Sosok Atar Sibero, Putra Tanah Karo Penjabat Sementara Gubernur Riau Selama 4 Bulan
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Provinsi Riau sejak memiliki pemerintahan daerah pada tahun 1958 lalu, telah dipimpin oleh sebanyak 12 gubernur defenitif. Tapi, selain itu dalam tahap transisi pemerintahan antar gubernur, ada sebanyak 8 orang lain yang pernah bertugas sebagai pelaksana jabatan Gubernur Riau.
Salah satunya yakni Drs Atar Sibero. Sosok ini merupakan putra asal Tanah Karo, Sumatera Utara yang ditunjuk menjadi Penjabat Sementara Gubernur Riau pada periode 6 Agustus 1988 hingga 28 Desember 1988 silam.
Tak cukup banyak sumber informasi yang mengungkap sosok Atar Sibero saat menjabat Gubernur Riau dalam kurun waktu yang singkat selama 4 bulan tersebut.
Atar Sibero mengisi kekosongan jabatan Gubernur Riau Imam Munandar yang meninggal dunia pada periode kedua jabatannya sebagai gubernur. Imam Munandar wafat pada 21 Juni 1988 dalam usia 61 tahun di Pekanbaru. Ia meninggal dunia saat masih aktif menjabat sebagai Gubernur Riau.
Kekosongan jabatan Gubernur Riau itu disikapi oleh pemerintah pusat. Menteri Dalam Negeri Kabinet Pembangunan V saat itu dijabat oleh Jenderal Rudini, melantik Atar Sibero sebagai Penjabat Sementara Gubernur Riau.
Masa jabatan singkat Atar Sibero di Riau sukses mengantarkan transisi kepemimpinan baru Provinsi Riau kepada Gubernur Riau keenam, yakni Letjen Soeripto yang menjabat sejak 28 Desember 1988 hingga 1998.
Atar Sibero pada saat yang sama secara ex officio merupakan Direktur Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri. Ia menduduki posisi itu sejak 29 Oktober 1986 hingga 9 Januari 1992.
Sebelumnya, pria kelahiran Kuala, Tiga Binanga, Tanah Karo, Sumut pada 2 Mei 1931 ini, menjabat sebagai Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Depdagri sejak 8 Januari 1981 hingga 29 Oktober 1986.
Anak Raja Urung
Drs Atar Tarigan Sibero, begitu nama lengkapnya merupakan salah satu sosok birokrat cum politisi teknokrat asal Tanah Karo yang sukses di tanah perantauannya. Majalah Mimbar Departemen Dalam Negeri terbitan tahun 1981 menyebut, Atar Sibero sejak kecil sudah terbiasa hidup berpindah-pindah.
Ayahnya adalah seorang Raja Urung, sebuah jabatan setingkat camat di jaman penjajahan kolonial dulu di Tanah Karo. Ia sudah ditinggal sang ayah saat baru berusia 16 tahun. Sang ayah gugur dalam masa revolusi fisik pada 1947 silam.
Kegigihan sang ibu dalam mendidik anak seorang diri membuahkan hasil. Atar dan beberapa orang saudaranya berhasil disekolahkan, meskipun ibunya tidak bisa baca tulis.
Pamor sang ayah di kampung tersebut juga dikenal luas. Soalnya, sang ayah juga berperan semacam kepala pengadilan kampung setempat. Nilai-nilai yang diajarkan sang ayah, meski saat ia berusia kecil selalu dikenang dan diterapkan Atar.
"Waktu kecil, Atar sering melihat ayahnya menyelesaikan persoalan-persoalan kemasyarakatan dan memimpin pekerjaan untuk kepentingan umum," tulis Majalah Mimbar Departemen Dalam Negeri.
Atar selalu berpindah-pindah saat menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah. Dari Tanah Karo, ia pindah ke Medan hingga ke Pematang Siantar dan Sidikalang.
Hingga akhirnya, bermodalkan ijazah SMA dari Sekolah Darurat Republik, pada tahun 1951 ia merantau ke Pulau Jawa. Inilah awal pengembaraan Atar Sibero ke negeri yang jauh dari kampung halamannya.
Alumnus UGM
Atar merantau ke Yogyakarta dan berkuliah di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) tepatnya di Fakultas Sosial dan Politik (Sospol). Prestasi di kampus membuatnya bisa mendapat fasilitas beasiswa dan meraih gelar sarjana lengkap jurusan Pemerintahan Fakultas Sospol UGM pada 1958 silam.
Dari situlah ia kemudian terjun ke dunia birokrasi pemerintahan. Ia pun sempat mengecam pendidikan luar negeri lewat fasilitas kursus pendidikan hingga ke Australia, Singapura, Kuala Lumpur, Filipina, Jerman dan Jepang.
Pada tahun 1963, ia mulai berkarir di Departemen Dalam Negeri menduduki posisi Kepala Bagian. Kemudian karirnya terus menanjak hingga menjadi Kepala Dinas Pembinaan Anggaran Depdagri pada tahun 1966.
Sebelum menduduki posisi Dirjen di Depdagri, ia juga pernah duduk sebagai Kepala Direktorat Perekonomian dan Pembangunan Daerah dan Direktur Pembangunan Daerah sampai akhirnya dilantik menjadi Direktur Jenderal Pembangunan Daerah oleh Mendagri Kabinet Pembangunan IV, Amir Machmud pada 8 Januari 1981.
Sempat Jadi Anggota DPR
Selama menjabat Dirjen Pembangunan Daerah serta Dirjen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah, Atar Sibero terlibat aktif dalam tanggung jawab menyukseskan pembangunan nasional.
Kala itu, pemerintah sedang giat-giatnya mengembangkan pembangunan desa dan daerah tertinggal. Di antaranya dalam bentuk pembangunan Pasar Inpres, gedung sekolah Inpres dan pembangunan infrastuktur jalan di desa maupun kota.
"Pemanfaatan dana pembangunan untuk kepentingan rakyat banyak. Proyek tidak hanya dianggap selesai dan diresmikan dengan pengguntingan pita. Tapi setelah itu harus diamati apakah proyek itu benar-benar bermanfaat bagi masyarakat," katanya dalam Majalah Mimbar Depdagri terbitan 1981.
Usai menjalani masa karir birokratnya, Atar Sibero sempat duduk sebagai anggota DPR RI. Ia diusung oleh Partai Golkar menjadi anggota DPR dari Fraksi Karya Pembangunan periode 1992-1994.
Tuhan berkehendak lain. Pada 11 Februari 1994, suami dari Norma Sebayang ini dipanggil menghadap Sang Khalik dalam usia 62 tahun.
Atar Sibero meninggalkan istri dan 4 anaknya serta seluruh karya, dedikasi dan pengabdiannya kepada bangsa dan negara. (*)