, hakim Salomo juga memerintahkan agar penyidik DLHK Riau membebaskan Hendri serta menghentikan proses penyidikan yang dilakukan.
Diketahui, Salomo Ginting baru bertugas sebagai hakim tingkat pertama pada PN Pekanbaru sejak 1 Maret 2022 lalu. Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai Wakil Ketua PN Tanjung Balai pada 3 Januari 2018. Karirnya terus cemerlang hingga didapuk sebagai Ketua PN Tanjung Balai sejak 1 November 2019 yang kemudian pindah bertugas di PN Pekanbaru.
Sementara, Humas PN Pekanbaru Andri Simbolon mengaku tidak bisa mengomentari soal substansi putusan yang ditetapkan hakim tunggal Salomo Ginting tersebut.
"Mohon maaf, saya tidak bisa memberikan tanggapan atas putusan, karena ada juru bicara khusus yang ditunjuk untuk menerangkan soal putusan. Silakan datang ke PTSP PN Pekanbaru," kata Andri Simbolon, Selasa pagi tadi.
Sikap DLHK Riau Setelah Kalah
Kepala Bidang Penataan dan Penaatan DLHK Riau, Fuad mengaku pihaknya segera akan merapatkan barisan menyusul kekalahan kali kedua mereka di PN Pekanbaru ini. Meski demikian, Fuad tidak memberikan jawaban jelas saat ditanya apakah pihaknya akan menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) baru pasca putusan kemarin.
"Kami akan segera rapat dengan tim penyidik dan koordinasi dengan Koordinator Pengawas (Korwas) PPNS di Polda Riau. Untuk mempersiapkan langkah-langkah hukum pasca putusan," terang Fuad via pesan WhatsApp, Selasa (1/11/2022).
Meski putusan praperadilan telah memerintahkan 2 alat berat yang disita agar diserahkan kepada pemohon gugatan Yasrial, namun kata Fuad, saat ini kedua alat berat tersebut masih berada di Markas Polhut DLHK Riau.
"Alat berat belum diserahkan, karena amar putusan pengadilan belum kita terima," terangnya.
Sebelumnya diwartakan, DLHK Riau digugat oleh seorang bernama Yasrial yang mengaku pemilik 2 alat berat disita tim KPH Singingi pada 22 Juli lalu. Gugatan didaftarkan hampir tiga bulan setelah penangkapan alat berat dilakukan.
Yasrial mendaftarkan gugatan praperadilan ke PN Pekanbaru pada Jumat (7/10/2022 lalu dengan nomor register perkara: 12/Pid.Pra/2022/PN Pbr.
Pada 22 Juli lalu tim di bawah pimpinan Kepala KPH Singingi, Abriman menangkap dua alat berat eskavator diduga kuat sedang beroperasi di kawasan HPT Batang Lipai Siabu yang berada di Kabupaten Singingi. Alat berat ditangkap saat sedang beroperasi mengelola kawasan hutan produksi terbatas (HPT) Batang Lipai Siabu untuk perkebunan kelapa sawit.
Setelah dua alat berat merek Sumitomo dan Cat tersebut ditangkap, kemudian diangkut ke Markas Polhut Riau di Jalan Dahlia, Pekanbaru. Namun, dalam penangkapan itu, operator alat berat disebut kabur lebih dulu.
Meski demikian, usai alat berat ditangkap, Dinas LHK Riau tidak pernah menetapkan tersangka kasus ini. Secara mendadak, justru seorang yang mengaku memiliki alat berat yang disita menggugat Kadis LHK Riau atas penangkapan tersebut. Yasrial yang mengaku pemilik alat berat juga belum ditetapkan sebagai tersangka.
Materi Gugatan Praperadilan
Yasrial dalam permohonan gugatan praperadilannya mengklaim dirinya sebagai orang yang mengelola kedua alat berat yang disita oleh Dinas LHK Riau tersebut. Ia menyebut mendapat pekerjaan borongan pembersihan lahan dari Koperasi Tuah Bersama Sejahtera.
Alat berat itu dipakai untuk pengerjaan land clearing/stacking 100 hektare lahan. Yasrial dalam gugatannya mengklaim lahan yang dikerjakan merupakan milik masyarakat Desa Sumpu Kecamatan Hulu Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi, bukan lahan dalam kawasan hutan.
Klaim pengerjaan lahan bukan di dalam kawasan hutan, menurut Yasrial, didasarkan pada surat perjanjian kontrak kerja antara dirinya dengan Ketua Koperasi Tuah Bersama Sejahtera bernama Kasdimon.
Adapun kedua alat berat yang dipakai, kata Yasrial dalam gugatannya, satu unit merek Sumitomo merupakan miliknya yang diperoleh dari orangtuanya bernama H. Marwan. Sementara, unit eskavator merek Caterpillar ia pergunakan dengan cara menyewa.
Yasrial dalam gugatannya menyebut telah memenuhi panggilan pemeriksaan oleh penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Dinas LHK Riau pada 31 Agustus 2022 lalu. Pemeriksaan itu berdasarkan surat panggilan tanggal 29 Agustus 2022 dengan nomor: 50/SP/PPNS-DLHK/VIII/2022.
Yasrial menyebut dirinya diperiksa sebagai saksi perkara tindak pidana bidang kehutanan yakni “mengerjakan, menggunakan, dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) jo. Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dengan Pasal 36 angka 19 dan angka 17 Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Atas panggilan tersebut, pemohon (Yasrial) dengan penuh tanggungjawab telah memberikan keterangan dengan semestinya sebagaimana warga negara yang taat hukum," tulis Yasrial dalam gugatannya.
Adapun alasan Yasrial menggugat Kadis LHK Riau didasarkan pada alibi kalau lahan yang dikerjakan oleh dua alat berat tersebut bukanlah dalam kawasan hutan.
Ia beralibi bahwa proses pengukuhan kawasan hutan masih belum memenuhi langkah-langkah yang ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan. Yasrial mengklaim bahwa penetapan kawasan hutan hanya bisa dilakukan jika telah melewati tahapan-tahapan yakni penunjukan kawasan hutan, penataan batas kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan dan penetapan kawasan hutan.
Bahkan, Yasrial dalam gugatannya mengutip pertimbangan hukum putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru nomor 8/Pid.Pra/2022/PN Pbr. Dalam putusan pengadilan tersebut, majelis hakim PN Pekanbaru baru-baru ini telah membebaskan status tersangka dalam kasus kehutanan. (*)