Putusan 2 Tahun Penjara Kasus Korupsi Rp 114 Miliar di Riau Dinilai Langgar Peraturan Mahkamah Agung
SABANGMERAUKE, RIAU - Majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Pekanbaru dinilai telah melanggar Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2020 dalam penjatuhan vonis terdakwa korupsi proyek jalan di Bengkalis, Riau. Pasalnya, dari nilai kerugian negara yang didakwakan sebesar Rp 114 miliar, trio majelis hakim hanya menjatuhkan vonis 2 tahun dan 4 tahun untuk kedua terdakwa.
Vonis tersebut bahkan kontras dan amat disparitas karena berdasarkan PERMA tersebut, kasus korupsi yang merugikan negara di atas Rp 100 miliar dapat divonis hukuman seumur hidup atau 16-20 tahun penjara. Dalam kenyataannya, trio hakim yang diketuai oleh Lilin Herlina dan dua anggotanya yakni Dedi Kuswara dan Darlina Darmis hanya menjatuhkan hukuman 2 tahun dan 4 tahun untuk kedua terdakwa.
"Kategori paling berat dengan kerugian negara di atas Rp 100 miliar dengan dampak kesalahan tinggi dihukum penjara 16-20 tahun atau seumur hidup dan denda Rp 800 juta sampai Rp 1 miliar," demikian petikan lampiran PERMA tersebut.
PERMA nomor 1 Tahun 2020 mengatur tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Peberantasan Tindak Pidana Korupsi. Aturan ini ditandatangani oleh Ketua Mahkamah Agung M Syarifuddin dan diundangkan pada 24 Juli 2020 lalu.
Dalam putusan yang dibacakan pada Selasa, 19 Oktober lalu, majelis hakim menetapkan kerugian negara dalam megaproyek tersebut hanya Rp 10.5 miliar. Padahal, berdasarkan perhitungan jaksa KPK, kerugian negara mencapai Rp 144 miliar. Sebanyak Rp 4 miliar mengalir ke sejumlah pejabat Dinas PUPR Bengkalis dan orang dekat mantan Bupati Bengkalis, Herliyan Saleh.
Vonis hakim yang diketuai Lilin Herlina tersebut jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK yang meminta majelis hakim menghukum kedua terdakwa penjara selama 8 tahun penjara dan membayar kerugian negara sebesar Rp 110 miliar.
Dalam kenyataannya, Handoko Setiono yakni Komisaris PT Arta Niaga Nusantara (ANN) perusahaan yang mengerjakan proyek tersebut hanya dihukum hanya 2 tahun penjara, tanpa kewajiban mengganti kerugian negara.
Sementara, terdakwa Melia Boentara yang merupakan istri Handoko sekaligus menjabat Direktur PT Arta Niaga Nusantara, divonis hukuman 4 tahun penjara dan membayar kerugian negara hanya sebesar Rp 10,5 miliar.
Lilin Herlina menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru sejak 23 April 2020 lalu. Dalam beberapa hari ke depan, Lilin dipromosi menjadi Ketua Pengadilan Negeri Jambi.
Humas PN Pekanbaru, Tommy Manik SH saat dikonfirmasi menyatakan kalau putusan tersebut sudah dibacakan oleh majelis hakim. Terkait soal putusan, hal tersebut menjadi kewenangan majelis hakim yang memutuskan.
Koordinator Penghubung KY Riau, Hotman Parulian Siahaan SH belum memberikan komentar atas dugaan pelanggaran majelis hakim terkait PERMA tersebut. RiauBisa.com (Sabang Merauke News Grup) masih berupaya memperoleh tanggapan dan Badan Pengawas Mahkamah Agung RI terkait vonis tersebut.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selaku institusi yang memproses kasus ini belum dapat dimintai soal upaya hukum, apakah mengajukan banding atau tidak. Jurubicara KPK, Ali Fikri belum menjawab pesan konfirmasi yang dilayangkan.
Berdasarkan PERMA nomor 1 tahun 2020 disebutkan bahwa terdakwa perkara tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara lebih dari Rp 100 miliar dapat dipidana penjara seumur hidup.
PERMA ini mengatur soal rentang hukuman pidana kategori paling berat dengan kesalahan, dampak, dan keuntungan level tinggi dapat dipidana penjara 16 tahun-20 tahun/seumur hidup dan denda Rp 800 juta sampai dengan Rp 1 miliar.
Kemudian, hukuman pidana kategori paling berat dengan kesalahan, dampak, dan keuntungan level sedang dapat dipidana penjara 13 tahun-16 tahun dan denda Rp 650 juta sampai dengan Rp 800 juta.
Serta hukuman pidana kategori paling berat dengan kesalahan, dampak, dan keuntungan level rendah dapat dipidana penjara 10 tahun-13 tahun dan denda Rp 500 juta sampai dengan Rp 650 juta.
Jejak Putusan Korupsi Hakim Lilin Herlina
RiauBisa.com melakukan penelusuran sejumlah perkara kasus korupsi yang pernah diadili oleh hakim Lilin Herlina. Wanita kelahiran Lubuk Basung 57 tahun lalu ini diketahui akan mendapat promosi jabatan sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jambi dalam beberapa hari ke depan.
Ada sejumlah perkara korupsi di Riau yang pernah ia tangani sebagai ketua majelis hakim. Antara lain kasus korupsi suap mantan Bupati Bengkalis, Amril Mukminin. Dalam perkara yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini, pada 9 November 2020 lalu, Lilin menjatuhkan vonis 6 tahun penjara. Amril dinyatakan bersalah menerima suap sebesar Rp 5,2 miliar dari PT Citra Gading Asritama (CGA), kontraktor pembangunan jalan Sei Pakning-Duri.
Namun, dalam putusan tersebut hakim Lilin membebaskan Amril dari dakwaan kedua yakni dugaan penerimaan gratifikasi oleh Amril sebesar Rp 23,6 miliar. Uang itu menurut jaksa KPK diterima Amril dari 2 pengusaha pabrik kelapa sawit di Kecamatan Pinggir, Bengkalis saat ia menjabat sebagai anggota DPRD dan Bupati Bengkalis.
Meski hukuman yang dijatuhkan hakim sama dengan tuntutan, namun jaksa penuntut KPK mengajukan banding dan juga kasasi. KPK bersikukuh kalau Amril terbukti menerima gratifikasi dari pengusaha pabrik kelapa sawit tersebut. Putusan kasus Amril telah inkrah dan politisi Partai Golkar ini sudah dijebloskan ke Lapas Pekanbaru, Sabtu kemarin.
Perkara korupsi lain yang dipegang oleh mantan Ketua Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian ini adalah kasus suap mantan Wali Kota Dumai, Zulkifli AS. Dalam kasus ini Lilin yang menjadi ketua majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman 2,5 tahun penjara, yakni separuh lamanya dari tuntutan jaksa KPK 5 tahun penjara. Pembacaan putusan dilakukan pada Jumat, 13 Agustus 2021 lalu.
Meski dinyatakan telah menerima suap sebesar Rp 3,8 miliar dalam proyek dana alokasi khusus (DAK) Kota Dumai, namun majelis hakim tidak menghukum Zulkifli AS untuk mengembalikan uang suap tersebut ke negara. Padahal, jaksa dalam dakwaan dan tuntutannya meminta majelis hakim dalam putusannya untuk mengembalikan uang suap tersebut ke negara.
Hakim Lilin juga menjatuhkan hukuman tambahan pencabutan hak politik Zulkifli AS selama dua tahun, berkurang 3 tahun dari tuntutan jaksa KPK yang meminta hak politik Zulkifli AS dicabut selama 5 tahun. Lilin pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Kota Dumai pada 2019-2020 lalu.
Perkara korupsi lain yang diadili oleh Lilin Herlina yakni kasus korupsi mantan Kepala Bappeda Kabupaten Siak, Yan Prana Jaya. Yan adalah mantan Sekdaprov Riau dijatuhi hukuman penjara selama 3 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 50 juta diganti 3 bulan kurungan. Putusan dibaca pada Kamis, 27 Juli 2021 lalu.
Meski terbukti melakukan korupsi pengadaan alat tulis kantor dan makan minum di Bappeda Siak, namun majelis hakim tidak menghukum Yan Prana untuk mengembalikan kerugian negara yang dihitung sebesar Rp 2,89 miliar.
Vonis majelis hakim ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa Kejati Riau yang menuntut hukuman 7 tahun penjara. Jaksa penuntut Kejati Riau juga meminta majelis hakim menghukum Yan Prana membayar kerugian negara sebesar Rp 2,89 miliar.
Belakangan vonis hakim Lilin Herlina dkk ini dianulir oleh Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru. Dalam putusan banding yang diterbitkan pada 14 Oktober lalu, hakim banding menghukum Yan Prana membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 1,4 miliar. Namun, hakim PT Pekanbaru mendiskon pidana penjara menjadi 2 tahun.
Komisi Yudisial Lakukan Penelisikan
Komisi Yudisial (KY) merespon vonis ringan majelis hakim pengadilan tipikor Pekanbaru dalam kasus korupsi proyek jalan Bukit Batu-Siak Kecil, Bengkalis. Hukuman 2 tahun dan 4 tahun penjara terhadap 2 orang terdakwa korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 114 miliar itu, telah memicu kritik keras dan tajam dari warganet. Penyidikan perkara megakorupsi ini dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Koordinator Penghubung KY Riau, Hotman Parulian Siahaan SH menyatakan pihaknya akan mengumpulkan informasi dan keterangan yang terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim yang menangani perkara tersebut.
"KY memahami perasaan keadilan dari masyarakat. KY akan mengumpulkan setiap informasi dan keterangan yang terkait dengan apakah terdapat dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam memeriksa dan memutus perkara tersebut," kata Hotman Parulian dalam keterangan yang dikirim ke RiauBisa.com, Sabtu (23/10/2021) malam kemarin.
Menurutnya, KY menghormati putusan pengadilan sepenuhnya merupakan kewenangan majelis hakim.
"Kami mendorong pihak yang berkeberatan atas putusan tersebut untuk mengajukan upaya hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," jelas Hotman.
Selain itu dalam menjalankan tugasnya mengumpulkan informasi terkait kode etik dan perilaku hakim yang menangani perkara korupsi jalan Bengkalis tersebut, KY membuka laporan dan pengaduan dari masyarakat.
"KY sangat terbuka apabila ada laporan dari masyarakat terkait dugaan pelanggaran perilaku hakim dalam perkara tersebut untuk kami tindak lanjuti," tegas Hotman.
Netizen Sebut Hukuman untuk Maling Ayam
Masyarakat di dunia maya (warganet) bertubi-tubi menggencarkan kritik dan cercaan terhadap putusan majelis hakim pengadilan tipikor PN Pekanbaru yang menjatuhkan vonis hukuman 2 tahun penjara dalam kasus korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 114 miliar.
Sejak vonis dijatuhkan pada Selasa (19/10/2021) lalu, sejumlah netizen berteriak memrotes hukuman yang dinilai terlalu ringan tersebut. Warganet menyamakan hukuman tersebut dengan vonis untuk maling ayam.
"Yang curi ayam atau buah pepaya saja dihukum 15 tahun. Yang punya uang itulah yang menang. Korupsi itu harusnya dihukum potong tangan, biar jera," tulis netizen Mic****.
Warganet lain menyebut kalau vonis terhadap pelaku korupsi yang merugikan negara Rp 114 miliar menunjukkan ketidakadilan.
"Hukum itu tumpul ke atas, tajam ke bawah," tulis netizen bernama Azm*****
Menurut netizen lain, vonis hukuman penjara yang ringan tersebut tak akan membuat efek jera.
"Banyak orang korupsi. Toh, dihukum cuma 4 tahun, belum potong masa tahanan. Coba setiap orang korupsi dihukum mati. Saya yakin masyarakat akan sejahtera. Gak ada lagi tuh namanya korupsi," kata warganet bernama Wan****
Komentar menohok lain juga menuding ada ketidakberesan dalam putusan hakim tersebut.
"Ada suapnya," tulis Bram****
"Sistem yang membuat seperti itu. Dia membuat UU itu meringankan koruptor. Karena ragu suatu saat mereka juga gak yakin tetap bekerja dengan jujur," komentar netizen Putra.
Hakim Lilin Herlina Promosi Jadi Ketua Pengadilan Negeri Jambi
Perkara korupsi pembangunan jalan Siak Kecil-Bukit Batu, Bengkalis diadili oleh trio majelis hakim yang diketuai oleh Lilin Herlina. Lilin merupakan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Pekanbaru saat ini.
Namun, dalam beberapa hari ke depan, Lilin akan pindah tugas karena dipromosi menjadi Ketua Pengadilan Negeri Jambi. Bersama Lilin, dua anggota majelis hakim yang memegang perkara ini yakni Dedi Kuswara dan Darlina Darmis.
KPK dan Pengacara masih Pikir-pikir.
Atas putusan majelis hakim tersebut, penasihat hukum terdakwa Eva Nora menyatakan pikir-pikir. Pun jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih pikir-pikir.
"Kami masih pikir-pikir sambil menunggu salinan putusan. Juga akan kami diskusikan dengan atasan," kata seorang jaksa KPK, Tri Mulyono.
Putusan majelis hakim juga menetapkan nilai kerugian negara hanya sebesar Rp 10,5 miliar. Padahal berdasarkan hasil audit yang dibacakan dalam tuntutan jaksa KPK, nilai kerugian negara mencapai Rp 114 miliar. Sebesar Rp 4 miliar uang kerugian negara diduga mengalir ke sejumlah pejabat di Dinas PUPR Bengkalis dan orang dekat mantan Bupati Bengkalis, Herliyan Saleh.
Menanggapi hal tersebut, seorang jaksa KPK, Eko Wahyu menyatakan hakim memiliki kewenangan dan penghitungan lain soal angka kerugian negara.
"Itu kewenangan majelis hakim. Barangkali hakim punya dasar perhitungan sendiri," kata Eko.
Jurubicara KPK, Ali Fikri belum merespon pesan konfirmasi RiauBisa.com terkait apakah KPK akan mengajukan banding terkait vonis ringan hakim tersebut.
Kedua terdakwa dalam surat tuntutan jaksa disebut memiliki peran yang sangat aktif dalam memperoleh proyek tersebut. Meski perusahaan PT ANN tidak memenuhi persyaratan dan mestinya digugurkan, namun justru ANN ditunjuk sebagai pemenang lelang yang diduga abal-abal itu.
Suap dan pendekatan yang digencarkan kedua terdakwa kepada Kepala Dinas PU Bengkalis, M nasir, panitia lelang dan pihak-pihak terkait di lingkungan Dinas PU Bengkalis diduga membuat PT ANN bisa menjadi pemenang lelang proyek multi years di era Bupati Herliyan Saleh tersebut.
Kongkolikong Proyek Jalan Bengkalis
Kasus korupsi jalan yang menjerat Handoko Setiono dan Melia Boentaran ini, berkaitan dengan dugaan korupsi jumbo pada proyek multi years pembangunan jalan di era pemerintahan Bupati Bengkalis Herliyan Saleh. PT ANN menjadi pemenang paket proyek jalan Bukit Batu-Siak Kecil pada tahun 2013-2015. Adapun kerugian fantastis yang dialami negara sebesar dalam proyek ini berdasarkan perhitungan dalam tuntutan jaksa KPK mencapai Rp 114 miliar dari nilai proyek sebesar Rp 317 miliar.
Dalam surat tuntutannya, jaksa KPK menjelaskan detil penyimpangan proyek tersebut, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan pekerjaan.
PT ANN pada awalnya tidak masuk dalam daftar perusahaan yang akan mengerjakan 4 paket proyek jalan multi years. Proyek jalan yang dikerjakan PT ANN yakni jalan Bukit Batu-Siak Kecil adalah salah satu bagian dari proyek jalan multi years tersebut.
Ternyata, Bupati Bengkalis Herliyan Saleh dan Ketua DPRD Bengkalis Jamal Abdillah sudah lebih awal mengatur perusahaan pemenang, meski tender belum dilakukan. Sejumlah perusahaan bahkan telah menyetor uang muka fee melalui orang dekat (tim sukses) Bupati Herliyan Saleh yang bernama Ribut Susanto. Herliyan Saleh dan Ribut Susanto kini sudah menjalani hukuman di lembaga permasyarakatan.
Selain itu, terdakwa juga disebutkan berjanji membantu Herliyan Saleh untuk mendapatkan dukungan dalam pilkada Bengkalis 2015 lalu melalui Partai Hanura. Herliyan saat itu ingin melanjutkan periode kedua kepemimpinannya di Bengkalis, namun akhirnya kalah dan digantikan oleh Amril Mukminin. Belakangan, Amril Mukminin pun terjerat dalam kasus korupsi suap proyek jalan di Bengkalis yang masih terkait dengan proyek multi years ini.
Belakangan, kedua terdakwa mencari cara untuk bisa ikut dalam lelang. Padahal, PT ANN tidak memenuhi persyaratan karena tidak memiliki peralatan yang mencukupi serta syarat administrasi pendukung yang tidak lengkap.
Namun, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bengkalis, Muhamad Nasir saat itu tetap meminta agar panitia lelang mengikutsertakan PT ANN. Bahkan akhirnya PT ANN ditunjuk sebagai pemenang lelang.
"Seharusnya PT ANN digugurkan dalam proses lelang karena tidak memenuhi persyaratan. Namun, justru ditetapkan sebagai pemenang lelang," demikian petikan surat tuntutan jaksa KPK.
Dalam pelaksanaannya menurut jaksa KPK, PT ANN ternyata mengalihkan pekerjaan pada sejumlah kontraktor lokal di Bengkalis. Padahal, pengalihan pekerjaan itu tanpa persetujuan dari PPK proyek. PT ANN tidak mengerjakan proyek tersebut secara langsung, namun memecah-mecah kegiatan kepada sejumlah kontraktor lokal.
Dalam melakukan pengurusan laporan hasil pekerjaan, terdakwa juga memberikan sejumlah uang kepada tim PHO dan pemeriksaan hasil pekerjaan. Tujuannya agar proyek bisa diserah-terimakan tanpa adanya persoalan. Dalam kenyataannya, ahli yang memeriksa proyek ini banyak menemukan penyimpangan, baik dari volume pekerjaan maupun spesifikasi hasil proyek.
Kedua terdakwa juga secara aktif mengeluarkan uang untuk keperluan sejumlah pertemuan dan pengurusan proyek ini. Misalnya biaya hotel dan perjalanan yang dilakukan oleh sejumlah pegawai Dinas Pekerjaan Umum Bengkalis.
Selain itu, kedua terdakwa juga kerap 'menyiram' uang kepada hampir seluruh pegawai yang terlibat dalam proses lelang, pengawasan dan konsultan proyek ini. Sejumlah uang tersebut kini sudah dikembalikan ke negara dan dijadikan barang bukti perkara ini.
Dalam kasus ini, mantan Kepala Dinas PU Bengkalis yang kemudian menjadi Sekda Kota Dumai, Muhamad Nasir sudah ditetapkan sebagai tersangka. Meski demikian, dalam surat tuntutan jaksa sejumlah nama pejabat di Dinas PU Bengkalis disebutkan juga menerima uang dari terdakwa.
Berikut Riwayat Pekerjaan hakim Lilin Herlina :
Cakim Pengadilan Negeri Lubuk Basung Tahun 1992 s/d 1996
Hakim Pengadilan Negeri Painan Tahun 1996 s/d 2000
Hakim Pengadilan Negeri Pariaman Tahun 2000 s/d 2005
Hakim Pengadilan Negeri Pangkal Pinang Tahun 2005 s/d 2008
Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru Tahun 2008 s/d 2011
Wakil Ketua Pengadilan Negeri Batusangkar Tahun 2011 s/d 2012
Ketua Pengadilan Negeri Batusangkar Tahun 2012 s/d 2015
Ketua Pengadilan Negeri Pasir Pengaraian Tahun 2015 s/d 2016
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Tahun 2016
Wakil Ketua Pengadilan Negeri Curup Tahun 2016 s/d 2017
Ketua Pengadilan Negeri Bangkinang Tahun 2017 s/d 2019
Wakil Ketua Pengadilan Negeri Dumai Juni Tahun 2019 s/d 2020
Wakil Ketua Pengadilan Negeri Pekanbaru Tahun 2020 s/d sekarang. (*)
BERITA TERKAIT :
Bupati Kuansing Tersangka KPK
Tiba di Gedung KPK, Bupati Kuansing Seret Koper Warna Ungu