Pekerja Desak Copot Dirut Pertamina dan Ancam Mogok Massal: Gaji Bos-bosnya Tetap, Tapi Buruhnya Dipotong!
SabangMerauke News, Jakarta - Nicke Widyawati, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), belum lama ini didapuk menjadi wanita paling berpengaruh oleh Forbes. Posisi Nicke dalam daftar 100 wanita berpengaruh itu bahkan mengungguli Menteri Keuangan Sri Mulyani. Namun, beberapa hari belakangan, serikat pekerja di BUMN migas itu malah mendesak Menteri BUMN Erick Thohir memecat sang pemimpin.
Serikat pekerja itu tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB). Mereka yang mendesak agar Nicke dipecat juga mengancam akan melancarkan aksi mogok kerja massal pada 29 Desember 2021 dan 7 Januari 2022 mendatang. Ancaman ini boleh dibilang pertama kalinya dalam sejarah.
Kepala Bidang Media FSPPB Kapten Marcellus Hakeng Jayawibawa mengaku telah mengirim surat kepada manajemen Pertamina dan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah pada 20 Desember 2021 terkait rencana aksi mogok kerja tersebut. Surat itu juga ditembuskan ke Erick Thohir.
Setidaknya, ada lima alasan yang membuat serikat pekerja mengancam mogok kerja. Pertama, tidak tercapainya kesepakatan untuk melakukan perjanjian kerja bersama (PKB) di perusahaan. Kedua, pengusaha dan pekerja yang diwakili FSPPB gagal melakukan perundingan.
Ketiga, sambung Hakeng, tidak ada itikad baik dari Nicke untuk membangun hubungan kerja yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan. Keempat, manajemen tidak merespons upaya damai yang ditempuh FSPPB.
Kelima, Erick mengabaikan permintaan serikat pekerja untuk mengganti pimpinan Pertamina. Di samping, manajemen juga disebut tidak menjalankan isi PKB, yang salah satunya terkait dengan kesejahteraan karyawan.
Manajemen Pertamina, kata Hakeng, tiba-tiba mengeluarkan surat keputusan pemotongan gaji karyawan. "Ketika kami mencoba ingatkan hal tersebut, ruang komunikasi menjadi sangat tidak cukup. Apa yang kami persoalkan tidak dapat tersampaikan dengan baik ke direksi," terang dia kepada CNNIndonesia.com, Selasa (21/12/2021).
Sebetulnya, lanjut Hakeng, pekerja memahami situasi perusahaan di tengah pandemi covid-19. Namun anehnya, pemangkasan gaji justru dilakukan ketika perusahaan membukukan kinerja positif. "Kenyataannya, terang-terangan mendapat keuntungan luar biasa," sambung dia.
Mengutip laman resmi Pertamina, laba bersih sebesar US$183 juta atau setara Rp2,6 triliun pada semester I 2021. Realisasi ini berbanding terbalik dengan tahun sebelumnya yang merugi sampai US$768 juta.
Tak ayal, pekerja bertanya-tanya kenapa hak mereka dikurangi saat manajemen berkoar-koar di publik bahwa kinerjanya luar biasa baik.
"Jika hak pekerja tidak bisa dipenuhi, hak dalam PKB tidak bisa dipenuhi karena covid-19, tidak apa-apa. Tapi, direksi juga harus mendapatkan perlakuan yang sama, ya kami tidak menuntut," ungkapnya.
Kenyataannya, direksi tetap mendapatkan hak dalam PKB secara utuh. Sementara, hak pekerja dikurangi dengan alasan pandemi covid-19. "Tidak ada keadilan, seharusnya imbang, adil," kata Hakeng lirih.
Ironisnya, Hakeng mengatakan keputusan pemangkasan gaji dilakukan secara tiba-tiba. Bahkan, surat diterbitkan tanpa berkomunikasi terlebih dahulu dengan serikat pekerja. Alasannya, karena kebijakan bekerja dari rumah (work from home).
Padahal, pekerja membutuhkan tambahan biaya untuk membeli kuota internet agar bisa bekerja di rumah. "Hal itu seharusnya menjadi concern (perhatian). Bukannya malah dikurangi," tutur Hakeng.
Terlebih, pemangkasan gaji dilakukan setelah dua tahun tidak ada kenaikan gaji. Meski begitu, ia menampik pemangkasan gaji alasan utama serikat pekerja Pertamina melakukan mogok kerja. Menurut dia, alasan lainnya, yakni komunikasi searah direksi kepada pekerja. "Banyak turunan PKB yang dilanggar. Lebih dari 10," tegasnya.
Menurut Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, sebetulnya manajemen belum mengeluarkan keputusan pemangkasan gaji karyawan. Namun, kebijakan itu sudah masuk dalam perencanaan manajemen.
Ahok mengaku sudah memperingatkan manajemen bahwa pemangkasan gaji seharusnya dimulai dari direksi jika memang akan direalisasikan. "Saya sudah sampaikan jika ada pemotongan gaji harus dimulai dari direksi. Tidak bisa hanya yang pegawai yang kerja di rumah," terang Ahok. (*)