Loh! 2 Kasus Korupsi Rapid Test Kadis Kesehatan Meranti Ditangani Berbeda, Polda dan Kejaksaan Beda Versi?
SabangMerauke News, Pekanbaru - Kasus dugaan korupsi penyimpangan penggunaan rapid test Covid-19 oleh mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Meranti, Misri Hasanto (MH) ternyata memiliki dua versi. Satu kasus disidik oleh Polda Riau, sementara Kejaksaan Negeri Kepulauan Meranti menyidik kasus lain dengan objek yang sama yakni alat rapid test.
Kasus yang ditangani Polda Riau sudah dimajukan ke persidangan pada 9 Desember lalu di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Jaksa penuntut mendakwa MH dengan pasal 9 dan pasal 10a Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Adapun pasal 9 Undang-undang Tipikor berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta, pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.
Sementara pasal 10a Undang-undang Tipikor berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja:
a. menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang,
akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka
pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya.
Lantas, apa beda substansi kasus yang ditangani oleh Polda Riau dengan Kejari Kepulauan Meranti sehingga kasus ini harus terpisah penyidikannya?
Kepala Kejari Kepulauan Meranti, Waluyo kepada wartawan mengakui kalau pihaknya sudah menetapkan MH sebagai tersangka dugaan korupsi. Namun, ia mengaku tidak ingat kapan penetapan tersangka MH dilakukan.
Sementara itu, Kepala Seksi Intelijen Kejari Kepulauan Meranti, Hamiko telah menerangkan kalau objek perkara yang sedang didalami pihaknya, pihaknya berbeda dengan apa yang telah dilakukan Polda Riau.
"Objeknya berbeda. Kejaksaan mengusut pelaksanaan rapid test berbayar yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan atas perintah kepala dinasnya," ujar Hamiko dilansir HalloRiau.
Dari keterangan yang dihimpun sebelumnya, proses penetapan tersangka dilakukan setelah rampungnya proses penghitungan kerugian negara (PKN) oleh Inspektorat Kabupaten Kepulauan Meranti.
Hasil pendapatan lewat rapid test tidak jelas diduga tidak masuk ke kas daerah. Penyidik juga mendalami Peraturan Bupati Kepulauan Meranti nomor 91 tahun 2020 tentang tarif pelayanan rapid tesr yang dijadikan landasan dan dasar melakukan pungutan biaya.
Hamiko menjelaskan pelaksanaan rapid test selain menyasar masyarakat umum juga dilakukan untuk penyelenggara Pilkada Kepulauan Meranti tahun 2020 lalu.
Selain telah memeriksa tersangka MH, penyidik Kejari Kepulauan Meranti juga sudah memanggil sejumlah instansi lain yang terkait dengan perkara.
MH dijadikan tersangka oleh Polda Riau dalam kasus dugaan penyelewengan bantuan 3 ribu alat rapid test Covid-19 yang diberikan Kementerian Kesehatan RI lewat Kantor Kesehatan Pelabuhan Meranti. MH diduga tidak mendistribusikan alat rapid test itu sesuai ketentuan, sebaliknya ia dituding memanfaatkan fasilitas tersebut untuk keuntungan pribadinya.
Hasil penyidikan yang diumumkan Polda Riau menyebut kalau MH malah mengomersilkan alat rapid test dengan menarik dana dari masyarakat rata-rata Rp150 ribu. Alat rapid test yang seharusnya disimpan pada instalasi farmasi milik Pemkab Meranti, justru oleh MH sebagian disimpan di klinik pribadinya.
Untuk menutupi perbuatannya itu, MH lalu membuat laporan diduga palsu yang menyatakan bahwa rapid test seakan-akan sudah disalurkan kepada masyarakat. Namun dari hasil pengecekan petugas, masyarakat yang dimaksud tidak pernah menerima kegiatan rapid test.
Dipakai Petugas Bawaslu
Selain itu, tersangka diduga mengalihkan pemanfaatan alat rapid test untuk petugas Badan Pegawas Pemilihan Umum (Bawaslu) se-Kabupaten Kepulauan Meranti, yang dilaksanakan petugas medis seluruh puskesmas.
Petugas Bawaslu melakukan tes Covid-19 sebelum melakukan tahapan pengawasan logistik dan kampanye pada 10 November 2020 sebanyak 191 orang dan 20 November 2020 sebanyak 450 orang.
Pihak Bawaslu telah melakukan pembayaran tunai sebesar Rp Rp 96.150.000 sesuai dengan kuitansi pembayaran Sekretaris Bawaslu Kepulauan Meranti.
MH ditangkap pada Jumat (17/9/2021) lalu di sebuah tempat penginapan di Kota Pekanbaru.
Perbuatan MH diduga sudah dilakukannya sejak September 2020 sampai Januari 2021. Atas perbuatannya, MH diancam pasal 9, pasal 10 huruf a Undang-undang (UU) RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*)