Kasus Suap HGU PT Adimulia Agrolestari di Riau, KPK Geledah 2 Tempat Amankan 100 Ribu Dollar Singapura
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah dua lokasi terkait dugaan suap pengurusan hak guna usaha (HGU) di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Provinsi Riau.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, penggeledahan dilakukan di dua wilayah, yakni Kota Medan, Sumatera Utara dan Kota Palembang, Sumatera Selatan.
“Sebagai salah satu langkah pengumpulan alat bukti, maka dari tanggal 4 Oktober 2022 sampai dengan 6 Oktober 2022 tim penyidik telah selesai melakukan penggeledahan,” kata Ali dalam pesan tertulisnya kepada wartawan, Jumat (7/10/2022).
Ali mengungkapkan, tempat yang digeledah yakni sebuah perusahaan swasta dan rumah para pihak yang diduga terkait dengan kasus suap tersebut.
Dari penggeledahan tersebut, penyidik menemukan sejumlah dokumen dan uang asing sebesar 100 ribu dollar Singapura. Menurut Ali, barang bukti yang ditemukan segera dianalisis dan disita untuk melengkapi berkas perkara dugaan suap pengurusan HGU di Kanwil BPN Provinsi Riau.
“Ditemukan dan diamankan bukti antara lain berbagai dokumen dan uang dalam pecahan mata uang asing dengan jumlah sekitar 100 ribu dollar Singapura,” kata Ali.
Diwartakan sebelumnya, babak baru kasus korupsi suap perpanjangan hak guna usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari kembali dibuka. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan telah melakukan penyidikan baru atas kasus suap dengan tersangka utama Bupati Kuansing non-aktif, Andi Putra.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya melakukan pengembangan atas kasus yang sebelumnya telah menjerat dua orang sebagai terdakwa dan narapidana. Keduanya yakni mantan General Manager PT Adimulia Agrolestari, Sudarso dan Andi Putra.
"Menindaklanjuti proses persidangan dan fakta hukum terkait adanya suap dalam perkara terdakwa Andi Putra, KPK kemudian melakukan penyidikan baru. Yaitu dugaan korupsi berupa suap dalam pengurusan perpanjangan HGU oleh pejabat di Kanwil BPN Provinsi Riau," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada media di Jakarta, Jumat (7/10/2022).
Dengan adanya proses penyidikan tersebut, kata Ali, KPK telah menetapkan beberapa pihak sebagai tersangka.
"KPK telah menetapkan beberapa pihak sebagai tersangka. Namun, untuk pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, kronologis dugaan perbuatan pidana, dan pasal yang disangkakan akan kami umumkan saat penyidikan perkara ini telah cukup," ucap Ali.
Dalam perkara ini, Andi Putra oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru telah divonis pidana penjara selama 5 tahun dan 7 bulan ditambah denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan.
Putusan itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang meminta Andi Putra divonis 8 tahun dan 6 bulan penjara ditambah denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan serta uang pengganti sebesar Rp500 juta. Atas vonis tersebut, JPU KPK menyatakan upaya hukum banding.
Sementara itu, Sudarso divonis 2 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan. KPK telah mengeksekusi Sudarso ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Sukamiskin, Bandung berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Kakanwil BPN Riau Disebut Terima Rp 1,2 Miliar
Fakta persidangan mengungkap keterangan yang cukup mengejutkan dari Sudarso. Petinggi PT Adimulia Agrolestari tersebut mengaku telah memberikan uang sebesar Rp 1,2 miliar kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Riau, Syahrir.
Pemberian uang dilakukan sebelum pelaksanaan rapat ekspos di Prime Park Hotel yang menghadirkan sejumlah pejabat lintas institusi, termasuk elemen pejabat daerah di Kuansing dan Pemprov Riau.
Namun, Syahril membantah keras pengakuan Sudarso tersebut. Sebaliknya, ia menyebut tuduhan itu sebagai fitnah.
Pada sisi lain, petinggi PT Adimulia Agrolestari yang menjabat sebagai komisaris, Frank Wijaya juga disebut-sebut ikut andil dalam pemberian dugaan suap kepada Andi Putra dan Syahrir.
Bahkan, dalam putusan perkara terpidana Sudarso, majelis hakim menyatakan tindakan Frank Wijaya terkualifikasi ikut serta dalam proses pemberian suap.
Soalnya, fakta dan sejumlah alat bukti di persidangan yang dihadirkan KPK, menunjukkan adanya persetujuan Frank dalam pemberian uang kepada Andi Putra melalui anak buahnya Sudarso.
Frank beralasan justru menyebut pemberian uang kepada Andi Putra sebagai uang pinjaman (utang). Namun faktanya, tidak ada bukti-bukti hubungan keperdataan (utang piutang) antara Frank maupun perusahaan PT Adimulia dengan Andi Putra. (*)