Awalnya Deg-degan, Ternyata UKW Tak Seseram Kata Orang
SABANGMERAUKE NEWS, Rokan Hilir - Awalnya menghapal adalah jalan ninjaku untuk sukses mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW), tapi ternyata tidak. Kita bukan anak sekolah yang biasa diberi pelajaran untuk menghapal, tapi diberi akal untuk memahami apa itu Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) dan dasar regulasi itu yakni UU No 40 Tahun 1999.
Kegiatan UKW itu dilaksanakan di Ballroom New Hollywood Hotel, Jln Kuantan Raya, Kota Pekanbaru. Awalnya Deg-degan, namun akhirnya tidak apabila kita anggap seperti bukan sedang diuji, anggap saja sedang meliput suatu kegiatan sekaligus dimentori senior.
UKW angkatan XIX - XX yang diselenggarakan lembaga uji Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada Rabu hingga Kamis (19-20/10/2022) itu diikuti 57 orang dari 59 pendaftar. Dari 57 peserta, 50 dinyatakan kompeten dan 7 dinyatakan belum kompeten.
Tujuh kelas muda, 2 kelas madya dan 1 kelas utama langsung dibagi dan disebutkan siapa pengujinya. Begitu nama ketua PWI Riau, Bang Zulmansyah Sekedang sebagai penguji disebutkan oleh Direktur Lembaga Uji PWI Pusat, Profesor Rajab Ritonga, saya berharap nama saya ada disitu sebagai peserta muda, Alhamdulillah, nama saya ada disebut di kelas yang diuji oleh ketua PWI Riau itu.
Dari yang saya dengar, Bang Zul merupakan penguji yang sabar meski terlihat galak.
Kami ada 6 orang, rasa berdebar-debar pun mulai dirasakan seperti apa kata-kata teman yang lebih dahulu mengikuti UKW.
Namun ternyata tidak, penguji kami yang sabar terbukti dengan kesalahan kami dalam mengerjakan mata kerja, diarahkan dan disuruh untuk memperbaiki.
Mata uji pertama adalah meliput acara terjadwal sebuah konferensi pers. Sempat kacau pikiran saya, pasalnya entah apa materi konferensi pers yang disampaikan narasumber secara simulasi. Alhamdulillah, karena menganggap itu beneran giat konferensi pers, saya pun tidak pedulikan lagi bahwa kami sedang diuji.
Saya dekat langsung dengan narasumber, dari Energi Mega Persada Bentu Ltd yang menjabat Eksternal & Internal Relations Coordinator, Dr Zulfan.
Materi pun berlanjut dengan materi wawancara cegat atau doorstop. Pak Zulfan yang kala itu seolah-olah sedang berjalan keluar dari konferensi pers, para wartawan mengejar dan langsung mencegat untuk melakukan wawancara kembali, mempertegas apa yang disampaikan sebelumnya.
Beruntung, saya sempat meminta kontak beliau dan kami pun membuat berita dari konferensi pers sekaligus wawancara cegat.
Sesi ini berlalu, setelah hasil berita dikoreksi bang Zul, ternyata masih banyak yang salah menulis berita dan bahkan ada yang tidak memenuhi unsur 5W 1H.
Hanya satu yang sudah layak jadi berita, tapi bang Zul tidak menyebutkan siapa itu. Hasil berita yang sudah diprint kemudian dibagi kepada peserta, termasuk saya.
Saya pun kemudian interupsi, kenapa berita saya tidak dikoreksi. Setelah dikoreksi ternyata salah saya dalam menulis judul dan nama penulis diakhir berita.
Lanjut dengan mata uji rapat redaksi, ya kami biasa di lapangan dan tugas di daerah tentu saja kaget karena tidak pernah ikut rapat redaksi dan sekaligus mengusulkan rencana liputan.
Disesi ini, peserta kelas madya datang ke kelas kami untuk memimpin rapat redaksi. Saya yang sebelumnya ditunjuk penguji memilih rubrik Politik, saya usulkan rencana liputan tentang Pemilihan Kepala Desa. Bukan tanpa sebab, pemilih kepala desa merupakan salah satu PR saya di daerah karena terkesan ada keterlambatan.
Saya awalnya sempat diprotes sama redaktur, sebab Pilkades bukan masuk rubrik Politik. Disitu saya diuji untuk mempertahankan pendapat saya bahwa Pilkades ada hubungannya dengan politik terutama menjelang tahun politik 2024, di daerah kami ada dugaan Pilkades diundur hingga 2025 setelah masa Pemilu berakhir.
Akhirnya perdebatan kami pun dihentikan penguji, sehingga saya dipersilahkan untuk meliput tentang Pilkades.
Sewaktu di tempat untuk mengeprint mata kerja, saya ketemu redaktur simulasi tadi, terakhir saya ketahui namanya bang Kuswoyo. Dia pun mengapresiasi pendapat saya dalam rapat redaksi tadi.
"Kalau tidak dihentikan bang Zul, mungkin tadi kita debatnya masih panjang. Tapi keren kamu mempertahankan itu," katanya sembari tersenyum.
Dan diam-diam bang Kuswoyo ini ternyata peserta UKW dengan nilai tertinggi kategori pria, disusul kategori wanita, Kak Rosita.
Selanjutnya mata uji tentang UU Pers, KEJ dan PPRA. Terlihat biasa saja apabila sudah terbiasa di lapangan dalam memberitakan. Namun tidak sedikit di kelas kami yang kesulitan mengerjakan mata kerja.
Ada 2 mata kerja, yakni menilai sebuah berita terlampir dan memberitakan ulang berita itu yang tidak melanggar kode etik dan PPRA.
Dalam menilai berita yang terlampir, salah satu yang kita nilai adalah nama tersangka yang tidak diinisialkan. Hal itu melanggar kode etik praduga tak bersalah. Ditambah, korban pencabulan dalam berita itu juga masih anak dibawah umur, dan anak kandung dari pelaku.
Sehingga alamat minimal hanya nama kecamatan, desa tidak boleh disebutkan.
Saya juga mulai memahami itu sejak bergabung menjadi PWI Riau pada tahun 2019 lalu. Kami calon anggota diuji dan diberi pemahaman tentang PPRA.
Alhamdulillah disesi itu saya hanya dikoreksi judul yang salah, maklum kebiasaan judul direvisi editor, saya pun terkesan menulis judul asal-asalan.
Selanjutnya mata uji wawancara tatap muka, kami bersimulasi dengan peserta lain dan bergantian menjadi narasumber. Hanya diberi waktu 5 menit.
Disitu kami banyak mendapat kesalahan, mungkin karena gugup, bahan pertanyaan tidak memenuhi unsur 5W+1H. Kami pun ditegur dan diberi kesempatan untuk memperbaiki.
Sesi terakhir, kami diuji menghubungi jejaring atau sumber berita yang terdiri dari pejabat pemerintah hingga swasta.
Dua puluh kontak saya serahkan kepada penguji, dalam pilihan pertama saya disuruh memilih yang gampang dihubungi melalui seluler. Kebetulan diurutan pertama, kontak Ketua DPRD Rohil, Maston, langsung saya telpon. Kedua saya dipilihkan, jatuh kepada Camat Bagan Sinembah, Drs Ahmad Atin. Terakhir saya dipilihkan kontak jejaring, yakni ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Rokan Hilir, wartawan senior dan merupakan teman baik dari Bang Zul.
Begitu diangkat, Bang Zul langsung ingin bicara. Yang ditanyakan, apakah benar saya ini wartawan. Bang Jo, sapaan akrab ketua SMSI Rohil itu pun dengan tegas 'Iya'. Lantaran, Bang Jo sudah lama mengetahui sepak terjang saya di lapangan dalam meliput, mencari, mengumpul, menyimpan dan menyebarkan informasi melalui media tempat saya bekerja.
Alhamdulillah sesi pengujian pun berakhir, meski ada beberapa teman sekelas mengulang mata kerja seperti yang diminta penguji.
Ternyata benar, kita yang sudah terbiasa dengan membuat berita berpedoman pada UU Pers, KEJ dan PPRA, tidak akan kagok atau gugup dalam mengikuti UKW.
Dalam penutupan, Bang Zul tidak menyebutkan nama-nama yang tidak kompeten. Namun beliau tetap memberi semangat, tidak kompeten bukan berarti aib dan bisa mengulang kembali 6 bulan kemudian.
Yang menjadi kesimpulan saya dan teman-teman sekelas, UKW ini bukan ajang untuk membuktikan siapa yang terbaik. Tapi dengan UKW ini, kita mendapat ilmu. Ternyata seperti inilah sebenar-benarnya wartawan. (*)