Sidang Korupsi Alat Rapid Test Kadiskes Meranti, 4 Pejabat Kantor Kesehatan Pelabuhan Pekanbaru Diperiksa Pengadilan: Tak Boleh Pungut Bayaran!
SabangMerauke News, Pekanbaru - Sebanyak 4 orang pejabat dan staf Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Pekanbaru dimintai keterangannya dalam sidang kasus korupsi alat rapid test Covid-19 di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Selasa (21/12/2021). Keempatnya diperiksa ikhwal penyerahan bantuan sebanyak 3 ribu paket alat rapid test yang diserahkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Meranti.
Adapun terdakwa dalam perkara ini yakni mantan Kadis Kesehatan Kabupaten Kepulauan Meranti, Misri Hasanto (MH). Dalam kasus yang disidik oleh Polda Riau ini, MH dituduh melakukan dugaan pemalsuan dokumen laporan penggunaan dan penyalahgunaan alat rapid test. Sidang dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai oleh Ketua PN Pekanbaru, Dr Dahlan SH, MH.
Keempat saksi yang dimintai keterangan tersebut yakni Kepala KKP Pekanbaru, Syarifuddin Saragih, Koordinator KKP Wilayah Kerja Selatpanjang, Kusnadi, Kasubag Administrasi Umum KKP Pekanbaru, Hanif dan seorang dokter bernama Melda.
Syarifuddin dalam keterangannya menyatakan kalau dalam pelaksanaan rapid test tersebut tidak diperbolehkan memungut bayaran alias gratis. Soalnya, alat rapid test dari Kementerian Kesehatan ini diberikan cuma-cuma oleh pemerintah pusat dalam pencegahan dan penanganan Covid-19 khususnya di kawasan pelabuhan keluar masuk manusia.
"Tidak boleh dipungut bayaran, gratis," kata Syarifuddin kepada SabangMerauke News usai persidangan tersebut.
Sementara, Dr Melda saat ditanyai oleh kuasa hukum terdakwa menegaskan kalau bantuan alat rapid test tersebut harus disimpan di instalasi farmasi. Padahal, dalam penyidikan oleh Polda Riau, terdakwa MH menyimpannya di ruang kerjanya dan diduga juga sebagian disimpan di klinik pribadi milik terdakwa MH.
Kasubag Administrasi Umum KKP Pekanbaru, Hanif mengaku tidak tahu soal status barang bantuan tersebut setelah diserahkan ke Pemda Kepulauan Meranti melalui Dinas Kesehatan. Saat ditanya oleh kuasa hukum terdakwa, Hanif menyatakan kurang memahami dari aspek hukum.
"Kalau itu sudah menyangkut hukum, saya kurang paham, Pak," kata Hanif.
Mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Meranti, dr Misri Hasanto M.Kes (MH) terjerat dugaan korupsi alat rapid test Covid-19 bantuan Kementerian Kesehatan RI pada 2020 lalu.
MH dijadikan tersangka oleh Polda Riau dalam kasus dugaan penyelewengan bantuan 3 ribu alat rapid test Covid-19 yang diberikan Kementerian Kesehatan RI lewat Kantor Kesehatan Pelabuhan Meranti. MH diduga tidak mendistribusikan alat rapid test itu sesuai ketentuan, sebaliknya ia dituding memanfaatkan fasilitas tersebut untuk keuntungan pribadinya.
Hasil penyidikan yang diumumkan Polda Riau menyebut kalau MH malah mengomersilkan alat rapid test dengan menarik dana dari masyarakat rata-rata Rp150 ribu. Alat rapid test yang seharusnya disimpan pada instalasi farmasi milik Pemkab Meranti, justru oleh MH sebagian disimpan di klinik pribadinya.
Untuk menutupi perbuatannya itu, MH lalu membuat laporan diduga palsu yang menyatakan bahwa rapid test seakan-akan sudah disalurkan kepada masyarakat. Namun dari hasil pengecekan petugas, masyarakat yang dimaksud tidak pernah menerima kegiatan rapid test.
Dipakai Petugas Bawaslu
Selain itu, tersangka diduga mengalihkan pemanfaatan alat rapid test untuk petugas Badan Pegawas Pemilihan Umum (Bawaslu) se-Kabupaten Kepulauan Meranti, yang dilaksanakan petugas medis seluruh puskesmas.
Petugas Bawaslu melakukan tes Covid-19 sebelum melakukan tahapan pengawasan logistik dan kampanye pada 10 November 2020 sebanyak 191 orang dan 20 November 2020 sebanyak 450 orang.
Pihak Bawaslu telah melakukan pembayaran tunai sebesar Rp Rp 96.150.000 sesuai dengan kuitansi pembayaran Sekretaris Bawaslu Kepulauan Meranti.
MH ditangkap pada Jumat (17/9/2021) lalu di sebuah tempat penginapan di Kota Pekanbaru.
Perbuatan MH diduga sudah dilakukannya sejak September 2020 sampai Januari 2021. Atas perbuatannya, MH diancam pasal 9, pasal 10 huruf a Undang-undang (UU) RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*)