PT Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu Kena Denda Rp 3,1 Miliar, BPK Perintahkan SKK Migas Menagih
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI memerintahkan SKK Migas untuk menagih denda sebesar Rp 3,1 miliar kepada manajemen Badan Operasi Bersama (BOB) PT Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu. Denda tersebut sebagai implikasi keterlambatan pembayaran lifting minyak bumi bagian negara yang diproduksi BOB dari ladang minyak CPP Blok pada tahun 2021 lalu.
Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu yang dilakukan oleh BPK RI, diketahui kalau BOB terlambat membayar lifting minyak negara pada bulan Januari dan Februari 2021 lalu. Akibatnya, BOB dikenai denda sebesar 2 persen dari nilai alokasi lifting bagian negara.
Keterlambatan pembayaran terjadi dalam kisaran 5 hingga 26 hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran yang telah ditetapkan. Adapun total denda tersebut sebesar Rp 3,17 miliar yang harus disetorkan kepada negara.
BERITA TERKAIT: BPK Perintahkan SKK Migas Tagih Denda Keterlambatan Pembayaran Lifting Minyak Rp 49 Miliar ke PT PHR
Laporan hasil pemeriksaan BPK RI tersebut telah disampaikan kepada SKK Migas pada 29 Juli lalu. SKK Migas diperintahkan oleh BPK untuk segera menagihnya. SabangMerauke News mendapatkan dokumen hasil pemeriksaan tersebut.
BPK menemukan hal tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan tertentu dengan objek menyasar belanja operasional SKK Migas serta pengelolaan aset KKKS dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Migas tahun 2021.
Diketahui, CPP Blok sejak 9 Agustus 2022 lalu, resmi dikelola secara tunggal oleh PT Bumi Siak Pusako (BSP) yang merupakan BUMD dengan saham terbesar dikuasai oleh Pemkab Siak.
Dirut PT BSP Iskandar yang dikonfirmasi sejak kemarin tidak memberikan respon soal hasil pemeriksaaan BPK tersebut. Pun demikian dengan pejabat humas PT BSP, Devi juga tidak menggubris konfirmasi yang dilayangkan SabangMerauke News, Rabu (26/10/2022) sore kemarin.
PT PHR Didenda Rp 49 Miliar Lebih
Dalam laporan hasil pemeriksaan BPK yang sama, tidak hanya BOB PT BSP-Pertamina Hulu yang didenda atas keterlambatan pembayaran lifting minyak bagian negara. PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang mengelola ladang minyak Blok Rokan sejak 9 Agustus 2021 lalu pun dikenai denda.
PT PHR dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp 49 miliar. Dalam temuan hasil pemeriksaannya, BPK menyatakan telah terjadi keterlambatan pembayaran tagihan minyak bumi bagian negara dari PT PHR. Keterlambatan terjadi sejak 14 September hingga 28 Desember 2021 lalu.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, PHR diketahui selama puluhan kali terlambat membayar lifting minyak bagian negara. Keterlambatan terjadi dalam rentang 1 hari hingga paling lama 23 hari sesuai dengan batas waktu pembayaran. Akibat keterlambatan tersebut, PHR dikenakan denda sebesar 2 persen dari realisasi lifting tiap bulannya. Sehingga ditotalkan denda keterlambatan mencapai Rp 49,09 miliar.
Berdasarkan dokumen hasil pemeriksaan BPK tersebut, diketahui kalau lifting minyak bumi bagian negara yang dipakai SKK Migas menggunakan skema Election Not To in Kind (ENTIK). Padahal, menurut penelusuran BPK, perjanjian ENTIK antara SKK Migas dengan PT PHR belum ditandatangani.
"Sehingga belum terdapat ketentuan terkait jatuh tempo pembayaran tagihan minyak bumi bagian negara," tulis BPK dalam laporan hasil pemeriksaannya.
Menurut laporan BPK tersebut, dalam pelaksanaannya SKK Migas mencantumkan ketentuan jatuh tempo pembayaran adalah satu bulan setelah tanggal terakhir di bulan penyaluran, namun tidak terdapat pemisahan pencatatan untuk lifting menggunakan kapal dan pipa.
Sementara berdasarkan perjanjian in kind PT Pertamina, tanggal jatuh tempo pembayaran lifting minyak bumi bagian negara dengan menggunakan sistem kapal yakni 1 bulan setelah tanggal bill of landing diterbitkan.
"Dari hasil perbandingan antara tanggal pembayaran lifting menggunakan kapal dengan tanggal jatuh tempo sesuai ketentuan tersebut, maka terdapat denda keterlambatan pembayaran sebesar Rp 49,09 miliar," tulis BPK dalam laporannya.
BPK menyebut, praktik yang dilakukan SKK Migas tidak sesuai dengan sejumlah aturan terkait. Di antaranya Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1982 tentang Kewajiban dan Tata Cara Penyetoran Pendapatan Pemerintah dari Hasil Operasi Pertamina Sendiri dan Kontrak Production Sharing.
Selain itu juga tidak sesuai dengan Surat Menteri Keuangan RI nomor S-54/MK.06/2004 tanggal 9 Maret 2004 perihal Penyetoran Hasil Penjualan Minyak Mentah dan Gas Alam Bagian Pemerintah.
SKK Migas sendiri telah mengonfirmasi tindakannya tersebut ke BPK. Namun, meski telah memberikan penjelasan dalam tiga poin keterangan, BPK tetap menyatakan skema ENTIK belum dapat dipakai karena belum dituangkan dalam kesepakatan antara SKK Migas dengan PT PHR serta perjanjian in kind antara SKK Migas dengan PT Pertamina (Persero).
"Merekomendasikan Kepala SKK Migas agar memerintahkan Deputi Keuangan dan Komersialisasi (Deputi Keuangan dan Monetasi) untuk menagih denda keterlambatan kepada KKKS dan Pertamina sebesar Rp 108,08 miliar," tulis BPK dalam laporan hasil pemeriksaannya.
Adapun total denda keterlambatan sebesar Rp 108 miliar lebih tersebut yakni merupakan akumulasi denda sejumlah KKKS lain dan denda terhadap PT PHR.
Denda sebesar Rp 49 miliar lebih dikenakan terhadap PHR. Sementara sisanya denda juga dikenakan kepada 11 KKKS lain, termasuk terhadap PT Chevron Pacific Indonesia sebesar Rp 54,16 miliar.
Kepala SKK Migas Dwi Soejipto saat dikonfirmasi sejak Selasa (25/10/2022) kemarin, hingga kini belum memberikan respon soal hasil pemeriksaan BPK tersebut. Sama halnya dengan Dirut PT PHR Jaffee Suardin dan VP Communication PHR WK Riau Sukamto Tamrin serta pejabat humas PHR Sonitha Poernomo belum memberikan penjelasan.
Kepala Departemen Humas SKK Migas Sumbagut M Yanin merespon akan mempelajari laporan BPK tersebut serta melakukan koordinasi dengan unit fungsi terkait. (*)