Bagian III
Jejak Pahlawan Revolusi Mayjen TNI DI Panjaitan, Berjasa Membentuk Cikal Bakal TNI di Riau
SABANGMERAUKE NEWS - Berita proklamasi Kemerdekaan lndonesia yang dikumandangkan di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945 diterima pertama kali pada tanggal 22 Agustus di Pekanbaru oleh telegrafis-telegrafis PIT (Dinas Pas, Telegraf dan Telepon). Berita itu cepat tertiup dan berkembang ke kantor-kantor dinas pemerintah, selanjutnya tersebar ke kota-kota lain seperti Bengkalis dan Rengat.
Setelah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) terbentuk di Jakarta, para pemimpin pergerakan nasional di Riau juga membentuk KNI Daerah. Untuk melancarkan roda pemerintahan disusunlah Pemerintah Daerah Riau yang dipimpin oleh seorang residen.
Karena di Jakarta teror dan provokasi yang dilakukan oleh serdadu serdadu Belanda yang telah mendarat dengan cara membonceng tentara sekutu semakin ganas, Pemerintah Pusat Republik Indonesia memutuskan membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang bertugas menjaga keamanan dan keselamatan rakyat.
BERITA TERKAIT: Jejak Pahlawan Revolusi Mayjen TNI DI Panjaitan di Riau: Sosok yang Peduli Nasib Pekerja Romusha di Siak
Diserukan agar bekas prajurit PETA (Pembela Tanah Air), Heiho, Gyugun, Kaigun, KNIL dan Seinendan masuk menjadi anggota BKR, baik di Jakarta maupun di daerah dan kota lain.
Menanggapi seruan ini, Residen Riau menghubungi Hassan Basri, bekas Gyugun yang berpangkat Shodancho, supaya membentuk BKR Riau. Dalam rencana hendak menyusun pimpinan dan membentuk badan keamanan itu, Hassan Basri teringat Donald Isac Pandjaitan.
Hasan Basri menilai sosok DI Panjiatan selain berpengalaman dalam pendidikan kemiliteran pada Sekolah Opsir Gyugun, juga diyakininya mempunyai semangat, disiplin, mampu memimpin juga memiliki rasa cinta tanah air yang telah merdeka.
BERITA TERKAIT: Jejak Pahlawan Revolusi Mayjen TNI DI Panjaitan di Riau, Diskusi Hangat dengan Sultan Siak tentang Batu Keramat
Hassan Basri cepat-cepat menghubungi teman lamanya waktu bekerja bersama sebagai pegawai Ataka Sanyo Kabushiki Kaisha. Donald lsac langsung menyatakan setuju terhadap ajakan itu, bahkan dapat menarik dua orang temannya sekalian, Usman Pohan dan P. Hutapea.
Dalam rapat yang diadakan di gedung Sekolah Dasar Batu Satu, terbentuklah BKR Riau, dipimpin oleh Hassan Basri. Sekitaran hari itu juga datanglah serombongan pemuda Indonesia bekas Kaigun (Angkatan Laut Jepang) dari Singapura sebanyak 47 orang di bawah pimpinan Abdul Muttalib, Subrantas dan Himron Saheman.
BERITA TERKAIT: Jejak Mayjen TNI Anumerta DI Panjaitan di Riau, Misi Penyelaman Sungai Siak Mencari Senjata Jepang
Beberapa hari kemudian, tiba pula rombongan bekas Heiho dari Burma, dipimpin oleh Firman Sitindaon. Mereka yang sudah berpengalaman dalam pertempuran Perang Pasifik itu bergabung dengan BKR.
Hassan Basri yang diangkat menjadi Komandan BKR Riau mendapat pangkat Perwira Tinggi (sekarang selevel dengan Perwira Menengah). Anggota pimpinan yang juga memperoleh pangkat Perwira Tinggi ialah Donald Isac Pandjaitan, Toha Hanafi, Usman Pohan, Harun AI Rasjid dan Arifin Ahmad.
Karena sudah berpengalaman dalam Gyugun, Donald lsac ditunjuk menjadi Kepala Latihan, dibantu oleh Abdul Muis dan Ismail Suka.
Untuk mengumpulkan pemuda-pemuda yang ingin mengabdikan diri sebagai penjaga keamanan negara dalam wadah BKR, dikeluarkanlah pengumuman di mana-mana agar mereka mendaftarkan diri.
Sejak itu setiap hari datanglah pemuda-pemuda ke Markas BKR hendak mendaftarkan diri. Penerimaan anggota itu dilakukan langsung oleh Donald lsac di Markas Batu Satu, di dalam bangunan darurat peninggalan Jepang, yang beratap daun nipah dan di bawah pohon-pohon karet di sekitar markas.
Pendaftaran dan pemilihan dilakukan secara cepat namun teliti. Bekas Heiho, Gyugun dan Kaigun karena pernah memperoleh latihan militer ditunjuk menjadi kepala regu dan kelompok.
Pemuda-pemuda yang berpendidikan cukup tinggi ditetapkan menjadi anggota staf. Setelah cukup banyak pemuda yang terdaftar, latihan dimulai. Dalam pada itu, disusun juga kerangka pimpinan resimen, termasuk staf, jawatan, dinas, dan batalyon-batalyon untuk kota-kota dalam daerah Riau.
Di samping pembentukan BKR, atas prakarsa Hassan Basri dan kawan-kawannya di Pekanbaru terbentuk pula badan perhimpunan pemuda yang bernama Persatuan Pemuda Republik Indonesia (PPRI). Persatuan perjuangan ini juga berikrar hendak menjaga kemerdekaan bangsa dan keselamatan rakyat.
Saat itu pesawat-pesawat terbang Sekutu mulai terbang di atas wilayah Riau dan menjatuhkan kotak-kotak makanan dan pakaian untuk orang-orang Belanda yang selama Perang Pasifik dikurung oleh Jepang dalam tahanan di Tengkareng, kira-kira empat kilometer jauhnya dari Pekanbaru. Karena kekalahan Jepang dalam perang, orang-orang Belanda bisa keluar dari tahanan, berkeliaran dalam kota, bahkan dengan sikap congkak.
Pada awal Oktober 1945 tentara Sekutu memasuki Pekanbaru dari Padang. Hotel Shonanto diduduki dan dijadikan markas, nama hotel diganti menjadi Hotel Mountbatten.
Tawanan Belanda juga memasuki hotel itu. Di atas teras dikibarkan bendera-bendera negara Sekutu, termasuk bendera Belanda merah-putih-biru. Penduduk, terutama pemuda yang sudah sadar akan harga diri sebagai bangsa merdeka, tak sudi melihat pemandangan seperti itu, seolah-olah kekuasaan Belanda kembali menjajah Indonesia.
Pada tanggal 12 November 1945, pemuda-pemuda BKR dan PPRI setelah berlatih di dekat hotel itu segera menemui pimpinan markas Sekutu, meminta agar bendera Belanda diturunkan. Pimpinan para pemuda itu menyatakan bahwa bangsa Indonesia telah merdeka, karena itu pengibaran bendera Belanda seolah-olah hendak mengembalikan penjajahan yang sudah berlangsung selama tiga setengah abad.
Mayor Langley, komandan Sekutu di markas itu, tidak bersedia memenuhi tuntutan para pemuda. Karena itu para pemuda mengajak dan mengerahkan rakyat supaya ikut mengepung hotel.
Suasana sangat tegang. Serdadu-serdadu Sekutu dan Belanda bersiap memegang senjata, begitu pula serdadu-serdadu Jepang yang masih berada di Pekanbaru ikut bersiap siaga. Namun pemuda dan rakyat tidak gentar sedikit pun, mereka terus merangsek hendak memasuki hotel dengan membawa segala macam senjata.
Kempetai, polisi militer Jepang menghubungi pimpinan BKR, meminta agar Hassan Basri dan stafnya berupaya mengatasi keadaan yang genting. Dalam pada itu serdadu-serdadu Jepang mengungsikan orang-orang Belanda ke Tengkareng.
Pemuda-pemuda yang sudah memasuki halaman hotel segera memanjat tiang bendera Belanda, merobek kain yang berwarna biru, sehingga tinggal bendera yang berwarna merah dan putih. Adapun bendera-bendera Sekutu tidak diturunkan.
Agar tidak terjadi pertikaian bahkan pertempuran, Komandan BKR dan Ketua KNI Riau berunding dengan Mayor Langley di markas pimpinan pasukan Jepang.
Setelah berlangsung perundingan yang tegang, dan pihak Indonesia tetap gigih, Mayor Langley bersedia memindahkan tawanan Belanda ke Padang. Bahkan dua minggu kemudian tentara Sekutu juga akan ditarik ke Padang.
Ketua KNI Riau R. Jusuf segera mengumumkan hasil perundingan di depan pemuda dan rakyat yang menunggu. Ternyata pemuda dan rakyat kurang puas, malahan sudah siap menyerbu ke kamp Belanda.
Jusuf yakin bahwa hasil perundingan itu merupakan pilihan yang terbaik, lagipula untuk menghindari jatuhnya korban, lantas membuka baju dan berseru: "Jika Saudara-saudara tidak patuh atas hasil perundingan ini, tembaklah saya sekarang."
Suasana menjadi hening. Rakyat berangsur-angsur pulang. Di sepanjang jalan mereka meneriakkan pekik perjuangan: "Merdeka!".
Janji pihak Sekutu memang ditepati. Pekanbaru bebas dari pendudukan Sekutu dan Belanda sampai akhir tahun 1948. (Bersambung)