Kasus Suap HGU PT Adimulia Agrolestari di Riau, KPK Periksa Komisaris Perusahaan Frank Wijaya
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Komisaris PT Adimulia Agrolestari, Frank Wijaya diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemeriksaan berkaitan dengan babak baru penyidikan kasus suap perpanjangan hak guna usaha (HGU) perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut di Kanwil BPN Riau.
Pemeriksaan Frank Wijaya dibenarkan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding, Rabu (19/10/2022). Frank telah diperiksa pada Selasa (18/10/2022) kemarin.
"Didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan proses pengurusan perpanjangan HGU yang diajukan oleh PT AMA (Adimulia Agrolestari) ke Kanwil BPN Provinsi Riau yang diduga melalui pihak yang terkait dengan perkara ini," kata Ipi Maryati Kuding.
Frank Wijaya sebelumnya telah dicegah bepergian ke luar negeri oleh Dirjen Imigrasi atas permintaan KPK. Bersamanya, mantan Kepala Kanwil BPN Riau Syahrir juga turut dicekal hingga 6 bulan ke depan.
Sebelumnya, KPK telah membuka penyidikan baru (gelombang kedua) kasus suap perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari. Bahkan, KPK menyatakan telah menetapkan sejumlah tersangka baru dalam kasus ini. Meski demikian, sejak diumumkan pekan lalu, hingga kini KPK tak kunjung mengumumkan siapa tersangkanya.
Geledah Kantor BPN Riau
KPK pekan lalu telah melakukan penggeledahan ruangan di Kantor Wilayah Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/ BPN) Provinsi Riau. Penggeledahan disebut sebagai upaya menemukan alat bukti pendukung dalam kasus dugaan suap perpanjangan hak guna usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari di Riau.
"Ditemukan dan diamankan bukt di antaranya berbagai dokumen pengajuan dan perpanjangan HGU yang diduga memiliki keterkaitan dengan perkara. Untuk melengkapi berkas perkara, bukti-bukti tersebut berikutnya segera dianalisis dan disita sebagai barang bukti," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri kepada media, Selasa (11/10/2022) lalu.
Adapun penggeledahan ruangan Kanwil BPN Riau tersebut diigelar pada Senin (10/11/2022) kemarin. Meski demikian, informasi lain menyebut KPK diduga juga melakukan pendalaman atas sejumlah pengurusan HGU korporasi lainnya di Riau.
"Kami dengar gak hanya soal HGU PT Adimulia Agrolestari. Tapi juga ada HGU perusahaan lain," kata sumber tersebut kepada SabangMerauke News.
Diketahui, sejumlah korporasi kelapa sawit di Riau saat ini juga sedang melakukan pengurusan perpanjangan konsesi HGU. Termasuk, perusahaan dari korporasi besar yang beroperasi di wilayah Riau.
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri telah dikonfirmasi soal informasi adanya temuan dokumen HGU perusahaan lain, selain HGU PT Adimulia Agrolestari dalam penggeledahan di ruangan Kanwil BPN Riau tersebut. Namun Ali Fikri belum memberikan respon.
Frank Wijaya dan Eks Kakanwil BPN Riau Dicekal
Sebelumnya diwartakan, Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkum HAM mencegah dua orang diduga kuat terkait kasus suap perpanjangan hak guna usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari di Riau. Pencegahan atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pencegahan berpergian diberlakukan terhadap Komisaris PT Adimulia Agrolestari Frank Wijaya dan eks Kakanwil BPN Riau M Syahrir.
"Pencegahan atas nama Fank Wijaya dan M Syahrir diajukan oleh KPK berlaku mulai 6 Oktober 2022 sampai dengan 6 April 2023," kata Kasubag Humas Ditjen Imigrasi, Ahmad Nursaleh, Senin (10/10/2022).
Dalam perkara ini, KPK disebut telah menetapkan tiga orang tersangka. Diduga kuat ketiganya yakni Syahrir, Frank Wijaya dan eks General Manager PT Adimulia Agrolestari, Sudarso.
Sudarso saat ini berstatus narapidana dan sedang menjalani masa hukuman dalam perkara pokok memberikan suap kepada Bupati Kuansing nonaktif, Andi Putra dalam pengurusan perpanjangan HGU PT Adimulia.
Kakanwil BPN Riau Disebut Terima Rp 1,2 Miliar
Fakta persidangan mengungkap keterangan yang cukup mengejutkan dari Sudarso. Petinggi PT Adimulia Agrolestari tersebut mengaku telah memberikan uang sebesar Rp 1,2 miliar kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Riau, Syahrir.
Pemberian uang dilakukan sebelum pelaksanaan rapat ekspos di Prime Park Hotel yang menghadirkan sejumlah pejabat lintas institusi, termasuk elemen pejabat daerah di Kuansing dan Pemprov Riau.
Namun, Syahril membantah keras pengakuan Sudarso tersebut. Sebaliknya, ia menyebut tuduhan itu sebagai fitnah.
Pada sisi lain, petinggi PT Adimulia Agrolestari yang menjabat sebagai komisaris, Frank Wijaya juga disebut-sebut ikut andil dalam pemberian dugaan suap kepada Andi Putra dan Syahrir.
Bahkan, dalam putusan perkara terpidana Sudarso, majelis hakim menyatakan tindakan Frank Wijaya terkualifikasi ikut serta dalam proses pemberian suap.
Soalnya, fakta dan sejumlah alat bukti di persidangan yang dihadirkan KPK, menunjukkan adanya persetujuan Frank dalam pemberian uang kepada Andi Putra melalui anak buahnya Sudarso.
Frank beralasan justru menyebut pemberian uang kepada Andi Putra sebagai uang pinjaman (utang). Namun faktanya, tidak ada bukti-bukti hubungan keperdataan (utang piutang) antara Frank maupun perusahaan PT Adimulia dengan Andi Putra.
Dalam perkara pokok sebelumnya, Bupati Kuansing nonaktif, Andi Putra oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru telah divonis pidana penjara selama 5 tahun dan 7 bulan ditambah denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan.
Putusan itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang meminta Andi Putra divonis 8 tahun dan 6 bulan penjara ditambah denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan serta uang pengganti sebesar Rp500 juta. Atas vonis tersebut, JPU KPK menyatakan upaya hukum banding.
Sementara itu, Sudarso divonis 2 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan. KPK telah mengeksekusi Sudarso ke Lembaga Pemasyarakatan berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Kini, Sudarso disebut-sebut kembali ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terhadap eks Kepala Kanwil BPN Riau, Syahrir. Namun, KPK belum secara resmi mengumumkannya. (*)