6 Trik Licik Ferdy Sambo, Tempelkan Pistol ke Tangan Mayat Brigadir J Hingga Menangis di Depan Anak Buah
SABANGMERAUKE NEWS - Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo sudah menjalankan sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022).
Dia didakwa dua kasus, yakni pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dan perintangan proses penyidikan (obstruction of justice) pembunuhan tersebut. Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyampaikan bahwa perintangan penyidikan itu dilakukannya dengan melibatkan Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.
Ada rekayasa yang disusunnya setelah menembak Yosua hingga tewas. Skenario yang direkayasa itu dia susun sembari memerintahkan anak buahnya melakukan sejumlah hal untuk menghilangkan barang bukti.
Ferdy Sambo mulai berakting menangis di depan ajudan, hingga meminta CCTV yang sudah diserahkan ke Polres Metro Jakarta Selatan diambil kembali.
Berikut ini skenario-skenario Ferdy Sambo usai menghabisi nyawa Yosua pada 8 Juli 2022:
1. Tempelkan Pistol ke Tangan Brigadir J
Setelah menembak Yosua pada 8 Juli 2022 sekitar pukul 17.00 WIB di Kompleks Perumahan Polri Duren Tiga, Sambo terlebih dahulu menembak ke dinding di atas tangga untuk mendukung skenario baku tembak antara Bharada Richard Eliezer atau Bharada E dan Brigadir J.
Setelah menembakkan pistol ke dinding, Ferdy Sambo bergerak menghampiri jenazah Brigadir J. Jenazah Brigadir J tergeletak di dekat tangga depan kamar di rumah dinas Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Kemudian, Sambo menempelkan senjata milik Brigadir J berjenis HS nomor seri H233001 ke tangan kiri jenazah.
Dengan tangan kiri Brigadir J, ia menembak ke arah dinding di atas TV. Setelah itu, senjata api tersebut diletakan Ferdy Sambo di tangan kiri Brigadir J demi memuluskan skenario tembak-menembak.
"Dengan tujuan seolah-olah telah terjadi tembak menembak antara Bharada Richard Eliezer dengan korban Nofriansyah Yosua Hutabarat," ujar Jaksa membacakan dakwaan di PN Jaksel.
2. Sikut Ajudan Usai Tembak Brigadir J
Setelah melakukan tembakan, Sambo sempat menyikut seorang ajudannya, Adzan Romer, dengan tujuan membuat alibi setelah dia dan Bharada E menembak Yosua. Hal itu dilakukan dengan dalih sang ajudan tidak bisa menjaga Putri Candrawathi.
Peristiwa itu terjadi saat Adzan segera masuk ke rumah Saguling di Duren Tiga setelah mendengar suara tembakan dari dalam rumah.
Saat bergegas masuk, dia berpapasan dengan Sambo di garasi mobil. Setelah itu, Sambo kembali masuk ke rumah untuk bertemu Romer. Saat itulah Sambo menyikut Romer.
"Lalu terdakwa Ferdy Sambo kembali berpura-pura melayangkan sikutnya ke arah saksi Adzan Romer dan berkata, 'kamu tidak bisa menjaga ibu'," kata Jaksa dalam dakwaan menirukan ucapan Sambo.
3. Karang Cerita Tembak-menembak
Sambo kemudian menghubungi Brigjen Hendra Kurniawan untuk datang ke rumahnya sekitar pukul 17.22 WIB. Saat Hendra tiba pukul 19.15 WIB, Ferdy Sambo mengarang cerita telah terjadi tembak-menembak antara Yosua dan Bhayangkara Dua Richard Eliezer atau Bharada E.
Aksi tembak-menembak ini dipicu oleh dugaan pelecehan seksual terhadap istri Sambo, Putri Candrawathi.
Menurut skenario Sambo, ketika Yosua panik dan keluar dari kamar Putri, ia bertemu dengan Bharada E di depan pintu kamar. Lalu, Yosua menondongkan pistol dan menembak Richard sehingga Richard membalas tembakan tersebut.
4. Sita HP Ajudan dan Orang Dekat
Setelah kejadian, ketiga ponsel milik Kuat Ma'ruf, Ricky Rizal, dan Richard yang menyaksikan pembunuhan Yosua dirusak dan dihilangkan.
Penghilangan barang bukti ini dilakukan agar jejak komunikasi peristiwa merampas nyawa korban Nofriansyah tidak terdeteksi.
Selang dua hari pasca kematian Yosua, Sambo disebut memberikan "hadiah" ponsel iPhone 13 Pro Max kepada ketiganya sebagai hadiah. Dia pun berjanji akan memberikan sejumlah uang senilai Rp 500 juta masing-masing kepada Kuat dan Ricky, dan Rp 1 miliar kepada Richard.
Namun, uang itu akan diberikan pada Agustus 2022 setelah peristiwa reda dan skenario tembak-menembak yang dirancangnya berhasil.
5. Akting menangis di depan ajudan
Sambo sempat menangis di hadapan dua anak buahnya, Brigjen Hendra Kurniawan dan AKBP Arif Rachman Arifin, yang mempertanyakan kematian Brigadir J.
Akting menangis itu bermula ketika lima hari pascapenembakan Yosua atau 13 Juli 2022, Arif menyaksikan rekaman CCTV di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada hari kematian Yosua, 8 Juli 2022.
Arif sangat terkejut lantaran rekaman CCTV tidak memperlihatkan adanya baku tembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung tewasnya Yosua.
Berangkat dari situ, Arif langsung menghubungi Brigjen Hendra Kurniawan yang saat itu menjabat sebagi Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
Dengan suara bergetar dan takut, dia melaporkan fakta soal kematian Brigadir J yang dia lihat dari rekaman CCTV. Keduanya lantas menghadap ke Sambo yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri.
Hendra melaporkan bahwa Arif telah melihat rekaman CCTV di rumah dinas Sambo. Namun, peristiwa yang tergambar dalam rekaman tersebut berbeda dari pengakuan Sambo soal baku tembak antara Yosua dan Richard Eliezer.
Pernyataan tersebut disangkal oleh Sambo. Dengan nada marah, mantan jenderal bintang dua Polri tersebut justru mempertanyakan mengapa Arif dan Hendra tak percaya pada dirinya.
"Terdakwa Ferdy Sambo mengatakan 'bahwa itu keliru'," ujar jaksa.
"Namun pada saat itu saksi Arif Rachman Arifin mendengar nada bicara terdakwa Ferdy Sambo sudah mulai meninggi atau emosi dan menyampaikan kepada saksi Hendra Kurniawan dan saksi Arif Rachman Arifin 'masa kamu tidak percaya sama saya'," tuturnya.
Saat pembicaraan terjadi, Arif tidak berani menatap Sambo. Sambo lalu bertanya kepada Arif kenapa tidak berani menatap matanya. Saat itu lah Sambo menitikkan air mata yang membuat Brigjen Hendra luluh dan membujuk AKBP Arif untuk percaya.
6. Perintah Hilangkan Rekaman CCTV
Di kesempatan yang sama, Sambo menanyakan siapa saja yang sudah melihat rekaman CCTV itu. Arif menjawab beberapa orang yang sudah melihat rekaman CCTV, Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, dan AKBP Ridwan Rhekynellson Soplanit.
Sambo kemudian mewanti-wanti Arif agar jangan sampai rekaman CCTV itu tersebar. Dia juga memerintahkan eks Kanit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri itu menghapus rekaman CCTV.
Keduanya lantas menuruti skenario Sambo. Saat hendak keluar dari ruangan, Sambo berpesan agar perihal CCTV ini "dibersihkan" seluruhnya.
Atas aksinya tersebut, Sambo didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 Ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 Ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP. Ia pun melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP. (*)