Dinilai Anti Sains dan Mempermalukan Indonesia, Koalisi Sipil Desak Gelar Profesor Menteri LHK Siti Nurbaya Dicabut
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Sejumlah organisasi yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil menyerukan pencabutan gelar guru besar (profesor kehormatan) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.
Koalisi menilai pengukuhan gelar profesor dari Universitas Brawijaya pada Juni lalu, tidak sejalan dengan sikap anti-sains yang dituangkan Menteri Siti dalam kebijakan pencekalan peneliti asing.
Desakan itu menjadi satu di antara enam butir pernyataan sikap yang dikeluarkan Koalisi pada Jumat, 28 Oktober 2022 kemarin. Koalisi terdiri dari empat organisasi yakni Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan IndoProgress Institute for Social Research and Education (IISRE), serta 24 individu yang didominasi dari kalangan akademisi.
Koalisi mempersoalkan Surat Keputusan Menteri LHK tertanggal 14 September 2022 yang berisi black list terhadap peneliti asing atas nama Erik Mejaard, Julie Sherman, March Ancrenaz, Hjaimar Kuhi, dan Serge Wich.
Dalam surat tersebut, Kementerian LHK memerintahkan seluruh Balai Taman Nasional dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) agar tidak memberikan pelayanan kepada kelima orang tersebut dalam semua urusan, perizinan atau persetujuan terkait dengan kegiatan konservasi dalam kewenangan KLHK.
Alasan pelarangan adalah karena publikasi nasional dan internasional yang mereka tulis tentang satwa, antara lain orang utan dengan indikasi negatif dan mendiskreditkan pemerintah cq Kementerian LHK.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai surat keputusan Menteri Siti itu adalah bentuk kebijakan anti-sains yang membatasi kebebasan akademik, juga wujud kontrol kekuasaan atas produksi pengetahuan.
"Praktik semacam ini kerap ditemui dalam negara yang fasistis, totaliter dan anti-demokratik," bunyi satu bagian dari pernyataan tertulis Koalisi.
Menurut Koalisi, KLHK seharusnya menyanggah publikasi peneliti tersebut melalui publikasi ilmiah, apabila tidak setuju dengan temuan penelitian Meijaard dkk yang menyatakan populasi orangutan di Indonesia terus merosot, berlawanan dengan data versi kementerian.
"Bukan melalui pelarangan, sensor, apalagi ancaman," jelas Koalisi.
Keengganan KLHK untuk menggunakan tradisi ilmiah dalam menyatakan ketidaksetujuan adalah bentuk sikap anti-sains yang bertentangan dengan narasi yang kerap didengungkan pemerintah mengenai pembuatan kebijakan berbasis riset. Sikap KLHK ini jelas menolak riset sebagai basis pembuatan kebijakan dan hanya bisa menerima hasil penelitian yang sesuai dengan selera, kehendak dan kepentingan pemerintah.
"Sikap semacam ini yang jelas mempermalukan Indonesia di dalam pergaulan internasional," kata koalisi yang mencatat sikap anti-sains telah lama menyertai kecenderungan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga semakin anti-demokrasi," tulis Koalisi Masyarakat Sipil.
Sikap anti-sains di KLHK juga patut disayangkan di tengah banyaknya profesor dan ilmuwan yang menjadi staf ahli dan penasehat senior ibu menteri. Para profesor dan ilmuwan tersebut juga dinilai tidak menunjukkan sikap ilmiah yang tegas dalam merespons (menolak) kebijakan anti-sains pemerintah.
Berdasarkan pertimbangan di atas itulah Koalisi Masyarakat Sipil menyampaikan enam butir pernyataan sikap, yakni:
1. Menentang segala bentuk kebijakan anti-sains pemerintah karena meniadakan kebebasan akademik.
2. Mendesak KLHK untuk mencabut surat keputusan Nomor 2.1447/MENLHK-KSDAE/KKHSG/KSA.2/9/2022 sebagai kebijakan anti-sains.
3. Mendesak KLHK untuk menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada publik, khususnya komunitas ilmiah, karena telah menggunakan kekuasaan dalam menyatakan ketidaksetujuan atas hasil penelitian, bukan menggunakan karya akademik.
4. Mendesak para ilmuwan yang menjadi tenaga ahli maupun penasehat menteri KLHK untuk bersama KIKA menghentikan segala bentuk sikap anti-sains dan kontrol kekuasaan atas pengetahuan dari KLHK.
5. Mendesak para ilmuwan yang menjadi tenaga ahli maupun penasehat menteri KLHK untuk mundur dari posisi di KLHK jika turut mendukung kebijakan anti-sains pemerintah.
6. Mendesak pencabutan gelar Guru Besar Menteri LHK Siti Nurbaya karena tidak sejalan dengan sikap anti-sains yang dituangkannya dalam kebijakan pencekalan peneliti asing. (*)