Rupiah Melemah Sementara Harga Minyak Tinggi, Pengamat Ekonomi: Harga BBM Bisa Naik Lagi!
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi seperti bensin dengan nilai oktan (RON) 92 atau setara Pertamax yang dijual PT Pertamina (Persero) diperkirakan akan naik lagi pada November mendatang.
Pasalnya, nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kian melemah. Pelemahan nilai rupiah terus terjadi hingga nyaris mendekati Rp 15.500 per US$.
Pada pembukaan perdagangan pagi ini, Rabu (19/10/2022), rupiah berada di posisi Rp 15.465 per US$. Tetapi pada pukul 9:03 WIB melemah 0,06% ke Rp 15.475 per US$, melansir data Refinitiv.
Nilai rupiah ini sangat terkoreksi bila dibandingkan asumsi kurs yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022. Pada APBN, kurs dipatok sebesar Rp 14.350 per US$. Sementara menurut perubahan APBN sesuai Peraturan Presiden No.98 tahun 2022, kurs dipatok Rp 14.450 per US$.
Tak hanya pelemahan kurs, harga minyak yang masih bertahan di posisi tinggi di sekitaran US$ 90 per barel juga bisa menjadi pemicunya.
Pada perdagangan Selasa (18/10/2022) harga minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate anjlok 3,09% ke US$ 82,82 per barel. Sementara jenis mentah Brent turun 1,74% menjadi US$ 90,03 per barel. Harga minyak ini lebih tinggi dibandingkan September yang sempat turun ke bawah US$ 80 per barel selama beberapa hari.
Pengamat Ekonomi dan Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, melemahnya kurs rupiah dan juga harga minyak yang tinggi akan sangat berdampak pada penentuan harga BBM di dalam negeri.
Pasalnya, kedua faktor itu berpengaruh pada penetapan harga jual BBM yang diputuskan oleh badan usaha penyalur BBM seperti PT Pertamina (Persero) dan juga badan usaha swasta lainnya.
Selain kedua faktor itu, lanjutnya, harga BBM juga ditetapkan berdasarkan perhitungan inflasi. Namun menurutnya tingkat inflasi sejauh ini masih terkendali.
"Inflasi masih terkendali lah, tapi dua variabel tadi (kurs dan harga minyak) bisa menyebabkan kenaikan harga keekonomian, baik dari (BBM) subsidi maupun non subsidi," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (19/10/2022).
"Kalau yang (BBM) non subsidi itu sudah diberlakukan Pertamina. Dia selalu melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap harga minyak, jika harga naik maka dia naikkan (harga Pertamax), kalau turun ya diturunkan, Pertamax kan seperti itu," lanjutnya.
Dia memperkirakan, dengan kondisi harga minyak sejauh ini masih di kisaran US$ 90 per barel, harga BBM non subsidi seperti Pertamax pada bulan depan bisa naik sekitar Rp 1.000 - Rp 1.500 per liter.
"Tadi Pertamax itu kan disesuaikan dengan dua variabel tadi, saya hanya menggunakan variabel harga minyak dunia, maka kemungkinan bisa naik Rp 1.000 - Rp 1.500 untuk Pertamax," ungkapnya.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero), per 1 Oktober 2022 telah melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis non subsidi, seperti Pertamax, Pertamax Turbo hingga Pertamina Dex.
Pertamina menurunkan dua jenis produk BBM non subsidi, yakni bensin Pertamax (RON 92) dan Pertamax Turbo (RON 98). Namun, Pertamina juga menaikkan harga dua jenis solar non subsidi, yakni Dexlite dan Pertamina Dex.
Harga BBM Pertamax untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya turun Rp 600 per liter dari yang sebelumnya Rp 14.500 per liter menjadi Rp 13.900 per liter. Begitu juga dengan harga Pertamax Turbo turun dari yang sebelumnya Rp 15.900 per liter menjadi Rp 14.950 per liter.
Seperti diketahui, penyesuaian harga BBM Umum ini dilakukan untuk mengimplementasikan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum. (R-03)