Pedagang di Pinggir Jalan Selatpanjang Dipungut Parkir, Dishub Berdalih Kejar Target PAD
SABANGMERAUKE NEWS, Kepulauan Meranti - Sejumlah pedagang di pinggir Jalan Kota Selatpanjang mengeluh lantaran adanya pungutan lahan parkir oleh Dinas Perhubungan Kepulauan Meranti melalui pihak ketiga.
Salah seorang pedagang yang enggan disebutkan namanya mengatakan, setiap harinya, para pedagang dipungut retribusi sebesar Rp 3 ribu atas lahan parkir yang dipakai.
Meski surat pemberitahuan bernomor 550/DISHUB/X/2022/447 yang ditandatangani langsung oleh Kepala Dinas Perhubungan Kepulauan Meranti, Piskot Ginting, masih banyak pedagang yang merasa ragu dengan kebijakan tersebut.
"Kami pedagang kaki lima semua dikasi selebaran untuk membayar retribusi, tapi di selebaran itu isinya Perda parkir kendaraan. Kami diminta pembayaran sebesar Rp 3 ribu setiap pedagang, apakah ini pungli?" tanya pedagang tersebut, Rabu (26/10/2022).
Pedagang tersebut kembali mempertanyakan apakah bisa Perda Parkir dipakai untuk pungutan bagi pedagang kaki lima.
"Kalau Perda retribusi untuk pedagang kaki lima, ya tak ada masalah. Itu pun retribusinya tidak sebesar itu. Sedangkan ini, kami disuruh bayar Rp 3 ribu per lapak sesuai isi selebaran yang tak ada kena mengena dengan lapak. Harusnya kan pungutan sesuai berdasarkan Perda yang ada," ujar pedagang tersebut.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kepulauan Meranti, Piskot Ginting, bersama Kepala Bidang Lalulintas dan Angkutan Jalan, Gilang Wana Wijaya Cendikia SSTP MSi dan personil Dishub lainnya turun ke lapangan dan menemui sejumlah penjual di pinggir jalan untuk mendengarkan keluhan pedagang.
Dalam dialognya bersama pedagang, Piskot Ginting mengatakan bahwa pihaknya harus mengejar target dari jasa parkir untuk pemasukan Pendapat Asli Daerah (PAD) yang hanya Rp 150 juta pertahun.
Bahkan untuk meningkatkan pendapatan tersebut menurut Piskot, pihaknya saat ini sudah mendata beberapa titik parkir baru yang nantinya ditarget ikut berkonstribusi menunjang pendapatan Pemkab Kepulauan Meranti dari sektor retribusi parkir.
"Dalam rangka tertib parkir, tata kota yang Iebih rapi dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dinas Perhubungan mengimbau kepada masyarakat yang menggunakan fasilitas umum, seperti parkir ditepi jalan umum dikenakan biaya parkir sesuai dengan aturan yang berlaku," kata Piskot Ginting.
"Ini semua dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan PAD Kabupaten Kepulauan Meranti," ujar Piskot lagi.
Sementara itu, terkait lapak pedagang kaki lima yang juga dikenakan tarif parkir, dikatakan Piskot hal itu bagian dari kompensasi lahan parkir yang dipakai para pedagang untuk berjualan. Dimana pemberlakuan tarif itu dinilai dapat jadi opsi peningkatan pendapatan.
"Retribusi yang dipungut dari pedagang ini adalah bagian kompensasi terhadap bodi jalan yang sejatinya dipakai untuk lahan parkir," ucapnya.
Disebutkan lagi, pihaknya juga tidak memaksakan lahan yang saat ini dijadikan tempat lapak para pedagang dijaga oleh petugas parkir, sebagai penggantinya para pedagang hanya dimintai membayar retribusi nya saja.
"Kita juga memikirkan kehidupan perekonomian masyarakat secara umum, kalau misalnya di dekat lapak dijaga petugas parkir tentu pembeli juga merasa risih, atau nanti penjual pula yang merasa terganggu. Untuk itu kita hanya menarik retribusinya saja sebagai bentuk kontribusi dan kompensasi," ujarnya.
Untuk tarif retribusinya sendiri, Piskot mengungkapkan kalau besarannya berdasarkan persentase potensi dan tarif yang tertera didalam Perda, dimana pihaknya mematok sebesar Rp 3.000. Meski menilai tarif tersebut tidak sebanding dengan nilai potensial parkir.
Disebutkan, berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 tahun 2018 tentang Perubahan atas Perda nomor 12 tahun 2012 tentang retribusi jasa umum, sesuai dengan pasal 2 jenis retribusi jasa umum, tarif pelayanan parkir di tepi jalan
untuk sepeda motor Rp 1.000 dan mobil penumpang Rp 2.000
"Seperti lapak di Jalan Merdeka, itu potensi parkir nya sangat besar, namun setiap pedagang hanya kita patok sebesar Rp 3.000. Jika sesuai aturan, disana juga tidak boleh berjualan di pinggir jalan, karena masuk ruas kawasan tertib lalu lintas. Tapi kita juga tetap memikirkan perekonomian masyarakat," tuturnya.
Dari hasil dialognya bersama para pedagang, Piskot mengatakan tidak ada yang keberatan, hanya saja ada beberapa penyampaian yang belum dipahami.
"Dari dialog yang kita lakukan, tidak ada pedagang yang merasa keberatan. Mereka semua setuju untuk membayar, hanya saja mereka belum paham apa yang dimaksud didalam surat tersebut. Namun ada juga beberapa pedagang yang meminta untuk tarifnya diturunkan, itu akan kita bahas dalam rapat nantinya," pungkasnya. (R-01)