Pasal 'Spesial' Korupsi Mantan Rektor UIN Suska Riau Prof Akhmad Mujahiddin, Tak Wajib Ada Unsur Kerugian Negara?
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Kejaksaan Negeri Pekanbaru menetapkan mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau, Prof Dr Akhmad Mujahiddin sebagai tersangka korupsi. Status hukum ini sebenarnya cukup mengagetkan. Pasalnya, selama ini publik dan media massa tak pernah mendeteksi adanya pengusutan perkara rasuah tersebut.
Kasus korupsi yang disebut oleh kejaksaan terkait proyek jaringan internet kampus tahun 2020-2021 tersebut, selama ini tampaknya luput dari pemberitaan media.
Namun, secara mengejutkan pada Jumat (21/10/2022) siang tadi, tim jaksa penyidik sudah melimpahkan tersangka dan barang bukti (tahap II) ke jaksa penuntut umum Kejari Pekanbaru.
Dalam rilis media yang diterima SabangMerauke News, tersangka Prof Akhmad Mujahiddin (AM) terjerat dalam kasus pengadaan jaringan internet kampus tahun 2020 silam. Adapun anggaran proyek tersebut sebesar Rp 2,94 miliar. Selain itu juga terkait pengadaan jaringan internet kampus bulan Januari-Maret 2021 sebesar Rp 734,9 juta lebih.
Adapun dana proyek tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Menurut kejaksaan, RUP kegiatan pengadaan jaringan internet kampus UIN Suska Riau tahun 2020 dan 2021 ditayangkan ke dalam aplikasi SIRUP (Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan) LKPP dengan metode pemilihan e-purchasing.
"Bahwa pemilihan penyedia/ provider internet tahun 2020 tidak dilakukan dengan metode pemilihan e-purchasing, melainkan dilakukan penunjukan PT Telkom sebagai penyedia dengan menggunakan kontrak berlangganan," kata Bambang dalam keterangan persnya.
Kejaksaan menyebut kegiatan pengadaan jaringan internet kampus tahun anggaran 2020, dilaksanakan dengan modus sistem kerja sama Organisasi (KSO) menggunakan sistem kontrak berlangganan dan dituangkan lewat nota kesepakatan bersama tentang Peningkatan Akses Internet di Lingkungan Kampus. Adapun kesepakatan diteken oleh pihak UIN Suska Riau dengan PT Telkom Indonesia Tbk.
"Namun pihak UIN Suska Riau tetap menggunakan APBN dalam pelaksanaan KSO tersebut," terang Bambang.
Menurut Bambang, tindakan tersebut bertentangan dengan pasal 7 ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 136/PMK.05/2016 tentang Pengelolaan Aset pada Badan Layanan Umum.
Bambang menjelaskan, tersangka Akhmad Mujahiddin (AM) dikenakan sangkaan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf I Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.
AM setelah dilakukan tahap II langsung ditahan di Rutan Sialang Bungkuk Pekanbaru untuk 20 hari ke depan.
Kejari Pekanbaru telah menetapkan 4 orang sebagai jaksa penuntut umum perkara ini. Yakni jaksa Agung Irawan SH, MH, Nurainy Lubis SH, Lusi Yetri Man Mora SH dan jaksa Dewi Shinta Dame Siahaan SH, MH.
Unsur Kerugian Negara?
Pasal korupsi yang dikenakan kepada Prof Ahmad Mujahidin yakni pasal Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf i Undang-undang Pemberantasan Tipikor.
Pasal 12 huruf e kerap disebut sebagai kejahatan korupsi dengan unsur pemerasan.
Selengkapnya, bunyi pasal ini yakni: "Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri".
Sementara Pasal 12 huruf i dikenal dengan korupsi karena konflik kepentingan (interest conflict) dalam proses pengadaan barang dan jasa.
Selengkapnya, bunyi pasal tersebut yakni: "Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya".
Adapun ancaman kedua pasal yang disangkakan yakni pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Dalam beberapa kasus korupsi, penerapan kedua pasal tersebut tidak memerlukan adanya unsur kerugian negara. Hal ini berbeda dengan sangkaan pasal korupsi umum lainnya, khususnya Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tipikor yang mempersyaratkan adanya unsur kerugian negara secara mutlak.
Pembuktian terhadap sangkaan pasal tersebut lebih ditekankan pada ada tidaknya pasal korupsi 'pemerasan' atau korupsi 'konflik kepentingan' yang dilakukan oleh tersangka (terdakwa).
Cukup Mengagetkan
Selama ini, kasus dugaan korupsi yang terdeteksi diduga menyeret Prof Akhmad Mujahiddin adalah berkaitan dengan pengelolaan dana badan layanan umum (BLU) kampus UIN Suska Riau tahun 2019-2020 senilai Rp 129 miliar. Penanganan kasus ini dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Riau.
Hingga kini, penyidikan kasus ini belum berujung pada penetapan tersangka.
"Prosesnya masih berjalan. Belum ada penetapan tersangka (penyidikan kasus BLU)," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Riau, Bambang Heripurwanto kepada SabangMerauke News, Jumat sore.
Dalam kasus pengelolaan dana BLU tersebut, penyidik Kejati Riau sebelumnya telah memeriksa puluhan saksi dari kalangan internal kampus UIN Suska Riau, termasuk ahli. Sejauh ini angka kerugian negara dalam kasus ini belum pernah diumumkan lewat media.
Prof Akhmad Mujahiddin sendiri sudah diperiksa beberapa kali dalam kasus ini. Unsur petinggi kampus lainnya juga sudah dimintai keterangan.
Namun, belum tuntas penyidikan kasus dana BLU ditangani Kejati Riau, Prof Akhmad Mujahiddin sudah ditahan dalam kasus korupsi lain yakni pengadaan jaringan internet kampus. (*)