Pemerintah Cuek, Usaha Konservasi Penangkaran Ikan Arwana akan Hancur!
SabangMerauke News, Jakarta - Sikap cuek pemerintah dan belum hadirnya negara dikhawatirkan akan mempercepat kehancuran usaha konservasi penangkaran ikan arwana di Indonesia. Janji pemerintah yang akan hadir dalam menjawab hambatan dunia usaha sebagai penyumbang devisa dan penerimaan langsung bagi keuangan negara sejauh ini belum dipenuhi.
"Ketika selama hampir dua tahun negara belum hadir dan terkesan cuek, maka dalam beberapa waktu ke depan dikhawatirkan usaha penangkaran ikan arwana akan segera hancur. Maka selain akan merugikan pelaku usaha, juga berdampak pada terjadinya pengangguran dan terganggunya sektor usaha lain yang terkait, seperti pakan ikan arwana," kata Pagar Sianturi SH, Sekretaris Eksekutif Rumah Nawacita, Senin (20/12/2021).
Pagar menyayangkan hingga saat ini tidak ada langkah konkret pemerintah untuk melakukan pembicaraan dengan pemerintah Tiongkok membahas penutupan ekspor ikan arwana ke negara tersebut. Padahal, produk-produk asal Tiongkok membanjiri pasar dalam negeri Indonesia secara leluasa.
"Kita mempertanyakan mengapa Tiongkok menutup ekspor ikan arwana. Padahal, Indonesia merupakan mitra dagang dan investasi yang kian dekat dalam beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya bisa menggencarkan diplomasinya," tegas Pagar.
Rumah Nawacita juga baru-baru ini mendapat kabar dari pelaku usaha ekspor ikan arwana yang ditolak oleh pemerintah Hongkong. Diduga pemerintah Hongkong tidak mengakui surat angkut jenis ikan luar negeri (SAJI-LN) yang diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Diduga kuat, adanya kesan dualisme kewenangan antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan KKP menyebabkan pemerintah Hongkong menjadi bingung soal siapa sebenarnya management authority ikan arwana di Indonesia.
"Kami mempertanyakan apakah KLHK atau KKP sudah berkoordinasi soal terjadinya peralihan management authority ke pihak sekretariat CITES di Jenewa, Swiss. Ini harus dipastikan adanya pemberitahuan yang jelas agar usaha ikan arwana yang berorientasi ekspor tidak terganggu," tegas Pagar.
Rumah Nawacita juga meminta agar pemerintah yakni KLHK dan KKP segera menuntaskan ganjalan komunikasi jika masih terjadi selama ini, khususnya ketika proses peralihan kewenangan management authority sedang berlangsung.
"Jangan sampai karena proses peralihan yang terjadi dari KLHK ke KKP, namun justru merugikan pelaku usaha. Itu persoalan internal pemerintah yang harus diselesaikan secara cepat dan efektif. Kondisi pengusaha saat ini sangat sulit dan nyaris hancur," kata Pagar.
Pekan lalu, Rumah Nawacita juga telah meminta agar Presiden Joko Widodo memerintahkan menteri terkait dan duta besar (dubes) melakukan lobi dan komunikasi dengan pemerintah Tiongkok untuk dapat membuka kembali pintu ekspor ikan arwana (Scleropages formosus). Sejak dua tahun lalu, utamanya di awal pandemi Covid-19 hingga kini, pemerintah Tiongkok telah menutup masuknya ikan arwana asal Indonesia dengan sejumlah alasan.
Sekretaris Eksekutif Rumah Nawacita, Pagar Parlindungan SH menyatakan dalam kondisi usaha penangkaran ikan arwana mengalami kehancuran saat ini, dibutuhkan peran pemerintah pusat untuk menyelamatkannya. Soalnya, kondisi usaha penangkaran arwana yang selama ini telah berkontribusi besar menyumbang devisa dan penerimaan negara, namun saat ini berada di tubir jurang kebangkrutan karena ikan tidak bisa diekspor lagi.
"Kondisi saat ini, usaha penangkaran arwana sedang dalam ancaman serius dan sangat gawat kondisinya. Perlu penyelamatan dari negara untuk dapat bisa membuka kembali pintu ekspor ke Tiongkok. Karena Tiongkok adalah pasar terbesar arwana dari Tanah Air," kata Pagar kepada SabangMerauke News, Rabu (15/12/2021).
Rumah Nawacita telah melakukan pendampingan terhadap para pelaku usaha penangkaran arwana yang mengantongi izin lengkap dari pemerintah dan terdaftar dalam CITES. Rumah Nawacita sejak tahun lalu sudah menggencarkan komunikasi dengan KBRI di Beijing, atase perdagangan di Tiongkok dan sejumlah kementerian terkait lainnya. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjut yang serius dari pembicaraan yang sudah dilakukan.
"Dengan mengetahui kondisi ini, kami berharap Pak Presiden Jokowi bisa mengambil langkah-langkah efektif. Persoalan ini hanya bisa diatasi dengan pembicaraan level tinggi untuk meyakinkan pemerintah Tiongkok bahwa tidak ada persoalan yang berarti dengan ekspor ikan arwana ke Tiongkok," kata Pagar.
Pagar menilai kondisi tata kelola dan tata niaga ikan arwana saat ini di Indonesia juga semakin tidak jelas. Apalagi sejak proses pengalihan kewenangan management authority ikan arwana dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ke Kementerian Kelautan Perikanan (KKP).
Dalam proses pengalihan kewenangan ini, praktis tidak ada kementerian yang all out dan bersungguh-sungguh untuk memperjuangkan nasib usaha penangkaran ikan arwana yang sudah terpuruk. Padahal, usaha penangkaran ikan arwana tidak saja berdimensi bisnis semata, namun juga memiliki tanggung jawab konservasi satwa dilindungi tersebut.
"Kami menduga peralihan kewenangan management authority dari KLHK ke KKP membuat tidak ada kementerian yang fokus, all out dan sungguh-sungguh untuk memperjuangkan penyelamatan usaha penangkaran ikan arwana. Oleh karena itu, kami berharap Pak Presiden bisa memerintahkan pejabat kementerian terkait untuk mengurus hal ini," harap Pagar.
Pemerintah Tiongkok jauh sebelum pandemi Covid-19 terjadi, sangat terbuka menerima ekspor ikan arwana asal Indonesia yang memiliki izin penangkaran resmi dan lisensi. Namun, tiba-tiba sejak awal pandemi, Tiongkok menutup pintu ekspor dengan alasan yang berubah-ubah.
Semula disebutkan alasannya karena ikan arwana berpotensi membawa (carrier) virus Covid-19, namun hal itu tidak dapat dibuktikan. Belakangan hari, pemerintah Tiongkok lewat otoritas terkait di Beijing meragukan soal lisensi dari sumber penangkaran ikan arwana asal Indonesia.
Padahal, sudah jelas hanya penangkar arwana yang mengantongi izin lengkap yang bisa melakukan kegiatan ekspor. Lagipula, ikan arwana tersebut merupakan hasil pembiakan di penangkaran, bukan diambil dari alam bebas.
"Atas dasar itu, kami berkeyakinan ada komunikasi yang tidak tuntas dan informasi yang tidak akurat diterima oleh otoritas di Beijing, Tiongkok. Ini yang kami harapkan agar pemerintah melakukan pembicaraan yang lebih serius, guna meyakinkan Tiongkok bahwa tidak ada persoalan apa-apa dengan ikan arwana dari penangkaran Indonesia," pungkas Pagar. (*)