Pemkab Kuansing Tak Lakukan Perubahan APBD, Apakah Melanggar Aturan?
SABANGMERAUKE NEWS, Kuansing - Pemerintah Kabupaten Kuansing dipastikan gagal dalam melakukan perubahan APBD Perubahan 2022 menyusul habisnya masa waktu terakhir per 30 September lalu. DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kuansing tidak melanjutkan pembahasan perubahan APBD.
Ketua DPRD Adam Sukarmis menyebut terhentinya proses pembahasan anggaran disebabkan Ketua TAPD Kuansing yang dijabat oleh Dedy Sambudi 'menyerah' karena tidak sanggup lagi melakukan penyesuaian (penginputan) perubahan anggaran.
"Sebelum rapat dimulai di Banggar, Ketua TAPD menyampaikan waktu yang singkat tidak memungkinkan dibahas teknis penginputan. Kita (DPRD) mau berbuat apalagi. Karena secara teknis TAPD-lah yang melaksanakannya," kata Adam, Sabtu (1/10/2022) kemarin.
Pada sisi lain, Dedy Sambudi menolak disalahkan. Ia menyebut pembahasan Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Perubahan telat dibahas oleh DPRD Kuansing. Hingga hari terakhir, pembahasan anggaran belum rampung. Ia menyebut, APBD Perubahan jika dipaksakan bisa berdampak hukum.
"Tidak logis jika dalam tempo 4 jam DPRD menggelar rapat paripurna sebanyak 5 kali. Bisa ditangkap KPK nanti," kata Dedy menjawab pernyataan DPRD Kuansing.
Tentang APBD Perubahan
Ketentuan tentang perubahan APBD diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Dalam Pasal 317 ayat 2 undang-undang tersebut, disebutkan pengambilan keputusan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan APBD dilakukan paling lambat tiga bulan sebelum berakhir tahun anggaran. Artinya batas waktu yang diberikan adalah 30 September 2022.
Sementara, terdapat sejumlah alasan dan penyebab perubahan APBD bisa dilakukan. Berdasarkan Pasal 161 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi beberapa kondisi.
Antara lain jika perkembangan pelaksanaan APBD yang tidak sesuai dengan asumsi Kebijakan Umum Anggaran (KUA). Alasan lain yakni jika terjadi keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar organisasi, antar unit organisasi, antar program, antar kegiatan dan antar jenis belanja.
Sementara alasan ketiga perubahan APBD dilakukan jika terjadi keadaan yang menyebabkan SiLPA tahun anggaran sebelumnya harus digunakan dalam tahun anggaran berjalan.
Hal ini menandakan bahwa perubahan APBD sifatnya tidak wajib.
Pemerintah pusat sendiri pernah mengambil kebijakan untuk tidak melakukan perubahan APBN. Hal ini terjadi pada tahun 2018 tatkala pemerintah pusat mengalami defisit, maka langkah yang diambil adalah tidak mengajukan perubahan APBN.
Anggaran Bisa Digeser Tanpa APBD Perubahan
Merujuk pada Permendagri 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah Bab IV Huruf D, tentang Pergeseran Anggaran pada poin (1), Ketentuan Umum huruf (H), bahwa pada kondisi tertentu, pergeseran anggaran yang menyebabkan perubahan APBD dapat dilakukan sebelum perubahan APBD. Hal itu dapat dilakukan melalui ketetapan Kepala Daerah dengan diberitahukan kepada pimpinan DPRD.
Kondisi tertentu tersebut dapat berupa keadaan mendesak atau perubahan prioritas pembangunan baik di tingkat nasional atau daerah.
Kondisi mendesak ini dijelaskan dalam Pasal 68 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Penjabaran teknisnya diurai oleh Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah Bab (II) Huruf (D) Poin (4) tentang Ketentuan Terkait Belanja Tidak Terduga pada huruf (D).
Berdasarkan kedua aturan tersebut, keperluan dan kondisi mendesak dapat meliputi kebutuhan daerah dalam rangka pelayanan dasar masyarakat yang anggarannya belum tersedia tahun anggaran berjalan.
Selain itu juga belanja daerah yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib. Belanja daerah yang bersifat mengikat merupakan belanja daerah yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus dialokasikan oleh pemerintah daerah dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran berkenaan.
Belanja daerah yang bersifat mengikat meliputi belanja pegawai antara lain untuk pembayaran kekurangan gaji, tunjangan dan belanja barang dan jasa antara lain untuk pembayaran telepon, air, listrik dan internet dan lainnya.
Dijelaskan pula kalau belanja daerah yang bersifat wajib merupakan belanja untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain pendidikan, kesehatan, melaksanakan kewajiban kepada pihak ketiga,
kewajiban pembayaran pokok pinjaman, bunga pinjaman yang telah jatuh tempo dan kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, pergeseran anggaran dapat dilakukan untuk memenuhi pengeluaran daerah yang berada di luar kendali pemerintah daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya, serta amanat peraturan perundang-undangan; dan/atau. Termasuk untuk membiayai pengeluaran daerah lainnya yang apabila ditunda akan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi pemerintah daerah dan/ atau masyarakat.
Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 55 ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah disebutkan kalau belanja tidak terduga merupakan pengeluaran anggaran atas beban APBD untuk keperluan darurat termasuk keperluan mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya. Penjelasan pasal tersebut menegaskan bahwa keadaan mendesak termasuk dalam klasifikasi belanja tidak terduga.
Dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 68 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah bahwa jika belanja tidak terduga tidak mencukupi, maka dananya dapat menggunakan dana dari hasil penjadwalan ulang capaian program dan kegiatan lainnya serta pengeluaran pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan. Selain itu juga dapat memanfaatkan kas yang tersedia. (*)