Keras! Bupati Kuansing Mursini Dituntut Jaksa Hukuman 8,5 Tahun Penjara: Kerugian Negara Rp 1,5 Miliar
SabangMerauke News, Pekanbaru - Mantan Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Mursini dituntut hukuman 8,5 tahun penjara oleh jaksa dalam kasus dugaan korupsi 5 kegiatan di lingkungan Setdakab Kuansing tahun 2017. Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Senin (20/12/2021), jaksa juga menuntut pidana denda Rp 350 juta subsider 6 bulan kurungan. Mantan Ketua DPW PPP Riau ini juga dihukum membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 1,5 miliar.
"Menuntut terdakwa hukuman 8 tahun dan 6 bulan penjara," kata jaksa penuntut Imam Hidayat yang juga Kasipidsus Kajari Kuansing, Senin sore.
Berita Terkait: Ini Alasan Kejaksaan Tak Masukkan Wabup Kuansing Halim ke Berkas Perkara Terdakwa Mursini, Meski Ada Bukti Pengembalian Uang
Sidang pembacaan tuntutan dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai Dr Dahlan SH, MH. Sementara, terdakwa hadir secara virtual dari Lapas Pekanbaru. Sidang dengan agenda pledoi dijadwalkan Rabu, pekan depan.
Kilas Balik Persidangan
Mantan Bupati Kuantan Singingi, Mursini yang menjadi terdakwa kasus korupsi APBD tahun 2017 menjalani pemeriksaan dalam persidangan, Selasa (7/12/2021) di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Namun, hingga jelang etape akhir dari persidangan kasus ini, pengungkapan sejumlah fakta-fakta hukum terbilang begitu dangkal dan terkesan minim alat bukti. Praktis, dakwaan jaksa sekadar bersandar pada keterangan sejumlah saksi semata.
Berita Terkait: Aneh! Pejabat Kuansing Suruh Petugas Cleaning Services Setor Uang ke Bank Atas Nama Musliadi
Misalnya soal dakwaan pemberian uang sebesar Rp 650 juta kepada 'orang KPK' di Batam, Kepulauan Riau atas perintah Mursini, fakta-fakta hukumnya terlihat masih sumir. Nyaris pemberian uang itu sekadar hanya pengakuan dari dua orang mantan pejabat Kuansing yakni mantan Kabag Umum Setdakab Kuansing Saleh dan anak buahnya bernama Verdi Ananta.
Cecaran pertanyaan dari jaksa penuntut, Imam hampir seluruhnya dibantah dan dijawab tidak tahu oleh Mursini. Pertanyaan jaksa tidak berkembang untuk mengulik keterangan dan fakta tambahan atas dakwaan yang diterapkan kepada Mursini.
Mursini dalam persidangan siang jelang sore tadi, membantah pernah memerintahkan pengantaran uang kepada 'orang KPK' di Batam. Pengantaran uang disebut dalam dakwaan dilakukan sebanyak dua kali, yakni sebesar Rp 500 juta dan Rp 150 juta. Jaksa mendakwa bahwa Mursini memerintahkan mantan Kabag Umum Setdakab Kuansing, M Saleh untuk menyiapkan uang tersebut. Kemudian uang diantar oleh Verdi ke 'orang KPK' yang sudah menunggu di parkiran Bandara Hang Nadim, Batam.
"Saya tidak pernah berurusan dengan KPK. Saya juga tak pernah ada memerintahkan pengantaran uang ke Batam," kata Mursini dalam persidangan tadi.
Soal pemberian uang kepada 'orang KPK' yang dituduhkan kepada kliennya, kuasa hukum Mursini, Suroto sempat menyinggung adanya alat komunikasi berupa telepon seluler Nokia 3310 yang dituduhkan jaksa diberikan kepada Verdi oleh Saleh atas perintah Mursini. Ponsel itu hanya berisi nomor telepon 'orang KPK' agar bisa dihubungi saat tiba di Batam untuk menyerahkan uang tersebut.
Suroto mempertanyakan mengapa jaksa tidak bisa menghadirkan telepon seluler tersebut sebagai barang bukti. Usaha jaksa untuk menemukan telepon seluler misalnya dengan menggeledah rumah atau ruang kerja Mursini pun tidak ada. Termasuk mendapatkan ponsel yang dititipkan dari Verdi juga tidak dilakukan oleh jaksa.
"Sehingga, dakwaan kepada klien kami yang dituduh memerintahkan pemberian uang kepada yang katanya orang KPK itu, hanyalah sekadar pengakuan saksi saja, tanpa ada didukung oleh alat bukti. Tentu saja ini menjadi janggal," kata Suroto.
"Tuduhan kepada klien saya praktis semuanya hanya berdasarkan keterangan dan pengakuan sepihak. Tidak ada alat bukti yang cukup untuk meyakinkan adanya transaksi dan aliran dana kepada klien saya dan orang-orang yang disebutkan oleh jaksa menerima uang atas perintah klien kami," tegas Suroto.
Suroto berharap majelis hakim menggunakan hati nuraninya untuk menjatuhkan vonis terhadap kliennya, Mursini.
"Sepenuhnya kami serahkan kepada majelis hakim yang nanti akan memutuskan," kata Suroto seolah pasrah.
Tentang pemberian uang kepada sejumlah mantan anggota DPRD Kuansing yakni Musliadi (Rp 500 juta), Rosi Atali (Rp 130 juta) dan Andi Putra sebesar Rp 90 juta, juga sampai saat ini masih minim pembuktian. Uang tersebut disebut jaksa diberikan untuk percepatan pengesahan APBD Kuansing 2017. Memang, pengesahan APBD saat itu terlambat dilakukan.
Musliadi dan Rosi dalam persidangan sebelumnya membantah menerima uang dari Muharlius dan M Saleh atas perintah dari Mursini. Bahkan Musliadi dan Rosi sudah buka-bukaan kalau nama mereka 'dipakai tanpa izin' dalam pengembalian uang lewat surat tanda setor (STS) yang ditunjukkan jaksa sebagai alat bukti.
Uang kepada mantan Ketua DPRD Kuansing yang kini menjadi Bupati Kuansing non-aktif, Andi Putra sebesar Rp 90 juta juga dari sisi pembuktian kurang didukung alat bukti. Misalnya, jaksa tidak menghadirkan seorang bernama Rino yang disebut jaksa dalam dakwaan sebagai perantara penerimaan uang dari Muharlius/ Saleh kepada Andi Putra.
Dalam persidangan sebelumnya, Andi Putra yang kini ditahan oleh KPK dalam kasus suap HGU PT Adimulia Agrolestari, juga sudah membantah menerima uang Rp 90 juta sebagaimana ada dalam dakwaan jaksa.
"Saya juga tak tahu siapa Rino itu. Tak kenal saya, siapa dia dan bagaimana orangnya," kata Andi Putra, tiga pekan lalu.
Bantah Wabup Halim Pinjamkan Uang Rp 1,5 Miliar
Diwartakan sebelumnya, mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kuantan Singingi, Hendra AP kaget saat ditanya soal adanya peminjaman uang oleh mantan Wakil Bupati Kuansing, Halim sebesar Rp 1,5 miliar kepada Pemkab Kuansing pada 2018 lalu. Menurut Hendra, urusan peminjaman uang tak segampang memindahkan uang dari kantong pribadi.
"Peminjaman uang untuk Pemda itu gak segampang itu. Ada mekanismenya. Bahkan harus izin dari DPRD Kuansing," kata Hendra AP dalam pembicaraan dengan SabangMerauke News, dua pekan lalu usai bersaksi dalam sidang dugaan korupsi 6 kegiatan di Setdakab Kuansing dengan terdakwa mantan Bupati, Mursini di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Hendra yang saat itu merupakan bendahara daerah Kuansing mengaku tidak pernah menerima pinjaman uang dari Halim tersebut. Ia menyatakan urusan pinjaman uang bukan hal yang gampang.
"Siapa yang menerima pinjaman tersebut? Yang jelas saya saat itu gak pernah menerima pinjaman untuk pemda dari siapapun. Kalau pinjaman daerah kan ada prosedur dan mekanismenya," kata Hendra.
Ikhwal adanya peminjaman uang dari Halim untuk menutup temuan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Riau terhadap 6 kegiatan di Setdakab pernah diungkap oleh Halim saat bersaksi di persidangan. Halim dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Mursini yang sebenarnya merupakan pasangannya dalam pilkada Kuansing 2015 silam.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Riau, Marvelous dalam pernyataan tertulis yang dikirimkan kepada SabangMerauke News pada Senin (1/11/2021) lalu mengungkap soal kesaksian Halim tersebut di depan majelis hakim. Marvelous yang menerima informasi dari tim jaksa penuntut kasus Mursini menyebut kalau Halim mengaku meminjamkan uang sebesar Rp 1,5 miliar kepada Pemda Kuansing.
"Di persidangan saksi (Halim, red) mengungkapkan bahwa saksi (Halim) juga pernah meminjamkan uang kepada Pemkab Kuansing sebesar Rp 1,5 miliar untuk membantu pengembalian temuan 6 kegiatan tersebut," terang Marvelous.
Pernyataan tersebut disampaikan Marvelous juga sebagai klarifikasi atas pemberitaan yang menyebut nama Halim tidak masuk ke berkas perkara Mursini, kendati ditemukan sejumlah surat tanda setor (STS) pengembalian uang atas nama Halim ke kas daerah terkait temuan BPK.
Pada sisi lain, sejumlah mantan anggota DPRD Kuansing periode 2014-2019 masuk ke dalam berkas perkara Mursini.
Di antaranya mantan Ketua Komisi A, Musliadi yang disebut mengembalikan uang sebesar Rp 500 juta dan Rosi Atali yang mengembalikan uang sebesar Rp 130 juta. Bupati Kuansing non-aktif, Andi Putra yang merupakan Ketua DPRD Kuansing saat itu juga masuk berkas perkara Mursini disebut menerima Rp 90 juta melalui seorang bernama Rino.
Ketiga mantan pimpinan dan anggota DPRD Kuansing tersebut telah membantah mengembalikan uang, sebagaimana disebut dalam dakwaan jaksa. Bahkan Musliadi dan Rosi mengaku kalau nama mereka 'dipakai' secara sepihak dalam STS dan slip pengembalian uang ke Bank Riau Kepri Kuansing, tanpa sepengetahuan keduanya.
STS Atas Nama Mantan Wabup Halim
Empat lembar foto salinan surat tanda setor (STS) yang mencantumkan nama Wakil Bupati Kuansing, Halim beredar. Dokumen tersebut masih terus diverifikasi kebenarannya oleh SM News dengan menanyai sejumlah narasumber.
Politisi PDI Perjuangan tersebut sebelumnya berpasangan dengan Mursini memimpin 'Negeri Pacu Jalur' tersebut periode 2016-2021 lalu. Belakangan, keduanya pecah perahu dan masing-masing mencalonkan diri sebagai Bupati Kuansing pada pilkada 2020 lalu. Namun keduanya kalah karena yang terpilih adalah pasangan Andi Putra-Suhardiman Amby.
Dalam foto salinan STS tersebut, uang dikembalikan oleh seorang bernama Saleh ke Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kuansing. Saleh adalah mantan Kabag Umum Setdakab Kuansing yang sudah menjadi narapidana dalam kasus ini.
Tertulis dalam empat lembar STS tersebut besaran uang variatif tertanggal 5 Juli 2018 lalu. Dokumen STS pengembalian uang ikut diteken oleh Kasubid Pengelolaan Kas Daerah BPKAD Kuansing, Rachma Juwita Purba SE, MM.
Lembaran pertama mencantumkan pengembalian uang sebesar Rp 500 juta. Dicantumkan uang tersebut sebagai 'pengembalian dana kegiatan operasional sekretariat daerah tahun 2017 operasional Wakil Bupati'.
Sementara, lembaran kedua ada mencantumkan pengembalian uang sebesar Rp 14.150.000,-. Tertulis dalam lembaran STS itu keterangan 'pengembalian dana kegiatan operasional sekretariat daerah tahun 2017 bon Sambung Galaxy X8 Wabup'.
Di lembaran STS ketiga tertulis pengembalian uang sebesar Rp 10 juta dengan keterangan 'pengembalian dana kegiatan operasional sekretariat daerah tahun 2017 sopir Wakil Bupati'.
Ada satu lembar STS lain tentang pengembalian uang sebesar Rp 650 juta. Namun foto STS tersebut terpotong pada ujungnya sehingga tidak ada tercantum pengembalian uang pembinaan atas nama wakil bupati.
Halim telah dikonfirmasi soal STS atas namanya tersebut. Ia menolak berkomentar dengan dalil semuanya telah dijelaskannya saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Meski demikian ia sempat membantah ada mengembalikan uang ke kas daerah.
"Hahaha, sudah diterangkan semua dalam sidang, Adinda. Tidak ada (pengembalian uang). Kan sudah ditanyakan hakim dalam sidang dan sudah saya jelaskan," tulis Halim lewat pesan singkat Whatsapp.
Belakangan Halim pun memblokir layanan Whatsapp miliknya, sehingga SabangMerauke News tidak bisa lagi melakukan konfirmasi susulan atas tanggapan Kasipenkum Kejati Riau, Marvelous dan mantan Kepala BPKAD Kuansing, Hendra AP.
Jaksa Sebut Halim Kembalikan Uang
Beredarnya bukti pengembalian uang dari mantan Wakil Bupati Kuansing, Halim namun tidak masuk dalam berkas perkara terdakwa mantan Bupati Kuansing, Mursini mendapat reaksi dari jaksa penuntut umum. Tim jaksa penuntut yang merupakan gabungan dari Kejari Kuansing dan Kejati Riau membenarkan adanya pengembalian uang atas nama Halim tersebut sebagaimana pernah diberitakan RiauBisa.com.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Riau, Marvelous SH, MH menyatakan bukti surat tanda setor (STS) atas nama Halim selaku Wabup Kuansing periode 2016-2021 muncul dalam fakta persidangan. Pengembalian uang disebut sebagai dana sekretariat daerah tahun 2018 untuk operasional wakil bupati. Hal tersebut sudah diakui oleh Halim saat memberikan keterangan di depan majelis hakim beberapa waktu lalu.
"Saksi Halim (mantan Wabup Kuansing, red) menerangkan dalam persidangan bahwa benar di antara sekian banyak temuan BPK dalam pemeriksaan 6 kegiatan di Setdakab Kuansing, terdapat temuan atas namanya," terang Marvelous lewat keterangan tertulis yang dikirim ke RiauBisa.com, Senin (1/11/2021) lalu.
Marvelous menjelaskan bahwa terkait temuan tersebut telah diselesaikan dengan menyetorkan uangnya ke kas daerah.
Diwartakan sebelumnya, kasus dugaan korupsi dengan terdakwa mantan Bupati Kuantan Singingi, Mursini masih ditutupi kabut misteri. Soalnya, diduga ada dokumen pengembalian uang atas nama mantan Wakil Bupati, Halim namun tidak dimasukkan ke dalam berkas perkara. Nilai dugaan adanya pengembalian uang mencapai ratusan juta rupiah.
Perkara ini oleh Kejari Kuansing disebut dengan nama kasus dugaan korupsi 6 kegiatan di lingkungan Setdakab Kuansing tahun anggaran 2017. Nilai anggaran mencapai Rp 13 miliar dan kerugian negara sebesar Rp 7 miliar lebih. Mursini didakwa menggunakan uang sebesar Rp 1,5 miliar untuk kepentingan pribadi, termasuk juga dugaan memberikannya ke sejumlah anggota DPRD Kuansing periode 2014-2019.
Menurut Marvelous saat itu, sidang pemeriksaan perkara terdakwa Mursini masih berproses dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi yang terlibat dalam proses pembuatan STS.
"Dari hasil persidangan akan kita ketahui nanti apakah pengembalian-pengembalian uang yang terjadi masih masuk ranah administrasi yang muncul karena kelalaian atau memang ada perbuatan pidananya," jelas Marvelous.
Menurutnya, pengembalian uang dilakukan Halim jauh hari sebelum dimulainya penyidikan perkara 6 kegiatan tersebut.
"Yang kami dengar dari beberapa saksi, pengembalian dilakukan pada saat pemeriksaan BPK di Pemkab Kuansing dan sebelum laporan hasil pemeriksaan final dari BPK RI. Masih dalam waktu 60 hari sebagaimana yang disyaratkan undang-undang," kata Marvelous.
Warganet Minta KPK Turun Tangan
Berita beredarnya foto dokumen surat tanda setor (STS) pengembalian uang ke kas daerah diduga atas nama mantan Wakil Bupati Kuantan Singingi (Kuansing), Halim menjadi buah bibir di kalangan warga. Sejumlah warganet mengomentari munculnya dokumen tersebut dan menduga spekulasi tidak tuntasnya penyidikan kasus tersebut kepada seluruh pihak dan orang terkait.
Warganet pun merespon dengan meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih penuntasan kasus tersebut ke akar-akarnya. Mereka meminta agar kasus tersebut dilaporkan ke KPK.
"Laporkan ke KPK biar diusut. Laporan bisa disampaikan melalui email, agar cepat," komentar seorang warganet bernama Musli***, dalam laman grup Facebook, Minggu (31/10/2021) lalu.
"Semuanya wajib diselidiki dan diawasi ya, siapa tau dan atau ada dugaan penyelewengan kongkalikong di instansi tersebut, coba KPK turun tangan secepatnya ya," komentar warganet Tarmi****.
Warganet lain juga mendukung agar kasus ini dituntaskan tidak dengan tebang pilih. Ia menilai aneh kalau ada berkas yang hilang dari penyelidikan.
"Berarti mantap pengurusannya, tuh. Lagi gencar-gencarnya Kajari memberantas korupsi. Tapi aneh kok bisa kasus ini hilang dari BAP-nya," tulis Syuku****.
"Print bukti pengembaliannya, tuh," komentar netizen Hendri***.
Dalam kasus ini sudah lima orang mantan pejabat Kuansing yang menjadi terpidana. Mereka adalah mantan Plt Sekretaris Daerah Kabupaten Kuansing, Muharlius, mantan Kabag Umum Setdakab Kuansing M Saleh dan mantan Bendahara Pengeluaran Rutin Setdakab Kuansing, Verdy Ananta.
Terpidana lainnya adalah mantan Pejabat Pelaksanaan Teknis Kegiatan (PPTK), Hetty Herlina, dan mantan Kasubbag Tata Usaha Setdakab Kuansing dan PPTK kegiatan rutin makanan dan minuman, Yuhendrizal. Kelima orang tersebut telah menjalani masa hukuman setelah putusan dinyatakan berkekuatan hukum tetap.
'Orang KPK' Disebut Terima Rp 650 Juta
Dalam surat dakwaan terhadap mantan Bupati Kuansing, Mursini disebut menyuruh menyerahkan uang tunai kepada seseorang yang disebut 'orang KPK'. Pemberian uang dengan total Rp 650 juta. Surat dakwaan mengaitkan pemberian uang kepada 'orang KPK' tersebut sebagai bagian uang berasal dari 6 kegiatan di Setdakab Kuansing yang diduga dikorupsi oleh Mursini dkk.
Uang tersebut diserahkan dalam dua tahap, masing-masing Rp 500 juta dan Rp 150 juta. Pemberian uang kepada 'orang KPK' berlangsung di Bandara Hang Nadim, Batam.
Namun surat dakwaan tidak menyebut untuk apa uang tersebut diserahkan ke 'orang KPK' itu.
Kabar adanya 'orang KPK' yang disebut dalam surat dakwaan Mursini membuat 'KPK asli' bereaksi. Jurubicara KPK, Ali Fikri meminta agar Mursini mengungkap siapa 'orang KPK' yang menerima uang tersebut.
Bahkan untuk mendalami terseretnya KPK dalam kasus tersebut, KPK mengklaim akan memantau jalannya persidangan Mursini di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. (*)