KPK Periksa Wakil Rektor Unri Prof Nur Mustafa Kasus Dugaan Suap Penerimaan Mahasiswa Unila
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil delapan saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap penerimaan calon mahasiswa baru tahun 2022, Kamis (20/10/2022). Salah satu yang diperiksa yakni Wakil Rektor I Universitas Riau (Unri) Prof Dr Nur Mustafa MPd.
"Hari ini, pemeriksaan saksi untuk tersangka KRM. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding kepada media, Kamis.
KPK dalam kasus ini telah menetapkan Rektor Universitas Lampung (Unila), Prof Karomani (KRM) dan sejumlah pihak lainnya sebagai tersangka.
Adapun ke delapan saksi yang diperiksa yakni Wakil Rektor I Universitas Riau (Unri) M. Nur Mustafa, dosen Universitas Sriwijaya (Unsri) Entis Sutisna Halimi, Dekan Fakultas Teknik Unila Helmy Fitriawan, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unila Ida Nurhaida.
Selain itu, juga diperiksa Pembantu Rektor II Unila Asep Sukohar, pembantu Dekan I Fakultas Hukum Unila Rudi Natamiharja, Mualimin selaku dosen, dan Manajer Informa Furniture Lampung Haditiya Rayi Setha A.
KPK telah menetapkan empat tersangka terdiri atas tiga orang selaku penerima suap, yakni KRM, Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi (HY), dan Ketua Senat Unila Muhammad Basri (MB). Sementara itu, pemberi suap adalah pihak swasta Andi Desfiandi (AD).
Rektorat Unri Digeledah
KPK sebelumnya telah menggeledah gedung rektorat Universitas Riau di Pekanbaru. Penggeledahan dilakukan untuk mengumpulkan dokumen tentang penerimaan mahasiswa baru, khususnya mahasiswa jalur kerjasama dan afirmatif.
Penggeledehan ini berkaitan dengan pengembangan kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa baru di kampus Universitas Lampung (Unila) dengan tersangka utama Rektor Unila, Prof Karomani pada Agustus lalu.
Ada sebanyak 3 kampus lain yang telah digeledah oleh penyidik KPK. Selain Universitas Riau, dua kampus lain yang digeledah yakni Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten dan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
"Tim Penyidik sejak 26 September 2022 sampai dengan 7 Oktober 2022 telah selesai melaksanakan penggeledahan di 3 perguruan tinggi negeri. Yakni Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Universitas Riau dan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh," kata jurubicara KPK, Ali Fikri dalam keterangan tertulis diterima SabangMerauke News, Senin (10/10/2022) lalu.
Ali Fikri menjelaskan, tempat yang digeledah oleh penyidik KPK pada ketiga kampus negeri tersebut yakni di antaranya adalah ruang kerja rektor dan beberapa ruangan lainnya.
"Bukti yang ditemukan dan diamankan yaitu berbagai dokumen dan bukti elektronik terkait dengan penerimaan mahasiswa baru termasuk seleksi mahasiswa dengan jalur afirmatif dan kerja sama," jelas Ali Fikri.
KPK, kata Ali Fikri, akan melakukan analisis terhadap data dan dokumen yang ditemukan dalam penggeledahan. Penyidik juga telah menyita data-data tersebut.
"Kemudian penyidik akan melakuka konfirmasi lagi kepada para saksi maupun tersangka untuk menjadi kelengkapan berkas perkara," terang Ali Fikri.
Rektor Untirta Diperiksa
Sebelumnya memang KPK telah memanggil Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Bante, Fatah Sulaiman pada 30 September lalu.
Fatah disebut dimintai keterangan dalam kasus suap penerimaan mahasiswa Universitas Lampung (Unila) yang menjerat Sang Rektor, Prof Karomani.
Pemeriksaan terhadap Rektor Untirta tersebut dibenarkan Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri Saat itu, Ali menyebut Fatah Sulaiman bakal diperiksa sebagai saksi untuk Karomani. Pemeriksaannya dilakukan di Polresta Bandar Lampung.
"Hari ini (30/9/2022) bertempat di Polresta Bandar Lampung, Tim Penyidik menjadwalkan pemanggilan saksi," kata Kabag Pemberitaaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (30/9/2022) lalu.
Namun, Ali saat itu belum menjelaskan detil terkait pemeriksaan Fatah Sulaiman. Selain Fatah Sulaiman, KPK turut menjadwalkan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi lainnya.
Dalam kasus suap penerimaan mahasiswa jalur mandiri di Unila Lampung, KPK telah menetapkan Rektor Unila Prof Karomani sebagai tersangka. Ia terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Sabtu (20/8/2022) lalu.
Selain Karomani, KPK menetapkan Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryand, Ketua Senat Unila Muhammad Basri, dan pihak swasta Andi Desfiandi.
Dalam OTT itu, KPK menyita uang tunai berjumlah Rp 414,5 juta, slip setoran deposito dengan nilai Rp 800 juta, hingga kunci safe deposit box yang diduga berisi emas senilai Rp 1,4 miliar. Selain itu, KPK menyita kartu ATM dan buku tabungan berisi uang Rp 1,8 miliar.
Dalam konstruksi perkaranya, KPK menduga Karomani aktif terlibat dalam menentukan kelulusan calon mahasiswa baru dalam Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila). Karomani mematok harga yang bervariasi untuk meluluskan mahasiswa mulai dari Rp 100 juta hingga Rp 350 juta.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa KRM yang menjabat sebagai Rektor Unila periode 2020-2024 memiliki wewenang terkait dengan mekanisme Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) Tahun Akademik 2022.
Selama proses Simanila berjalan, KPK menduga KRM aktif terlibat langsung dalam menentukan kelulusan dengan memerintahkan HY, Kepala Biro Perencanaan dan Humas Unila Budi Sutomo, dan MB untuk menyeleksi secara personal terkait dengan kesanggupan orang tua mahasiswa.
Apabila ingin dinyatakan lulus, calon mahasiswa dapat "dibantu" dengan menyerahkan sejumlah uang, selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan kepada pihak universitas.
Selain itu, KRM juga diduga memberikan peran dan tugas khusus bagi HY, MB, dan Budi Sutomo untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua calon mahasiswa baru. Besaran uang itu jumlahnya bervariasi mulai dari Rp100 juta sampai Rp350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan.
Seluruh uang yang dikumpulkan KRM melalui Mualimin selaku dosen dari orang tua calon mahasiswa itu berjumlah Rp603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi KRM sekitar Rp575 juta.
KPK juga menemukan adanya sejumlah uang yang diterima KRM melalui Budi Sutomo dan MB yang berasal dari pihak orang tua calon mahasiswa yang diluluskan KRM atas perintah KRM.
Uang tersebut telah dialihkan dalam bentuk menjadi tabungan deposito, emas batangan, dan masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp4,4 miliar. (*)