Ancaman Resesi 2023: Bisnis Perawatan Tubuh Paling Kuat Bertahan, Ini Alasannya!
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan ada sejumlah sektor usaha yang paling bisa bertahan di tengah resesi 2023. Salah satunya, usaha kosmetik atau perawatan tubuh.
"Ada kecenderungan bahkan pada saat krisis pandemi terjadi booming skincare, saat ini tren itu masih terjadi ditambah mobilitas sudah mulai longgar," ujarnya, Rabu, 12 Oktober 2022.
Terlebih menurut Bhima, resesi justru membuat masyarakat lebih memperhatikan penampilan tubuh.
Kemudian sektor lainnya yang kuat bertahan menghadapi resesi adalah sektor pendukung informasi dan komunikasi seperti data center, artificial intelligence (AI), dan cloud computing.
Ia menilai sektor tersebut tetap bertahan meski ada musim winter startup. Sebab, menurut Bhima, arah digitalisasi ke depan adalah mempercepat adaptasi perusahaan tradisional dengan dukungan sistem digital.
Kemudian sektor yang akan bertahan adalah usaha konsultasi atau perencana keuangan, khususnya konsultan pengatur keuangan rumah tangga selama resesi.
Selain itu, usaha konsultasi psikologis atau mental health pun dinilai kuat karena banyaknya pekerja yang stres akibat tekanan pekerjaan dan korban pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sektor usaha yang terakhir adalah makanan dan minuman atau FnB (Food and Beverage). Pasalnya, sektor ini berkaitan dengan kebutuhan dasar sehingga relatif imun terhadap resesi.
Tetapi, kata Bhima, FnB yang berbasis panganan lokal bisa lebih bertahan dibanding makanan yang konten bahan baku impornya besar. Sebab resesi dapat berimbas pada terhambatnya pasokan komoditas impor.
Sebelumnya, Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) menyatakan resesi dapat menyebabkan ekonomi global merugi hingga US$ 4 triliun pada 2026. Seiring dengan resesi, IMF pun menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi global menjadi hanya 2,9 persen pada 2023
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menilai prospek ekonomi global gelap akibat meningkatnya risiko resesi dan ketidakstabilan keuangan.
Ia menyebutkan akan terjadi pelambatan pertumbuhan ekonomi pada negara-negara maju dengan keuangan terkuat, seperti Eropa, Cina, hingga Amerika Serikat.
Kondisi itu, kata dia, dapat mengurangi permintaan terhadap ekspor. Alhasil negara-negara berkembang dapat terpukul setelah di samping tertekan oleh harga pangan dan energi. (R-03)