Gelar Aksi di Kementerian BUMN, Masyarakat Adat Pantai Raja Kampar Desak Erick Thohir Kembalikan Tanah yang Diduga Dirampas PTPN V: Di Mana AKHLAK?
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Sejumlah warga yang merupakan perwakilan masyarakat adat Pantai Raja, Kabupaten Kampar beserta elemen organisasi sipil mendatangi Kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Jakarta. Warga mendesak agar Menteri BUMN Erick Thohir dan Dirut PTP Nusantara V Jatmiko mengembalikan tanah mereka yang diduga telah dirampas sejak puluhan tahun silam yang kini telah menjadi perkebunan kelapa sawit.
Selain mendatangi Kementerian BUMN, warga juga menyampaikan aspirasi ke Kantor Staf Presiden (KSP) serta Kantor Kementerian ATR/ BPN dan PBNU dalam aksi bertajuk 'Menjemput Keadilan di Jakarta' ini.
"Kami datang untuk mengetuk hati nurani para elit negara atas penzoliman yang terjadi pada kami dilakukan oleh PTPN V. Tanah kami telah dirampas sejak tahun 1984 lalu dan sampai saat ini tidak pernah dikembalikan," kata Gusdianto, perwakilan masyarakat adat Pantai Raja, Kabupaten Kampar, Sabtu (29/10/2022).
Aksi warga ke Jakarta ini dilakukan sejak Senin hingga Kamis (27/10/2022) kemarin. Mereka menyampaikan sejumlah dokumen historis perjuangan dan riwayat kasus dugaan perampasan tanah mereka hingga dijadikan aset negara oleh BUMN.
Dalam aksinya, warga membentangkan aneka spanduk yang berisi sejumlah pernyataan kritis atas pembiaran masalah yang tak pernah terselesaikan sampai saat ini. Di antaranya sindiran kepada Kementerian BUMN soal tagline 'AKHLAK', namun nyatanya tidak memiliki kepedulian terhadap nasib rakyat. AKHLAK adalah singkatan dari Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyak, Adaptif dan Kolaboratif.
"Di mana AKHLAK BUMN. PT Perkebunan Nusantara V. Lahan milik masyarakat adat Pantai Raja Dirampas kemudian dijadikan aset negara," demikian isi tulisan spanduk warga yang dibentangkan di depan gedung Kementerian BUMN.
Selain itu, warga juga menuntut komitmen Menteri BUMN Erick Thohir untuk menghentikan skenario dan kriminalisasi yang diduga dilakukan PTPN V. Warga dalam plakat aksinya juga mendesak Erick Thohir untuk memecat Dirut PTP Nusantara V.
"Kami sudah panjang berjuang, namun kami tidak akan lelah dalam merebut dan mempertahankan tanah kami," tegas Gusdianto.
Warga dalam menyampaikan aspirasinya didampingi oleh sejumlah NGO yakni Jikalahari, Walhi, YLBHI dan PMII. Dalam siaran persnya, warga dan kelompok NGO mendesak Presiden Joko Widodo segera menyelesaikan konflik tanah antara masyarakat adat Pantai Raja dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V.
Masyarakat Adat Pantai Raja meminta pemerintah pusat membantu mengembalikan tanah yang diduga telah dirampas dan dikuasai PTPN V sejak 38 tahun yang lalu. Adapun luasan lahan yang diklaim diduga telah dirampas oleh PTPN V yakni 1.013 hektar.
Menurut Gusdianto, pada tahun 1999, PTPN V mengakui terdapat 150 hektar tanah masyarakat yang masuk dalam area kebun inti PTPN V. Pengakuan tersebut disertai janji pengembalian tanah masyarakat adat.
Sementara di tahun 2019, Komnas HAM memberikan rekomendasi penyelesaian konflik. Namun, alih-alih menyelesaikan persoalan tersebut, manajemen PTPN V justru melaporkan warga ke kepolisian dan kemudian menggugat warga secara perdata ke Pengadilan Negeri Bangkinang sebesar Rp 14,5 miliar.
Kritik Menteri Pebisnis
Direktur Eksekutif Walhi Riau, Boy Even Sembiring menyatakan konflik masyarakat adat Pantai Raja dengan PTPN V adalah satu dari sekian banyak konflik agraria di Riau. Menurutnya, PTPN V sebagai BUMN telah abai dan menjadi cerminan buruk negara yang mementingkan bisnis dibandingkan kepentingan rakyat.
“Seharusnya Kementerian BUMN dan badan usaha di bawahnya mengambil bagian dalam akselerasi program reforma agraria Presiden. Hambatan dalam penyelesaian konflik seperti Menteri BUMN dengan latar belakang pebisnis, harus dipaksa menjalankan bisnis dengan memperhatikan kepentingan rakyat. Apabila tidak mau, maka Presiden harus menggantinya," kata Even Sembiring.
Ia juga mendesak agar Gubernur Riau dan Bupati Kampar menaruh perhatian terhadap persoalan yang terjadi antara masyarakat adat Pantai Raja dengan PTPN V ini.
"Gubernur Riau dan Bupati Kampar juga seharusnya menaruh perhatian terhadap konflik dengan memaksa PTPN V mengembalikan tanah masyarakat tanah adat atau mengusir PTPN V dari Riau”, tegas Boy Even Sembiring.
Ketua Bidang Advokasi YLBHI, Zainal Arifin menyatakan konflik yang dihadapi masyarakat adat Pantai Raja merupakan satu dari sekian konflik yang gagal diselesaikan pada dua periode rezim Jokowi. Reforma agraria hanya jadi lips service. Penyelesaian konflik agraria membutuhkan komitmen politik dari Presiden karena tipologi konflik melibatkan lintas kementerian.
“Naasnya, saat ini rezim Jokowi dikelilingi oleh pejabat publik yg terlibat dalam pusaran bisnis yang menjadi pemicu berbagai konflik agraria. Konflik yang menimpa masyarakat adat juga terjadi karena ketiadaan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat beserta wilayahnya. Sudah waktunya pemerintah segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat”, jelas Zaenal Arifin.
Pihak PTP Nusantara V telah dikonfirmasi soal aksi masyarakat adat Pantai Cermin dan elemen organisasi sipil ini. Namun, hingga berita diterbitkan, belum ada jawaban yang diberikan. (*)