Dewan Kolonel, Mari Berbuat untuk Masyarakat Adat!
SABANGMERAUKE NEWS - Keberadaan Dewan Kolonel, yang merupakan Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, yang konon kabarnya diinisiasi oleh Johan Budi, mantan Plt. Pimpinan KPK RI, pun lama menjadi juru bicara KPK, dan Staf Khusus Presiden Joko Widodo. Saat ini beliau menjadi Anggota Komisi II DPR RI. Gagasannya membentuk Dewan Kolonel, tentu merupakan kreativitas berpolitik yang keren, namun perlu diuji kemanfaatannya untuk masyarakat.
Saat ini sedang berlangsung Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI di Papua. Hal pokok yang diperjuangkan masyarakat adat selama 10 tahun terakhir adalah UU Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat. Tentu butuh kesabaran revolusioner untuk menunggu selama itu, dan masyarakat adat telah menunjukkan kesabaran dan kesetiaan untuk itu.
Banyaknya konflik antara masyarakat adat dengan negara (pemerintah, pemerintah daerah, BUMN dan BUMD) maupun dengan korporasi yang diberikan hak oleh negara atas penguasaan dan pengusahaan lahan, menempatkan masyarakat adat selalu kalah.
Misalnya antara masyarakat adat dengan PT. TPL dan masyarakat dengan BPODT di Kawasan Danau Toba Sumatera Utara, selalu menghadirkan air mata dari warga negara yang sejatinya harus dilindungi oleh negara.
Sebagai partai, yang diberi kepercayaan oleh masyarakat, menang dua kali pemilu, bahkan akan menang hattrick di Pemilu 2024, dan saat ini DPR RI dipimpin oleh PDI Perjuangan, maka seharusnya anggota DPR RI PDI Perjuangan menjadi inisiator dan pelopor pengesahan RUU tersebut menjadi UU.
Berdasarkan SK Nomor 8/DPR RI/II/2021-2022 tentang Program Legislasi Nasional Rancangan Undang- Undang Perubahan Ketiga 2020-2024, pada lampiran I Daftar Legislasi Nasional Rancangan Undang- Undang Tahun 2022, pada urutan 24 ada Rancangan Undang- Undang tentang Masyarakat Hukum Adat.
DPR RI, khususnya Fraksi PDI Perjuangan diharapkan proaktif menyahuti pesan dari KMAN VI. Terhadap hal ini perlu diberi catatan dan masukan sebagai berikut:
1. Masyarakat adat, adalah masyarakat yang orisinil yang hakikat dan keberadaannya jauh lebih tua dari usia negara ini. Mereka memiliki hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup. Maka sejatinya, negara melalui Presiden dan DPR RI harus segera memberi kepastian dan pengakuan tentang keberadaan mereka melalui pengesahan UU Masyarakat Hukum Adat.
2. Berdasarkan data Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ( AMAN ), per 9 Agustus 2022, Indonesia memiliki 2.161 komunitas adat, dimana 750 komunitas adat di Kalimantan, 649 komunitas adat di Sulawesi, 349 komunitas adat di Sumatera, 175 komunitas adat di Maluku, 139 komunitas adat di Bali dan Nusa Tenggara, 54 komunitas adat di Papua, dan 45 komunitas adat di Jawa. Komunitas adat yang belum terdata tentu masih sangat banyak, dan tersebar di seluruh wilayah NKRI.
3. Salah satu pokok persoalan masyarakat adat adalah status hukum tanah, maupun hutan masyarakat adat yang selalu bersinggungan dengan negara dan badan hukum lain yang diberikan oleh negara. Dalam persinggungan itu, masyarakat adat selalu menjadi pihak yang menjadi korban dan dikorbankan. Oleh karena itu, pengakuan masyarakat dan seluruh hak- haknya melalui UU Masyarakat Hukum Adat adalah kewajiban negara.
4. Sebanyak 2161 komunitas adat besar dalam kuantitas, namun menjadi minoritas dalam penguasaan tanah. Negara lebih mengakomodasi kepentingan modal baik melalui pengusaha- pengusaha lokal, regional maupun internasional. Akibatnya masyarakat yang seharusnya berdaya secara ekonomi, dengan terpaksa dihimpit kemiskinan.
5. Akibat dari peminggiran masyarakat adat, maka saat ini masyarakat masuk kategori ‘wong cilik”. Maka pemihakan kepada masyarakat adat adalah pemihakan kepada wong cilik. Pemihakan kepada ‘wong cilik’ akan memastikan kemenang hattrick Pemilu 2024 bagi PDI Perjuangan.
6. Dewan Kolonel, yang merupakan politisi- politisi senior PDI Perjuangan di DPR RI, maka jika Dewan Kolonel bergerak, tentu ada dinamisasi proses, yang akhirnya akan mempercepat pengesahan UU masyarakat Adat.
7. Mafia tanah yang diduga berkepentingan menghalangi pengesahan UU Masyarakat Hukum Adat ini diyakini berada di poros yang akan mengusung Capres/ Cawapres yang berbeda dengan yang akan diusung oleh PDI Perjuangan. Maka mempercepat pengesahan UU ini dipastikan akan memastikan kemenangan PDI Perjuangan di Pileg dan Pilpres 2024.
8. UU Masyarakat Adat tidak dapat dilihat hanya kebutuhan dan kepentingan masyarakat luar pulau Jawa. Ada anggapan dari lambatnya proses pengesahan tersebut akibat cara pandang dari DPR RI yang hanya melihat Indonesia itu hanya dari Senayan. Proses akan melambat jika kepentingan langsung pulau Jawa tidak signifikan. UU Masyarakat Hukum Adat juga mendesak disahkan untuk mengantisipasi dan mengakomodasi berbagai persoalan konflik tanah baru pasca pemindahan ibukota dari Jakarta ke Nusantara di Penajam, Kalimantan Timur.
9. Menunda pengesahan UU Masyarakat adat berarti menambah waktu penantian dan kejenuhan bagi masyarakat adat, sekaligus menambah waktu bagi para mafia tanah untuk menikmati sekaligus mengumpulkan modal untuk disalurkan untuk kepentingan politik termasuk Pileg dan Pilpres 2024.
10. Presiden, melalui Kementerian Hukum dan HAM RI diminta proaktif untuk berkoordinasi dengan Badan Legislasi DPR RI untuk mempercepat pembahasan dan pengesahan UU Masyarakat Hukum Adat.
11. Dukungan masyarakat adat, secara politik pada PDI Perjuangan dan Presiden Jokowi hendaknya direspon dengan baik. Hal terpenting dalam politik adalah kepercayaan: Jangan sampai masyarakat adat kehilangan kepercayaan kepada PDI Perjuangan dan Presiden Jokowi akibat lambatnya pengesahan UU Masyarakat Adat.
12. Jika sampai 31 Desember 2022 tidak ada pengesahan UU Masyarakat Hukum Adat, maka saya dengan kerendahan hati memohon kepada Presiden Republik Indonesia, bapak Ir. H. Joko Widodo untuk menerbitkan Perpu Masyarakat Hukum adat. Ada hal ihwal kegentingan yang memaksa Presiden segera menerbitkan Perpu Masyarakat Hukum Adat.
Demikian pemikiran ini disampaikan kepada Dewan Kolonel, Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, semoga api Sumpah Pemuda, tetap bergelora! (*)
Penulis: Sutrisno Pangaribuan, Kader PDI Perjuangan, Presidium Kongres Rakyat Nasional (KoRaN)